ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 24 Des 2021
Tindak Pidana Terhadap Korban Dan Pelaku Bullying Pada Remaja
Oleh
Annisa Alivia Wibowo dan Putri Pusvitasari
Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Dalam kehidupan sosial setiap anak itu memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, ada yang terlahir degan fisik yang sempurna dan ada juga yang tidak sempurna, ada juga anak yang terlahir dari keluarga yang berkecukupan dan sederhana. Anak akan bertumbuh menjadi remaja dan mulai mengenal lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan keluarganya sendiri. Dan keterampulan dari berinteraksi sosial pun akan semakin meningkat. Jika orang tua menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak maka anak pun akan menyerap nilai-nilai baik pula bagi kehidupannya tersebut, sebaliknya jika orang tua menanamkan nilai-nilai jelek maka anak pun akan menyerap nilai-nilai jelek pula dan akan membuat sang anak mengalami gejala-gejala patologis seperti kenakalan remaja seperti contohnya bullying.
Saat ini, bullying merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat Indonesia. Sercombe, Howard dan Brian Donelly meringkas pengertian Bullying menjadi: “Bullying is a relationship. It is a two-way thing. The attempt to dominate needs to be answered by subordination in order for the Bullying relationship to be Estabilished”,“Bullying is therefore no primarily a description of a person or a behaviour but a kind of relationship. Those who bully and those who aee bullied are in a relationship with each other”, “Bullying is a relationship of violence: i.e. involving the intent to harm (Including, potentially, physical, emotional and other means). It is not the only form of violence, but it is one form. As such, it is ethically wrong”,“Bullying’s intention is not only domination, but a radical domination involving the attempted extinguishment of agency. The goal is not subjection but abjection. “Bullying involves intended action: it is an active and deliberate intervention. The intention to harm is not negated by culpable ignorance”, “The actual intervention may not be repeated, but the threat at least needs to be sustained over time. Typically, the threat will be sustained by actions: looks, messages, confrontations or physical interventions”.
KPAI mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk Bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat. Angka murid korban bully ini jauh di atas rata-rata negara anggota OECD yang hanya sebesar 22,7%. Selain itu, Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami perundungan. Selain mengalami perundungan, murid di Indonesia mengaku sebanyak 15% mengalami intimidasi, 19% dikucilkan, 22% dihina dan barangnya dicuri. Selanjutnya sebanyak 14% murid di Indonesia mengaku diancam, 18% didorong oleh temannya, dan 20% terdapat murid yang kabar buruknya disebarkan.
Tindak pidana Bullying bukanlah suatu tindakan pidana baru di tengah masyarakat. Remaja yang mengalami tindakan bullying ini pun sangat banyak terjadi di Indonesia. Bullying sering dianggap sepele oleh sebagian orang. Contohnya dari anak yang sering melakukan candaan kepada teman-teman sebayanya hingga berlebihan dan membuat sang anak sakit hati. Jika terus menerus dilakukan akan membuat korban bullying tersebut merasa stress dan akan berbahaya bagi psikologisnya. Adapun perlindungan hukum terhadap pelaku dan korban bullying ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak, Perlindungan Terhadap Korban Bullying berdasarkan kitab Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Setiap warga negara pada hakikatnya berhak atas rasa aman dan memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945:
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Termasuk didalamnya mendapatkan perlindungan dari tindak pidana Bullying, yang mana tindak pidana Bullying dapat memberikan rasa takut maupun dampak secara fisik dan psikis lainnya. Di Indonesia sendiri terdapat peraturan mengenai tindak pidana Bullying, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014:
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Pada kasus tindak pidana Bullying, penulis menitikberatkan pada pasal yang erat kaitannya dengan kekerasan, yaitu pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut apabila dilanggar memiliki konsekuensi yang tercantum dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:
1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)
2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang Tuanya.
Referensi :
Tim (Komisi Perlindungan Anak Indonesia [KPAI]. 2020). Sejumlah Kasus Bullying Sudah Warnai Catatan Masalah Anak di Awal 2020, Begini Kata Komisioner KPAI. https://www.kpai.go.id/publikasi/sejumlah-kasus-bullying-sudah-warnai-catatan-masalah-anak-di-awal-2020-begini-kata-komisioner-kpai
Dwi Hadya Jayani dan Safrezi Fitra. (2019). PISA: Murid Korban Bully di Indonesia Tertinggi Kelima di Dunia. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/12/12/pisa-murid-korban-bully-di-indonesia-tertinggi-kelima-di-dunia
Pemerintah Indonesia. (2012). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153.
Pemerintah Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 297.Sercombe, Howard, and Brian Donelly. 2012. Bullying and Agency: Definition, Intervention, and Ethics. Journal of Youth Studies, 491-502.