ISSN 2477-1686

Vol. 7 No. 24 Des 2021

Peran Psikologi Forensik dalam Melakukan Investigasi dan Penanganan pada Kasus Pembunuhan 

 

Oleh

Desi Rahmawati & Putri Pusvitasari

Prodi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Tindak pidana semakin berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini tidak dapat dijadikan suatu tindak pidana jika setiap orang memiliki perkembangan pola pikir yang berbeda-beda. Menurut Syam, dkk (2017) salah satu tindak pidana yang masih sering terjadi sampai sekarang adalah kejahatan pembunuhan.

 

Syam, dkk (2017) menyatakan bahwa tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain (pembunuhan) dilakukan dengan berbagai motif kejahatan yang melatar belakanginya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh pelaku pembunuhan, seperti politik, kecemburuan, dendam, membela diri dan atau gangguan kejiwaan sehingga tidak dapat berpikir seperti orang pada umumnya (Sulmustakim, 2019). Maka dari itu, dibutuhkan ilmu psikologi forensik untuk mengungkapkan kejahatan tindak pidana pembunuhan yang semakin berkembang ini.

 

Psikologi forensik merupakan penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum. Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes di pengadilan, reformulasi, penemuan psikologi ke dalam bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat dimengerti (Budisetyani dkk, 2016).

 

Tugas psikologi forensik di dalam penyidikan pelaku menurut psikolog Yusti Probowati (Sulmustakim, 2019) adalah mengetahui kondisi psikologis tersangka melalui proses asesmen mental tersangka, yaitu mendeteksi ada tidaknya keterbatasan intelektual terdakwa. Psikolog mendeteksi kondisi intelektualitas tersangka tindak pidana dalam rangka memperlancar proses penyidikan. Melakukan asesmen kondisi berisiko dan berbahaya dari tersangka agar psikolog mendapatkan gambaran kemungkinan adanya kondisi berisiko dan berbahaya dari tersangka selama proses penyidikan kepolisian. Asesmen ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi apakah tersangka memiliki kompetensi mental (sakit jiwa) atau tidak. Beberapa peran dari psikologi forensik menurut Budisetyani, dkk (2016) yaitu:

 

1.  Pada pelaku kejahatan dilakukan introgasi agar pelaku mengakui kesalahannya, psikologi forensik dapat membantu polisi melacak pelaku dengan menyusun profil kriminal pelaku, dan psikologi forensik juga dapat melakukan asesmen untuk memberikan gambaran tentang kondisi mental pelaku.

 

2.  Pada korban, psikologi forensik dapat membantu polisi dan melakukan penggalian informasi. Misalnya pada anak-anak atau wanita korban kekerasan dibutuhkan pendekatan khusus agar korban merasa nyaman dan terbuka.

 

3.   Psikologi forensik dapat melakukan otopsi psikologi dengan tujuan merekontruksi keadaan emosional, kepribadian, pikiran, dan gaya hidup almarhum. Otopsi psikologi akan membantu polisi dalam menyimpulkan kemungkinan korban dibunuh atau bunuh diri.

 

Jika dilihat dari proses tahapan penegakan hukum, psikologi berperan dalam empat tahap yaitu pencegahan (detterent), penanganan (pengungkapan dan penyidikan), pemidanaan, dan pemenjaraan. Pada tahap pencegahan, psikologi dapat membantu aparat penegak hukum memberikan sosialisasi dan pengetahuan llmiah kepada masyarakat mengenai pola perilaku kriminal dengan harapan masyarakat mampu mencegah perilaku kriminal tersebut (Darma & Nikijuluw, 2019).

 

Menurut Sulmustakim (2019) apabila pelaku pembunuhan dengan gangguan kejiwaan suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa orang lain dengan cara melanggar hukum, seseorang pelaku pembunuhan dapat melakukan pembunuhan dengan cara yang mungkin tidak terbayangkan oleh orang lain karena sebelumnya seseorang tersebut telah memiliki permasalahan psikologis yang dapat membuat dirinya tidak berada pada realitis ketika ia melakukan hal tersebut. Pembunuhan dengan kasus kejiwaan ini memerlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk menyelesaikannya, terutama antara aparat hukum polri, psikolog dan psikiater sehingga keputusan yang diambil akan lebih bijaksana karena perhatian pada kondisi psikis atau kejiwaan pelaku yang dapat membantu asesmen titik terang perkara. 

 

Apabila pelaku tindak pidana dengan pembunuhan terhadap anak dapat menanggung jawabkan perbuatannya  dan tidak dapat menanggung jawabkannya dapat dibedakan dalam penyidikan apabila pelaku dapat menanggung jawabkan perbuatannya maka tidak dapat pemeriksaan dari psikolog atau psikiater karena pelaku tidak mengalami cacat mental atau stress, sebaliknya apabila pelaku memiliki cacat dalam kejiwaan maka pelaku mendapat pemeriksaan dari psikologi atau psikiater untuk menentukan kenapa pelaku tidak dapat menanggungjawabkan perbuatannya (Sulmustakim, 2019).

 

Menurut teori psikoanalisis (Maramis, 2015) tidak terpecahkannya konflik yang dihasilkan dalam trauma sejak masa kanak-kanak mengakibatkan ketidakteraturan kepribadian (mentaly disorder) dan tingkah laku agresif kepada seseorang. Dengan demikian, bantuan atau masukan dari psikiater dan psikolog menjadi pertimbangan bagi polisi untuk membantu penyelidikan dan penyidikan tersebut.

 

Beberapa teknik investigasi tindak pidana yaitu criminal profiling dan geographical profilingCriminal profiling digunakan untuk menggambarkan profil pelaku criminal, dari segi demografi (umur, tinggi, suku), psikologis (motif, kepribadian), modus operandi, dan setting tempat kejadian (scene). Geographical profiling  yaitu teknik yang menekan pengenalan terhadap karakteristik daerah, pola tempat, setting kejadian tindakan criminal yang bertujuan untuk memprediksi tempat tinggal pelaku criminal sehingga pelaku mudah ditemukan (Darma & Nikijuluw, 2019). 

 

Peran psikologi forensik menurut Darma & Nikijuluw (2019) sebagai salah satu proses dalam pemidanaan pembunuhan ini membawa pembaruan hukum pidana khususnya terhadap penegakan hukum yang efisien, karena indikator penegakan hukum yang baik dalam perspektif psikologi adalah adanya perubahan perilaku pelaku pidana ke arah yang lebih baik.

 

 

Referensi:

 

Budisetyani, I. G. A. P., Herdiyanto, Y. K., Marheni, A., Tobing, D. H., Astiti, D. P., Rustika, I. M., … Supriyadi. (2016). Bahan Ajar Psikologi Forensik. Simdos.unud.ac.id, https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/2029015f714af0ba2e40833cd96fbe65.pdf

 

Darma, I. M. W. & Nikijuluw, B. (2019). Psikolog Forensik Sebagai Salah Satu Proses Pemidanaan. Binamulia Hukum, 8(2). https://doi.org/10.37893/jbh.v8i2.74

 

Maramis, M. R. (2015). Peran Ilmu Forensik dalam Penyelesaian Kasus Kejahatan Seksual dalam Dunia Maya (Internet). Jurnal Ilmu Hukum, II(7).

 

Sulmustakim, A. (2019). Kedudukan Psikologi Forensik dalam Penanganan Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan dengan Kekerasan terhadap Anak. Jurnal Ilmu Hukum, 1(2).

 

Syam, D. R., Baskoro, B. D. & Sukinta. (2017). Peranan Psikologi Forensik dalam Mengungkapkan Kasus-Kasus Pembunuhan Berencana (Relevansi “Metode Lie Detection” dalam Sistem Pembuktian menurut KUHP). Diponegoro Law Journal, 6(4).