ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 2 Jan 2022

Tetap “Waras” Berjalan Berdampingan Dengan Corona Virus Desease 19 (Covid 19)

 

Oleh

Sarita Candra Merida

Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

 

Bicara tentang Corona Virus Desease 19 (Covid 19) sudah banyak kajian dari berbagai keilmuan baik dari segi medis maupun non medis. Upaya pemerintah pun sudah banyak dilakukan mulai dari sosialisasi tentang social distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro sampai dengan PPKM darurat.  Semua upaya itu dilakukan untuk mengendalikan penyebaran virus covid 19 ini. 

 

Upaya penanganan ini bagaikan dua sisi mata uang, di satu sisi upaya pengendalian ini membantu khususnya para tenaga kesahatan dalam menangani penyebaran covid 19, namun di sisi lain upaya ini juga memberikan dampak dari segi ekonomi yang akhirnya juga memberikan dampak dari segi psikologis. Dilansir dari Badan Pusat Statistik, (2021) terdapat 19,10 juta orang (9,30 persen penduduk usia kerja) yang terdampak Covid-19. Terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (1,62 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19 (0,65 juta orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (1,11 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (15,72 juta orang). Kondisi seperti ini akhirnya mempengaruhi kondisi finansial masyarakat terutama dalam memenuhi kebutuhan keluarga yang akhirnya memberikan dampak psikologis pada individu tersebut. Didukung penelitian yang dilakukan oleh (Hanum, n.d.)bahwa kondisi perekonomian dan dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini memberikan dampak psikologis diantaranya cemas, takut, khawatir. Hal ini belum lagi ditambah saat mereka dituntut untuk kerja di luar rumah tetapi juga ada rasa was-was, takut, khawatir dan cemas karena takut terkena virus itu sendiri. 

 

Selain dampak secara ekonomi, perubahan rutinitas dan peran juga memberikan dampak secara psikologis. Diantaranya para orangtua yang masih harus bekerja dari rumah atau work from home (WFH) tetapi juga harus mendampingi anak yang saat ini masih school from home (SFH) meskipun ada beberapa sekolah yang sudah melaksanakan Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT). Saat PTMT pun waktu sekolah juga belum berjalan dengan normal namun orangtua  sudah mulai masuk kerja dengan jadwal kerja yang ditentukan perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Palupi (2021) Tingkat stress ibu dalam mendampingi siswa siswi sekolah dasar selama belajar di rumah ada yang stresnya rendah namun ada juga yang stresnya tinggi, Tidak hanya dialami oleh orangtua yang mendampingi, namun siswa yang menjalani pembelajaran dari rumah pun juga bisa terdampak secara psikologis. Salah satu contohnya adalah mahasiswa. Sesuai dengan penelitian (Ratunuman, David, & Opod (2021) mahasiswa khususnya mahasiswa perempuan mengalami gejala psikologis diantaranya depresi, stress, sindrom pasca trauma dan pertumbuhan trauma. 

 

Tanpa bermaksud mengabaikan dampak dari covid 19 itu sendiri, mau tidak mau, suka tidak suka, virus covid 19 itu masih ada. Selama virus itu masih ada, kita akan tetap berjalan berdampingan dengan virus tersebut selama beraktivitas. Lalu apa yang bisa dilakukan supaya kita tetap “waras” beraktivitas berdampingan dengan virus covid 19 ini:

 

1. Manajemen Pikiran. Menjaga pikiran supaya tetap berpikir positif. Apa akibatnya jika kita tidak memlihara cara berpikir yang positif. Perhatikan gambar berikut ini :

 

 

Penjelasan dari gambar tersebut jika pikiran kita negatif tentu perasaan yang muncul adalah perasaan negatif atau perasaan tidak menyenangkan. Diantaranya perasaan sedih, cemas, khawatir, takut, gelisah. Maka dari itu reaksi fisik yang didapat adalah respon imun tubuh yang semakin menurun. Misal, sakit kepala, demam, sakit pencernaan sehingga ketika imun menurun, tubuh akan rentan terkena penyakit. Menurut Kring, Johnson, Neale, & Davison, (2013) saat kita stress atau dalam kondisi tertekan, tubuh kita akan menyampaikan alarm atau peringatan kepada sistem saraf pusat yang mana mengatur semua fungsi organ dalam tubuh diantaranya jantung, sistem pernafasan, pembuluh darah, pencernaam dan organ penting yang lain. Ketika kita terus menerus berpikiran negatif,  merasa tertekan dan didominasi perasaan negatif tubuh kita akan memberikan reaksi terhadap pikiran dan perasaan negatif dengan menurunnya imunitas dalam tubuh kita. Maka dari itu penting untuk fokus kepada hal-hal yang positif. 

 

2. Membangun komunikasi dan kerjasama dengan pasangan atau anggota keluarga lain yang ada di rumah. Perubahan situasi saat covid 19 ini juga membuat perubahan peran, bisa bertambah peran atau berganti peran. MIsalnya, seorang ibu selain melaksanakan WFH juga harus menjadi guru yang mendampingi anak belajar, yang tadinya bekerja menjadi tidak bekerja karena harus memprioritaskan kebutuhan anak, yang tadinya bekerja karena di PHK menjadi harus berwirausaha untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk pembagian tugas di rumah kita bisa mengajak pasangan untuk menyusun rencana, jadwal, dan pembagian tugas di rumah. Jika memungkinkan kita bisa meminta bantuan anggota keluarga yang lain untuk bisa membantu atau sekedar berdiskusi terkait kondisi yang kita hadapi. Dalam hal ini keterbukaan hal-hal apa saja yang kita butuhkan, kita pikirkan, kita rasakan penting untuk dikomunikasikan dengan orang lain.

 

3. Manajemen waktu. Penting menerapkan prinsip “First Thing First” yaitu skala prioritas.Tentunya dengan perubahan situasi dan berbagai peran yang kita hadapi, semakin banyak hal yang harus kita selesaikan. Di satu sisi sebagai individu juga memiliki kapasitas dan keterbatasan. Maka dari itu penting menyusun agenda atau jadwal kegiatan sesuai dengan skala kebutuhan yang paling utama di setiap harinya. Setelah itu memilih kepentingan atau kebutuhan apa yang bisa dikomunikasikan dengan pihak lain yang terkait. Tentunya manajemen waktu dari setiap individu ini berbeda tergantung dari kondisi yang dihadapi setiap individu. Merujuk pada tulisan dari Gea (2014) bahwa dengan kemampuan manajemen yang kita miliki, kita dapat bertahan hidup dalam menghadapi berbagai situasi,

 

4. Self careMenurut ahli Dorothea Orem dengan seseorang melakukan perawatan diri sendiri dan mandiri dapat membantu seseorang mencapai dan mempertahankan kesehatan serta kesejahteraan dirinya. Bentuk self care yang bisa dilakukan diantaranya adalah physical self care, emotional self care, spiritual self care, environmental self care, dan social self care. Physical self care kita bisa melakukan olahraga yang menjadi hobi kita, makan dan minum yang sehat dan bergizi, dan tidur atau istirahat yang cukup. Emotional self care, kita bisa melakukan hobi atau kegiatan yang menjadi kesukaan kita. Spiritual self care kita bisa beribadah untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Environmental self care kita bisa menata ulang area tempat tinggal yang sering kita pakai sesuai dengan karakter kita. Social self care kita bisa berkomunikasi dengan teman kita secara virtual atau membuat konten edukatif di sosial media. 

 

 

Referensi:

 

Badan Pusat Statistik. (2021). Februari 2021 : Tingkat Pengangguran Terbuka Sebanyak 6,26 %. Retrieved from https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/05/05/1815/februari-2021--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-6-26-persen.html

 

Gea, A. A. (2014). TIME MANAGEMENT : MENGGUNAKAN WAKTU SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN. Humaniora5(45), 777–785.

 

Hanum, F. (n.d.). Dampak covid 19 terhadap psikologis masyarakat modern.

 

Kring, A., Johnson, S. L., Neale, J. M., & Davison, G. C. (2013). Abnormal Psychology (12th ed.). New Jersey: Wiley.

 

Palupi, T. N. (2021). Tingkat Stres Ibu Dalam Mendampingi Siswa-Siswi Sekolah Dasar Selama Belajar Di Rumah Pada Masa Pandemi Covid-19. Https://Ejournal.Borobudur.Ac.Id10(1), 36–48.

 

Ratunuman, R. A., David, L. E. V, & Opod, H. (2021). Dampak Psikologis Pandemi COVID-19 Pada Mahasiswa. Jurnal Biomedik13(28), 227–232.