ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 2 Jan 2022

Mengenal Ghosting Lebih Dekat

 

Oleh

Aisyah Syihab

Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila

 

Akhir-akhir ini, istilah ghosting beredar dengan sangat viral di berbagai media sosial dan berita infotainment, dikarenakan salah seorang tokoh terkenal di kalangan anak muda dituduh melakukan ghosting terhadap pasangannya. Ghosting sebenarnya sudah cukup populer diketahui oleh generasi Y dan Z beberapa tahun belakangan ini, semakin populer di era Pandemi Covid-19 dan New Normal, di mana individu mengalami kesulitan untuk menemui orang-orang terdekatnya karena berbagai peraturan pembatasan pertemuan.

 

Ghosting berasal dari kata ghost yang berarti hantu. Ghost atau hantu dipercaya dapat menghilang secara tiba-tiba. Secara umum, ghosting dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menghilang dadakan tanpa kabar. Menurut Arbar (2021), ghosting adalah praktik seseorang yang menghentikan atau menutup semua bentuk komunikasi terhadap individu lain. Perilaku seseorang yang melakukan ghosting antara lain tidak membalas chat di Whatsapp dan sebagainya, tidak muncul lagi di media sosial (misalnya tidak lagi melihat Story, memberikan like atau komentar di Post, meng-unfollow, bahkan mem-block), tidak membalas e-mail, tidak menelpon dan susah untuk ditemui (Ratriani, 2021).  Terhentinya segala bentuk komunikasi tersebut tanpa ada pemberitahuan sebelumnya dan tanpa ada penyebab yang jelas bagi orang yang diperlakukan demikian (disebut sebagai korban ghosting). 

 

Perilaku ghosting memang umumnya terjadi pada hubungan romantis seperti berpacaran atau pada saat melakukan PDKT (pedekatan). Namun ghosting juga bisa terjadi pada hubungan pertemanan, pernikahan, dan hubungan kerja (McQuillan, 2020). Pada hubungan romantis di mana seseorang sedang melakukan penjajakan atau pendekatan dengan calon pasangannya, fenomena ghosting sering terjadi dikarenakan salah satu pihak merasa sudah tidak cocok atau tidak tertarik dengan calon pasangannya itu namun tidak berani mengatakannya secara jujur, sehingga memutuskan komunikasi dan sulit untuk dihubungi. Ketika sudah memiliki status berpacaran pun, salah satu pihak bisa saja melakukan ghosting. Bahkan Ketika hubungan sudah sangat serius, seperti pada hubungan pernikahan (biasanya terjadi pada pernikahan jarak jauh) ghosting juga bisa terjadi, dulu dikenal dengan istilah Bang Toyib (populer karena lagu “Aku Bukan Bang Toyib” dari Wali band), seorang suami yang meninggalkan istri dan anaknya tanpa kabar yang pasti (Kurniawan, 2015).

 

Ghosting yang terjadi dalam dunia kerja misalnya adalah pihak   perusahaan yang tidak memanggil lagi calon karyawannya tanpa kabar padahal telah berjanji akan memberikan kabar terhadap calon karyawan tersebut. Bahkan mahasiswa yang menghilang pada saat bimbingan skripsi atau di tengah perkuliahan tanpa kabar juga dapat disebut melakukan ghosting terhadap dosen dan kampusnya. Berdasarkan contoh-contoh ghosting itu, terdapat satu persamaan, yaitu pihak yang melakukan ghosting seperti memberikan harapan kepada individu lain, namun karena satu dan lain hal, tidak bertanggung jawab memenuhi harapan yang diberikan, lalu menghilang tanpa kabar.

 

Berdasarkan survei yang dilakukan penulis pada tanggal 10 Maret 2021 di media sosial Instagram, terdapat 58% (28 dari 48 orang responden) menjawab bahwa mereka pernah menjadi korban ghosting. Sementara itu terdapat 48% (23 dari 48 orang responden) menjawab mereka pernah menjadi pelaku ghosting. Hasil survei tersebut sesuai dengan pernyataan Vilhauer (2015), yaitu pada budaya berpacaraan saat ini, sekitar 50% pria maupun wanita pernah mengalami fenomena ghosting.

 

Menurut Vilhauer (2015), individu-individu yang melakukan ghosting dikarenakan mereka ingin menghindari perasaan tidak nyaman yang mungkin akan terjadi, namun mereka tidak memikirkan akibat perbuatan mereka terhadap korban. Korban ghosting biasanya mengalami penurunan self-esteem. Mereka akan merasa tidak berharga karena ditinggal secara tiba-tiba dan tanpa mengetahui kesalahan mereka, sehingga menebak-nebak sendiri apa yang telah diperbuat dan cenderung menyalahkan diri sendiri. Menurut Nurmala (dalamNuraini, 2021), walaupun belum ada penelitian khusus dari bidang Psikologi mengenai fenomena ghosting, namun  ghosting dilakukan sebagai cara untuk menghindar perlahan, yang seakan menunjukkan bahwa dari sisi si pelaku yang salah dalam suatu hubungan adalah si pelaku, bukan korbannya. Namun dari sisi korban, ia akan merasa sangat diabaikan dan ditolak. Nurmala juga menyatakan bahwa alasan-alasan pelaku melakukan ghosting untuk menghindari konflik, mengurangi konsekuensi buruk, serta menyelamatkan diri sendiri.

 

Vilhauer yang merupakan seorang psikolog dari Los Angeles mengatakan pada tayangan Youtube “American Psychological Association: Speaking of Psychology”, bahwa menjadi korban ghosting bukan hanya merasakan  sakit secara emosional, tetapi juga secara fisik, karena rasa sakit secara emosional itu dapat mempengaruhi sistem saraf dan sistem imun, sehinga secara fisik pun akan terdampak  (Luna & Vilhauer, 2020). Vilhauer (2015), menyatakan bahwa fenomena ghosting ini salah satu akibat negatif dari media sosial. Pelaku merasa aman memutuskan hubungan sepihak, cukup dengan memutuskan komunikasi yang lebih sering terjadi di media sosial atau aplikasi chat. Dunia maya, khususnya media sosial dan aplikasi chat yang sering digunakan sebagai alat untuk menjalin hubungan romantis sejak belasan tahun terakhir ini memiliki banyak akibat buruk terhadap hubungan romantis yang terjalin. Hal itu dikarenakan terbatasnya bentuk komunikasi emosional, yang hanya diwakili oleh emoticon dan sticker di aplikasi chat dan kurangnya ruang pribadi, dikarenakan pasangan atau orang lain bisa memantau aktivitas individu di media sosial (Vilhauer, 2018). Inilah yang dapat membuat seseorang ingin menghindar dari pasangannya, Ketika ia merasa sudah tidak nyaman kehidupan pribadinya seakan dipantau di media sosial oleh pasangannya, lalu ia melakukan ghosting.

 

Lalu apakah yang harus dilakukan Ketika individu menyadari bahwa ia adalah korban ghosting? Menurut Widya (2021), beberapa hal yang dapat dilakukan adalah: jangan menghubungi pelaku karena akan menambah rasa sakit, ketika si pelaku semakin menghindar, sebaiknya mencari dukungan semangat dari keluarga dan teman dekat. Selain itu jangan menyalahkan diri sendiri dan menghindari curhat di media sosial, hal ini akan membuat pelaku merasa bahwa korbannya mencari perhatian dan akan semakin menjauh karena tidak menyukai perbuatan tersebut. Hal terakhir adalah sebaiknya tidak kembali bersama dengan si pelaku (jika suatu saat si pelaku hadir setelah menghilang sekian lama), karena bisa jadi perilaku ghosting itu akan muncul lagi. Terakhir, dengan semakin marak  perilaku ghosting ini terjadi, ada baiknya bahwa dijadikan penelitian secara ilmiah mengenai fenomena tersebut.

 

 

Referensi:

 

Arbar, T. F. (2021, 7 Mei). Ghosting lagi heboh di medsos, apa sih artinya? CNBC Indonesia.  Diakses dari: https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20210307152854-33-228405/ghosting-lagi-heboh-di-medsos-apa-sih-artinya

 

Kurniawan, E. (2015). Akhlak kehidupan suami istri dalam album aku bukan bang Toyib. Skripsi. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga. Diakses dari: http://digilib.uin-suka.ac.id/7832/

 

Luna, K. & Vilhauer, J. (2020, 12 Februari). What to do when you’ve been ghosted. American Psychological Association: Speaking Psychology [Youtube Channel]. Youtube. Dikases dari: https://www.youtube.com/watch?v=qOQhtL0btcI

 

McQuillan, S. (2020, 1 Februari). Ghosting: What it is, why it hurts, and what you can do about it. Psycom.net. Diakses dari: https://www.psycom.net/what-is-ghosting

 

Nuraini, D. (2021, 10 Maret). Dampak psikologis ghosting, istilah yang dikaitkan dengan Kaesang Pangarep. Bisnis.com. Diakses dari: https://lifestyle.bisnis.com/read/20210310/54/1366092/dampak-psikologis-ghosting-istilah-yang-dikaitkan-dengan-kaesang-pangarep

 

Ratriani, V. (2021, 8 Maret). Ghostinsedang ramai diperbincangkan, ini penjelasa kenapa orang melakukannya. Kontan.co.id. Diakses dari: https://lifestyle.kontan.co.id/news/ghosting-sedang-ramai-diperbincangkan-ini-penjelasan-kenapa-orang-melakukannya?page=all

 

Vilhauer, J. (2015, 27 November). Why ghosting hurt so much. Psychology Today. Diakses dari: https://www.psychologytoday.com/intl/blog/living-forward/201511/why-ghosting-hurts-so-much

 

Vilhauer, J. (2018, 7 Desember). Did the internet break love? Psychology Today.  Diakses dari: https://www.psychologytoday.com/intl/blog/living-forward/201812/did-the-internet-break-love

 

Widya. (2021, 8 Maret). Ap aitu ghosting? Ini arti, alasan melakukan ghosting serta cara menyikapinya. Tribun News. Diakses dari: https://www.tribunnews.com/lifestyle/2021/03/08/apa-itu-ghosting-ini-arti-alasan-melakukan-ghosting-serta-cara-menyikapinya?page=all