ISSN 2477-1686

Vol. 7 No. 14 Juli 2021

Siap Menghadapi Kelas Daring Tanpa Garing

 

Oleh:

Elpriska Wel Halawa

Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

 

Virus Corona, sudah sangat familiar bukan? Ya, siapa yang tidak kenal dengan virus menakutkan yang satu ini. Sejak kehadiran virus Corona di Wuhan pertama kali dan kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk negara kita, Indonesia, membawa kehancuran yang luar biasa pada hampir semua aspek kehidupan. Tak dipungkiri lagi, kehadiran virus ini memaksa seluruh manusia untuk tetap berada di rumah, menggunakan masker dan menjaga jarak satu sama lain. Peraturan atau pola kehidupan baru ini (new normal) menimbulkan suatu pola yang belum pernah terjadi sebelumnya secara global. Semua aktivitas di luar rumah harus dilakukan secara virtual dari dalam rumah dengan didukung oleh teknologi canggih yang telah berkembang pesat. 

 

Sudah tak asing bagi orang-orang mendengar istilah work from home atau online classes. Semua dilakukan serba online, dari pekerjaan, komunikasi, pendidikan, keagamaan, komunitas, sosial dan budaya dan sebagainya. Ada sebagian orang yang tidak masalah dengan inovasi baru ini karena mereka memang sebelumnya sudah terbiasa menggunakan teknologi-teknologi berbasis online dalam aktivitasnya. Ada juga sebagian orang yang mempermasalahkan hal ini dengan berbagai alasan yang mereka ciptakan sendiri. Salah satunya bersumber dari diri mereka sendiri, bagaimana kesiapan hati mereka untuk menerima dan mengikuti sistem yang serba online di masa pandemi COVID-19.

 

Penulis telah melakukan mini survei terhadap peserta didik dengan kategori pedagogi  usia di bawah 16 tahun dan usia di atas 16 tahun. Survei ini dilakukan dalam rangka penelitian mengenai “Gambaran Minat Belajar dan Mengajar pada Masa Pandemi”. Temuan yang penulis dapati adalah rata-rata peserta didik cenderung kurang meminati sistem pembelajaran bersifat daring. Mereka belum terbiasa dengan model pembelajaran daring yang mengharuskan mereka bersentuhan dengan aplikasi-aplikasi yang cukup sulit untuk dioperasikan. Apalagi pedagogi adalah usia yang masih membutuhkan bimbingan orang dewasa/berpengalaman untuk mengarahkan mereka memahami bahan pembelajaran dalam proses yang bertahap. Semua bertumpu pada instruksi yang disampaikan oleh guru, figur guru sangatlah penting pada mereka (Danim, 2015).

 

Terjadinya pandemi COVID-19 mengharuskan adanya perubahan-perubahan dalam seni mengajar pedagogi, salah satunya sistem pembelajaran yang tadinya secara tatap muka kini harus berganti dengan menatap layar laptop/handphone. Dulunya, jika belajar, bersama dengan teman-teman sekelas dan dibantu oleh guru di kelas, namun kini harus belajar mandiri di rumah masing-masing. Tak dipungkiri lagi, banyak peserta didik yang menilai sistem daring sangatlah tidak efektif dan terbilang garing. Garing adalah istilah dalam bahasa gaul yang mengartikan ketidak-lucuan atau ketidak-sukaan orang terhadap sesuatu. Penulis memilih kata ini pada judul karena penulis melihat sejak adanya pembelajaran daring banyak anak-anak sekolah yang tidak fokus belajar dan tidak bersemangat mengerjakan tugas. Belajar daring memang sangat garing, begitulah istilahnya. Penulis banyak mendengar keluhan-keluhan yang ada selama kelas daring berlangsung. Keterbatasan belajar daring akhirnya pun menurunkan semangat belajar dikalangan peserta didik kategori pedagogi.

 

Berdasarkan mini survei tersebut tidak semua partisipan memberikan respon negatif. Ada juga partisipan yang tetap mengupayakan segala cara. Biarpun kondisi pandemi mengakibatkan tidak bisa belajar di sekolah/kampus, tetapi mereka masih bisa bertemu dan belajar melalui media online layaknya sedang berada di kelas. Menghadapi kondisi ini, perlu banyak persiapan eksternal dan internal, misalnya menata ruang belajar di rumah senyaman mungkin dan fasilitas belajar yang memadai. Namun, dibalik semua itu kesiapan internal yang menjadi fokus utamanya. Senyaman apapun ruang belajar yang ditata, tapi tidak ada dorongan dalam diri sendiri untuk semangat mengikuti pembelajaran daring, maka tak ada artinya tetap akan berkesan garing. Menurut Santrock, proses yang membangkitkan semangat, arah dan kegigihan perilaku seseorang terhadap suatu stimulus disebut sebagai “Minat” (Santrock, 2012). Minat juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha seseorang untuk melakukan sesuatu (Achru, 2019).

 

Minat muncul dari interaksi individu dengan lingkungannya dan dicirikan oleh komponen afektif serta kognitif. Namun, minat bukan sekedar konstruksi yang menghubungkan domain afektif dan kognitif, tetapi dikaitkan dengan pengalaman emosional yang positif (Krapp, 1999). Lingkungan yang membangkitkan semangat akan membangkitkan gairah belajar meskipun teman-teman dan guru tidak mendampingi para peserta didik yang belajar secara mandiri di rumah. Kegiatan yang diminati peserta didik dilakukan dengan rasa senang dan adanya kepuasan. Seseorang yang memiliki minat terhadap sesuatu akan memberikan perhatian yang besar terhadap objek tersebut (Siagian, 2012). Peserta didik yang tidak memiliki minat terhadap pembelajaran daring cenderung tidak akan memberikan fokus utamanya, dengan kata lain, mereka tidak serius dalam mengikuti pembelajaran sistem daring. Sebaliknya, jika mereka memiliki minat yang positif terhadap pembelajaran daring, maka daring tidak menjadi masalah bagi mereka. 

 

Lalu, bagaimanakah cara yang harus dilakukan agar belajar daring tidak menjadi garing? Selain daripada menata ruangan belajar di dalam rumah senyaman dan sefleksible mungkin, penulis menemukan prinsip cara belajar yang aktif yang bisa diterapkan secara mandiri. Menurut Piaget yang dikutip oleh Page (1990) terdapat empat prinsip belajar aktif. Pertama, peserta didik harus membangun pengetahuannya sendiri sehingga menjadi lebih bermakna. Kedua, cara belajar yang paling baik adalah jika aktif dan berinteraksi dengan objek yang konkrit.  Ketiga, belajar harus terpusat pada peserta didik yang bersangkutan dan bersifat pribadi. Keempat, antara interaksi sosial dan kerja sama harus diberi peranan penting dalam kelas baik dengan sistem luring maupun daring (Pardjono, 2000)

 

Peserta didik dituntut untuk lebih gencar menyikapi inovasi baru ini, karena ini bukanlah kemauan siapa pun, pandemi datang menghambat semua aspek kehidupan. Ada yang rugi dan ada juga yang mengambil keuntungan dari datangnya virus COVID-19. Meskipun pembelajaran saat ini tetap dilakukan secara daring, bukan berarti peserta didik menjadi pasif saat mengikuti kelas konferensi melalui aplikasi zoom misalnya. Tidak ada salahnya untuk lebih aktif berinteraksi dengan guru/dosen saat sedang berada di room kelas daring. Manfaatkanlah semua fitur yang tersedia di media aplikasi online untuk bertanya sesuatu yang tidak/kurang dipahami kepada pengajar yang memberikan materi pembelajaran. Tetap fokus pada target akademik, jangan sampai lengah karena harus berjuang sendirian untuk mengerjakan setiap tugas sekolah atau kampus dari rumah masing-masing. Bentuklah diskusi kelompok secara virtual bersama dengan teman-teman di kelas untuk mempermudahkan pengaksesan informasi akademik. Cara yang tepat dalam menyikapi pandemi ini adalah tetap bersemangat. Long-life learning, kita akan dituntut untuk berproses menjadi lebih baik lewat pengalaman dan kejadian-kejadian di luar dugaan kita selama kita masih bernafas. Belajar daring akan tetap enjoy kita rasakan, jika kita memberikan sepenuh hati kita untuk mengikutinya.

 

Referensi

Achru, P. A. (2019). Pengembangan minat belajar dalam pembelajaran. Jurnal Idaarah , Vol. III No. 2, 205-215.

 

Danim, S. (2015). Pedagogi, andragogi, dan heutagogi. Bandung: Penerbit Alfabeta.

 

Krapp, A. (1999). Interest, motivation, and learning: an educational-psychological perspective. European Journal of Psychology of Education , Vol XIV, 23-40.

 

Pardjono. (2000). Konsepsi guru tentang belajar dan mengajar dalam perspektif belajar aktif. Jurnal Psikologi , 73-83.

 

Santrock, J. W. (2012). Life-span development (Kelima, Jilid 1-2 ed ed.). (A. Chusairi, Trans.) Jakarta: Erlangga.

 

Siagian, R. E. (2012). Pengaruh minat dan kebiasaan belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika. Jurnal Formatif , 122-131.