ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 1 Jan 2022

Gambaran Subjective Caregiver Burden Laki-laki Spousal Caregiver Orang Dengan Skizofrenia (ODS) Tipe Paranoid

 

Oleh

Larissa dan Nanda Rossalia

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Berdasarkan PPDGJ III, terdapat sembilan tipe skizofrenia, dimana tipe yang paling umum ditemukan di masyarakat adalah tipe paranoid (Jarut, Fatimawali, & Wiyono, 2013). Orang dengan skizofrenia (ODS) paranoid sering merasa iri hati, cemburu, curiga, dendam dan umumnya memiliki sifat sangat apatis (Pradipta, 2019). Hal ini menyebabkan ODS paranoid memiliki keterbatasan dan kesulitan dalam berfungsi di kehidupan sehari-hari, seperti memasak, mandi, makan, dan rutin meminum obat. Keterbatasan lain dari ODS paranoid nampak terutama dalam fungsi sosial seperti halnya mudah curiga dengan suaminya, menuduh suaminya berselingkuh, berteriak-teriak di tempat umum, dan menyampaikan kata-kata tidak masuk akal kepada tetangga sekitar (Putri, 2010).

 

Keterbatasan ini membuat ODS paranoid memerlukan perawatan dan bantuan dari caregiver. Umumnya, caregiver diasosiasikan dengan perempuan. Hal ini dikarenakan gender roles yang berlaku di masyarakat, dimana perempuan dianggap memiliki karakteristik lemah lembut, pengasih, dan penyayang (Mohamad, Abdullah, & Zain, 2018). Sedangkan, gender roles laki-laki adalah berperan sebagai pemimpin dan pencari nafkah (Cangkramanggilingan dalam Putri, 2010). Individu yang berperan sebagai caregiver memiliki keharusan untuk mengemban kedua peran, dimana ia berperan sebagai perawat & pengurus rumah tangga, juga pencari nafkah. 

 

Gender roles yang berlaku membuat laki-laki yang berperan sebagai caregiver mendapatkan tekanan sosial untuk mempertahankan kemaskulinan mereka. Dalam melakukan perawatan, ditemukan bahwa laki-laki juga tetap merasa terbebani ketika melihat kondisi orang yang dicintainya memburuk. Meskipun begitu, laki-laki memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengakui perasaan negatif yang mereka miliki (Baker, Robertson, & Connelly dalam Friedemann & Buckwalter, 2014), sedangkan perempuan cenderung lebih mengekspresikan emosi dan bercerita dengan orang lain (Hess, Senecal, Kiroruac, Herrera, Philippot, & Kleck, dalam Simon, Chen, & Dong, 2014). Dibandingkan anggota keluarga lainnya, spousal caregiver memiliki kontribusi lebih besar dalam memberikan perawatan (Marks, Lambert, & Choi dalam Friedemann & Buckwalter, 2014). 

 

Spousal caregiver menghadapi tantangan seperti penurunan pada pemasukan dan keintiman pernikahan, pembagian tugas dalam rumah tangga, dan rencana berbagi kehidupan, sedangkan laki-laki spousal caregivermenghadapi tantangan seperti perubahan sikap istri dan perubahan peran dalam rumah tangga (Rokhmani, 2014; Putri, 2010, dalam Perry & Lestari, 2018). Sharma, Tripathi & Pathak (2015) menemukan bahwa perempuan lebih mampu untuk menerima pasangannya yang mengalami gangguan jiwa, sedangkan untuk suami, lebih banyak yang mengabaikan, meninggalkan, dan menceraikan istri mereka yang mengalami gangguan jiwa.

 

Tantangan dalam merawat dapat menimbulkan caregiver burden. Hoenig dan Hamilton (1966) membagi caregiver burden menjadi dua, yaitu objective caregiver burden, dimana beban dapat diobservasi, meliputi perilaku ODS yang mengganggu, permasalahan ekonomi, dan pembatasan harian, dan subjective caregiver burden didefinisikan sebagai penilaian dan perasaan individu terhadap perawatan yang perlu ia berikan pada ODS, dan sejauh mana ia menganggap situasi tersebut membebani dirinya. 

 

Caregiver burden yang tidak diatasi dapat menimbulkan dampak negatif pada caregiver, seperti depresi, stres kronis, dan emosi negatif. Emosi negatif yang tidak diatasi dapat muncul dalam sikap dan perilaku kurang partisipatif dalam perawatan ODS. Hal ini kemudian dapat mengarah pada prognosis kesembuhan ODS yang memburuk dan menjadi faktor prediksi kekambuhan ODS (Bahari, Sunarno, & Mudayatiningsih, 2017). Dengan begitu, dapat terlihat bahwa laki-laki dan perempuan spousal caregiver merasakan beban yang sama, akan tetapi gender roles yang ada membuat laki-laki cenderung untuk menyimpan perasaannya sendiri, sehingga tulisan ini berfokus pada subjective caregiver burden yang dialami laki-laki spousal caregiver karena subjective caregiver burden yang tidak dipahami dan diatasi dapat mempengaruhi prognosa kesembuhan ODS.

 

Ditemukan bahwa faktor utama yang berperan ialah minimnya social support dan perselisihan dengan keluarga besar ODS. Laki-laki spousal caregiver mengalami subjective caregiver burden dalam bentuk emosi negatif seperti perasaan sedih, khawatir, tertekan, stres, lelah, dan marah. Laki-laki spousal caregiver juga memiliki pikiran negatif, seperti terlintas keinginan untuk mengakhiri hidup, menceraikan ODS, dan mengembalikan ODS ke keluarganya. Hal ini menimbulkan dampak negatif dimana hubungan laki-laki spousal caregiver dengan keluarga ODS menjadi renggang dan berkonflik, pribadi menjadi lebih datar, temperamen, dan negatif, juga perilaku cenderung lebih kasar. 

 

Dalam menghadapi emosi negatif yang intens, laki-laki spousal caregiver cenderung melakukan emotion-focused coping dengan berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan. Ada baiknya bagi laki-laki spousal caregiver untuk mencari bantuan psikologis dari tenaga profesional sekiranya merasakan emosi negatif yang terlalu intens hingga kesulitan untuk mengelolanya. Selain itu, baik keluarga laki-laki spousal caregiver ataupun ODS diharapkan dapat memberikan dukungan dalam perawatan.

 

 

Referensi:

 

Bahari, K., Sunarno, I., & Mudayatiningsih, S. (2017). Beban keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia, 3(1), 45-53.

 

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III). Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI.

 

Friedemann, M. L., & Buckwalter, K. C. (2014). Family caregiver role and burden related to gender and family relationships. Journal of family nursing20(3), 313-336.

 

Hoenig, J., & Hamilton, M. W. (1966). The schizophrenic patient in the community and his effect on the household. International journal of social psychiatry, 12(3), 165-176.

 

Jarut, Y. M., Fatimawali, Wiyono, W. I. (2013). Tinjauan penggunaan antipsikotik pada pengobatan skizofrenia di rumah sakit Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado periode Januari 2013 - Maret 2013. PHARMACON, 2(3), 54-57. 

 

Mohamad, M. S., Abdullah, F., & Zain, F. M. (2018). Mengupayakan penjagaan tidak formal merentas gender: empowering informal caregivers across gender. HUMANISMA: Journal of Gender Studies, 2(2), 172-188.

 

Perry, O. A, & Lestari, M. D. (2018). Bangkit dari penyesalan: studi naratif kehidupan bermakna suami sebagai caregiver bagi istri dengan skizofrenia. Jurnal Psikologi Udayana, 6(2), 366-379.

 

Pradipta, R. Y. (2019). Bentuk dukungan keluarga pada caregiver sebagai upaya pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di samarinda. Psikoborneo, 7(1), 135-146. 

 

Putri, Y. N. S. (2010). Coping stress suami yang memiliki istri skizofrenia (Bachelor dissertation, Universitas Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia).

 

Sharma, I., Tripathi, C. B., & Pathak, A. (2015). Social and legal aspects of marriage in women with mental illness in india. Indian Journal of Psychiatry, 57(2). Doi: 10.4103/0019-5545.161499

 

Simon, M., Chen, R., & Dong, X. (2014). Gender differences in perceived social support in U.S. Chinese older adults. Journal of Gerontology & Geriatric Research, 3(4), 163-173.