ISSN 2477-1686

Vol. 7 No. 22 Nov 2021

Melihat Kondisi Psikologis dan Dampak Perubahan Perilaku pada Aparat Hukum di Masa Pandemi Covid-19

 

Oleh

Hana Vicha Sanchia R. & Putri Pusvitasari

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Pada tahun 2020 dunia digemparkan dengan kemunculan virus baru yang menyebar dengan sangat cepat melalui udara, virus ini dikenal dengan sebutan Coronavirus. Pada Desember 2019 (Zendrato, 2020) tepatnya di Wuhan, Cina ditemukannya virus corona baru yang disebut Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Infeksi virus ini disebut COVID-19 dan lebih berbahaya dibanding SARS atau MERS. Virus ini telah menyebar ke beberapa penjuru dunia, terutama masuk wilayah Indonesia pada bulan Maret 2020 (Azimah, 2020). 

 

Kemunculan covid-19 di Indonesi membuat pemerintah menghimbau masyarakat dengan menghindari aktivitas di luar rumah untuk memutus penyebaran Covid-19. Beberapa negara di dunia memberlakukanlockdown untuk negara mereka, sedangkan Indonesia sendiri menerapkan kebijakan social distancing dan PSBB atau Pembatasan Sosial Bersekala Besar dengan harapan mengurangi krisis ekonomi yang melanda (Nasution dkk, 2020). Adanya kebijakan yang telah ditetapkan tersebut masih banyak karyawan-karyawan yang harus dirumahkan hingga diberhentikan dari pekerjaannya dengan alasan untuk menutup kerugian yang semakin besar (Honoatubun, 2020). 

 

Terlihat saat ini jumlah kasus Covid-19 di Indonesia semakin meningkat dengan pesat yang tercatat bertambah 10.000 dalam sehari (Kompas, 2021)Menurut Brook (Lempang dkk, 2021) pandemi yang terjadi memiliki pengaruh terhadap kondisi psikologis masyarakat seperti gangguan stress pasca trauma (post-traumatic stress disorder), depresi, frustasi, insomnia, merasa diri tidak berdaya serta adanya kondisi dimana individu takut terinfeksi Covid-19. Apalagi dengan diberlakukannya WFH atau Work From Home dan adanya sebagian karyawan yang diberhentikan, hal tersebut menyebabkan rasa jenuh, cemas, dan stress bahkan depresi. 

 

 

Perubahan kebiasaan yang dialami individu terlalu mendadak, dan membuat individu mengalami perubahan perilaku di masa pandemi ini. Ada individu yang lebih mendekatkan diri dengan Tuhan, namu ada pula yang menunjukkan perilaku menyimpang dari norma masyarakat dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup di masa pandemi walaupun menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

 

Penyimpangan perilaku tersebut banyak terjadi di kalangan masyarakat, namun terdapat pula kasus yang terjadi pada kalangan aparat pemerintah, salah satunya kepolisian. Anggota kepolisian ini terlibat hukum karena melakukan pengedaran narkoba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jenderal Polisi Idham Azis yang marah karena terdapat salah satu anggota perwira polisi di Pekanbaru terlibat dalam penyeludupan 16 kg sabu (Sindo, 2020).

 

Menurut Reza Indragiri Amriel seorang psikolog forensik mengatakan bahwa polisi memiliki kewajiban yang berat, terutama dalam bagian reserse kriminal, selain itu polisi dituntut untuk menuntaskan kasus dengan cepat yang mana membuat kesehatan jiwa terganggu. Menurut Reza selain dibebani dengan kasus yang ada, polisi dibebani pula dengan tuntutan organisasi, tekanan masyarakat, intervensi politik, kejahatan yang semakin kompleks, serta masalah pribadi. Reza melihat bahwa polisi yang terlibat kasus narkoba disebabkan oleh faktor ekonomi, dimana mereka terlibat sebagai pengedar atau penjual, bukan pemakai (Sindo, 2020).

 

Adanya tuntutaan ekonomi yang dialami polisi tersebut membuatnya mencari jalan keluar dengan mengedarkan narkoba, padahal seperti yang kita ketahui bahwa kalangan kepolisian seharusnya mengerti dan paham mengenai hukum dan konsekuensi jika ia melakukan hal tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikatakan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.

 

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan bahwa pengungkapan tindak pelaku narkoba termasuk polisi merupakan bentuk dari komitmen pimpinan Polri dalam memberantas narkoba, menurutnya siapa pun yang terlibat dalam harus mendapatkan hukuman. Selain itu komitmen Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengatakan bahwa setiap anggota yang terlibat harus dijatuhkan hukuman mati karena ia mengetahui undang-undang yang berlaku dan ia mengetahui hukum (Sindo, 2020).

 

 

Referensi:

 

Azimah, Rizki Nor, Ismi Nur Khasanah, Rizky Pratama, Zulfanissa Azizah, Wahyu Febriantoro, Shafa Rifda Syafira Purnomo. (2020). Analisis Dampak Covid-19 Terhadap Sosial Ekonomi Pedagang Di Pasar Klaten Dan Wonogiri. EMPATI: Jurnal Kesejahteraan Sosial. 9(1).

 

Honoatubun, S. (2020). “Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia”. EduPsyCouns Journal,2(1):151.

 

Nasution, D. A. D., Erlina, & Muda, I. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia.Jurnal Benefita, 5(2), 212-224. Doi: 10.22216/jbe.v5i2.5313

 

Kompas. (2021, Juni 18). Kasus Covid-19 Meningkat, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Lockdown dan Percepat Vaksinasi. Diambil kembali dari kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2021/06/18/04240021/kasus-covid-19-meningkat-pemerintah-diminta-pertimbangkan-lockdown-dan

 

Lempang, G. F., Walenta, W., Rahma, K. A., Retalista, N., Maluegha, F. J., & Utomo, F. I. (2021). Depresi Menghadapi Pandemi Covid-19 pada Masyarakat Perkotaan (Studi Literatur). Jurnal PAMATOR, 14(1), 66-71.

 

Sindo, K. (2020, Oktober 27). Komitmen Berantas Narkotika, Hukum Mati Polisi Terlibat Narkoba? Diambil kembali dari nasional.sindonews.com: https://nasional.sindonews.com/read/209876/13/komitmen-berantas-narkotika-hukum-mati-polisi-terlibat-narkoba-1603743001?showpage=all

 

Zendrato, A. (2020). Gerakan Mencegah daripada Mengobati Terhadap Pandemi COVID-19. Jurnal Education and development, 8(2), 242-248.