ISSN 2477-1686

Vol. 7 No. 15 Ags 2021

Berbeda Namun Dia Tetap Saudara Ku

 

Oleh:

Dian Kharirani, Mei Hana Cita Utami, Saharani Indriyanti, 

dan Laila Meiliyandri Indah Wardani

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

 

Jean Piaget mengemukakan teori perkembangan kognitif dimana menurutnya anak-anak tumbuh melalui 4 tahap perkembangan mental. Fokus teori ini bukan hanya pada bagaimana anak – anak mendapatkan pengetahuan tapi juga pada hakikat kecerdesan itu sendiri. Tahapan perkembangan menurut Jean Piaget adalah sebagai berikut:

  •        Tahap sensorimotor : sejak lahir - berusia 2 tahun
  •        Tahap praoperasional : umur 2 - 7 tahun
  •        Tahap operasi kongkret : umur 7 - 11 tahun
  •        Tahap operasional formal : umur 12 tahun ke atas

Perkembangan anak ditentukan melalui interaksinya dengan lingkungan dan proses pendewasaan biologisnya. Pada setiap tahap perkembangan, pemikiran anak secara kualitatif berbeda dari tahap lainnya, yaitu setiap tahap melibatkan jenis kecerdasan yang berbeda (Mcleod, 2020). Anak–anak layaknya seorang ilmuwan kecil yang mempelajari dunia dengan observasi dan eksperimen. Pengetahuan mereka bertambah saat mereka berinteraksi dengan dunia disekitarnya. Ide yang sebelumnya sudah mereka miliki menjadi landasan untuk mengakomodasi pengetahuan baru mereka (Cherry, 2021).

 

Lalu bagaimana perkembangan kognitif pada anak yang mengalami autisme? Sebelumnya mari kita mengenal dulu pengertian dari autisme. Autisme mempengaruhi keterampilan komunikasi, sosial, pengaturan diri, dan hubungan seseorang. Autisme merupakan disabilitas pada perkembangan yang sifatnya kompleks dan terjadi seumur hidup. Meskipun saat ini tidak ada penyebab tunggal autisme yang diketahui, diagnosis dini membantu seseorang menerima dukungan dan layanan yang mereka butuhkan, yang dapat mengarah pada kehidupan berkualitas yang dipenuhi dengan peluang (Autism Society, n.d.).

 

Berbeda dari anak kebanyakan, anak dengan autisme mengalami keterlambatan dalam perkembangan. Anak–anak dengan autisme jarang melakukan kontak mata dan menghindari kontak fisik dari orang sekitarnya. Hal–hal yang bagi kita merupakan hal yang mudah pun bisa menjadi hal yang rumit bagi mereka para penderita autisme. Mereka pun tidak bisa diam dan sulit untuk berkonsentrasi. Sayangnya, masih banyak orang yang tidak mengerti tentang autisme dan suka mengolok para penderita autisme karena dimata mereka, para penderita autisme adalah orang yang tidak normal dan aneh karena memiliki perilaku yang berbeda dengan orang kebanyakan. Padahal perbedaan inilah yang membuat anak penderita autisme menjadi istimewa.

 

Adikku Fajrul adalah seseorang yang mengidap autisme sejak batita saat berusia kurang lebih 2 - 3 tahun. Diketahui bahwa Fajrul termasuk kedalam autime fiksasi. Autisme fiksasi merupakan keadaan dimana seorang anak yang saat lahir dinyatakan normal (Agustine, Dewi, Fitri, & Nursari, 2019). Saat dia masih bayi keadaanya cukup normal dan perkembangannya pada tahap sensori motor berjalan dengan baik, sampai saat ia memasuki usia berjalan seperti bayi pada umumnya pun dia merangkak dan beraktifitas layaknya bayi pada umumnya. Tanda-tanda autisme baru diketahui ketika keluarga merasakan perbedaan perkembangan pada Fajrul, diawali dengan Fajrul yang sulit untuk berbicara/berkomunikasi dan susah untuk fokus. Hal ini pun mengakibatkan Fajrul mengalami keterlambatan perkembangan pada masa praoperasional karena Fajrul mengalami kesulitan dalam berbicara. Namun disatu sisi Fajrul unggul dalam melakukan imitasi secara tidak langsung karena Fajrul dapat memahami setiap gerakan/tindakan dalam satu kali pemraktekan dan langsung dapat menghafalnya. 

 

Seseorang yang mengidap autisme biasanya memiliki karakteristik mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, berkomunikasi, dan memahami perasaan orang lain. Karena autisme merupakan gangguan yang terjadi diotak dan mengakibatkan otak tidak dapat berfungsi secara normal maka autisme tidak termasuk sebagai penyakit kejiwaan. Sederhananya autisme merupakan keadaan dimana seseorang asik dengan dunianya sendiri. Karena itu lah dibutuhkan bimbingan khusus bagi anak yang menderita autisme agar mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan orang disekitarnya.

 

Autisme Fajrul tergolong berat pada saat usianya 2 tahun karena ini merupaka pertama kalinya keluarga memiliki anggota yang mengidap autisme. Namun setelah melakukan terapi yang intensif, autisme Fajrul digolongkan ke kategori autis ringan. Fajrul mulai terapi sejak usia 2 tahun di rumah sakit daerah Banyumas dan menjalani terapi ABA (Applied Behavioral Analysis) dan terapi khusus. Dengan terapi ABA Fajrul diajarkan bagaimana caranya berinteraksi, berkomunikasi, berbahasa, dan sebagainya yang dapat membantunya dalam melakukan kehidupan bersosialisasi.

 

Orang tua Fajrul memutuskan untuk menyekolahkan Fajrul  jenjang pendidikan di sekolah luar biasa atau biasa disebut dengan sekolah khusus anak berkebutuhan. Fajrul selalu naik kelas dari TK hingga SMP. Pada usia 7 – 11 tahun disinilah anak – anak memasuki tahap operasi berfikir kongkret dimana pada tahap ini pemikiran mereka berdasar pada pengaturan yang logis. Salah satu contoh masa operasional kongkret yang dialami fajrul yaitu penghilangan sifat egosintrisme yang berarti kemampuan melihat suatu hal melalu sudut pandang orang lain. Contohnya adalah saat Fajrul menaruh barang kesukaannya sesuai dengan tempatnya, namun suatu saat ayahnya mengambil barang - barangnya tersebut lalu memindahkannya ke tempat lain. Setelah itu fajrul kembali lagi untuk mengecek dan mengambil barang-barang miliknya. Pada tahap operasional kongkret anak–anak akan berfirik barang yang ia miliki ada pada tempat terakhir kali ia menyimpannya meskipun mereka mengetahui bahwa barangnya telah dipindahkan ke tempat yang lain.

 

Terkadang Fajrul masih sering asik dengan dunianya sendiri meskipun ia sudah memasuki usia remaja atau SMP. Pada akhir pekan Fajrul sering menghabiskan waktunya dengan sanak saudara atau keluarga untuk memperlancar komunikasi 2 arahnya. 

Pada tahap operasional formal Fajrul mengalami perlambatan dalam pola pikirnya. Berdasarkan usianya, sehrusnya remaja pada tahap ini sudah memiliki kemampuan berfikir secara sistematis yang memungkinkan mereka untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Namun karena Fajrul mengalami keterlambatan, pola fikirnya masih terjebak pada tahap operasional kongkret. Contohnya adalah ketika Fajrul memecahkan barang lalu membenarkannya dengan lem dan barang itu seketika bagus kembali. Dan dilain hari dia tidak sengaja memecahkan sebuah televisi, karena pola fikir Fajrul masih berada dalam tahap operasi kongkret, ia akan berfikir bahwa televisi yang rusak bisa dibenarkan dengan lem dan akan kembali bagus seperti semula karena Fajrul hanya menghubungkan satu rangkaian sebab-akibat saja. Padahal, remaja pada usianya akan berfikir formal dimana mereka memikirkan beberapa kemungkinan yang mengakibatkan televisinya tidak bisa dinyalakan seperti semula kembali. Bisa jadi karena LCDnya rusak, bagian televisinya ada yang tidak berfungsi kembali, dan sebagainya. Anak remaja pada tahap operasional formal memiliki kemampuan untuk menghadapi persoalan yang kompleks karena tingkat ekulibrum mereka tinggi yng menyebabkan kemampuan berfikir mereka efektif dan fleksibel.

 

Para anak yang mengidap autisme memerlukan bimbingan dan arahan khusus dalam pengembangan potensinya menyesuaikan perkembangan kognitif pada anak tersebut. Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus :

  •        Aspek fisik, merupakan ketidakmampuan segi fisik dari anak berkebutuhan khusus. 
  •        Aspek sosial, kesulitan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar dan mengalami kesulitan bersosialisasi.
  •      Aspek mental, kemampuan mental seseorang dibagi menjadi 2 yaitu dengan mental lebih (supernormal) dan kemampiuan mental rendah (subnormal) (Masita).

 

Diperlukan kerjasama yang baik antara pengajar, lingkungan sekitar, serta orang tua dalam mendidik anak denagn autisme. Lingkungan sekitar dimana anak autisme berada dapat mempengaruhi bagaimana ia berperilaku. Dalam pengembangan potensinya juga diperlukan peranan masyarakat baik didalam maupun di luar sekolah agar potensi anak tersebut teararah dengan baik serta dapat melakukan kegiatan sosisalisasi yang baik dengan orang-orang disekitarnya.

 

 

Referensi:

 

Agustine, I., Dewi, N., Fitri, Z., Nursari, B(2019)Kemampuan Kognitif Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Dalam Proses Pembelajaran Pada Program Studi Jepang (S1) Di Universitas Darma Persada. Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil. Vol. VII/No.1. 

 

Cherry, K. (2021)The 4 Stages of Cognitive Development Background and Key Concepts of Piaget's Theory. Verywell Mind. https://www.verywellmind.com/piagets-stages-of-cognitive-development-2795457#:~:text=Jean%20Piaget's%20theory%20of%20cognitive,stage%3A%20birth%20to%202%20years

 

Masita, H.  Proses Perkembangan Kognitif Anak Berkebutuhan Khusus. DosenPsikologi.https://dosenpsikologi.com/proses-perkembangan-kognitif-anak-berkebutuhan-khusus

 

Mcleod, S. (2020). Piaget's Theory and Stages of Cognitive Development Background and Key Concepts of Piaget's Theory. Simply Psychology. https://www.simplypsychology.org/piaget.html

 

Autism Society. (n.d.). What is Autism. Autism Society. Retrieved from: https://www.autism-society.org/what-is/.