ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 12 Juni 2021
Kerja Otak Di Saat Tugas Kuliah Mulai Menumpuk
Oleh:
Elpriska Wel Halawa
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Aktivitas yang dilakukansehari-hari sejatinya mempengaruhi kinerja kerja otak manusia. Salah satunya ialah mengerjakan tugas perkuliahan. Suatu kewajiban yang harus diselesaikan untuk memperoleh nilai yang baik. Mahasiswa cenderung menunda untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh dosen dari jauh hari. Alasan yang sering mahasiswa utarakan ialah karena belum menemukan ide, tidak mengerti tentang tugas yang diberikan, dan menunggu hasil jawaban teman. Biasanya mahasiswa, baru akan mengerjakan tugas perkuliahannya sehari sebelum waktu yang telah disepakati. Kebiasaan buruk ini bisa berakibat fatal, misalnya mahasiswa menjadi tergesa-gesa untuk menuntaskan tugasnya sehingga hasilnya menjadi kurang maksimal.
DefenisidanKerjaOtak
Otak ialah dasar fundamental bagi kehidupan psikologis (Lahey, 2012). Bagian bawah otak tepatnya terletak didekat hippotalamus terdapat kelenjar yang bernama Pituitary. Pituitary sering dianggap sebagai kelenjarutama di dalam tubuh. Fungsi pituitary yang paling penting adalah mengatur reaksi tubuh terhadap stress danresistensi terhadap penyakit (Lahey, 2012).
Saat otak diperhadapkan suatu permasalahan penumpukkan tugas, maka hal yang ditimbulkan adalah stres. Konseptualisasi psikologis saat stres merujuk pada suatu proses dimana rangsangan dievaluasi dan respon coping dikembangkan. Stres digunakan untuk merujuk pada peristiwa yang menyebabkan individu mengalami tingkat kesusahan(Phillips, 2006).
Stres berawal dari Hypothalamus Pituitary-Adrenal (HPA) axis, dimana kelenjar endokrin di otak dan adrenal di ginjal saling berhubungan. Inilah yang mengontrol respons tubuh terhadap stres (Phillips, 2006). Adrenal mengeluarkan 3 hormon terpenting dalam reaksi terhadap stres.Hormon itu adalah ephinephrine, norepinephrine (berfungsi sebagai neurotransmitter di otak) dan kortisol.
Pada saat stres, epinephrine akan meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan denyut jantung dan aliran darah. Norepinephrine meningkatkan tekanan darah tetapi dilakukan dengan membatasi diameter pembuluh darah di otot tubuh dan mengurangi aktivitas sistem pencernaan. Ketiga ialah kortisol, mengaktifkan respons tubuh terhadap stres dan memainkan peran penting dalam pengaturan kekebalan tubuh yangmenyebabkan tubuh menjadi lebih tegang.
Peningkatan hormone kortisol menyebabkan otak menyusut dan hilangnya koneksi sinaptik antara neuron. Penyusutan lapisan terluar bagian otak mempengaruhi perilaku seperti tingkat konsentrasi, pengambilankeputusan, dan proses sosial. Kortisol juga menyebabkan hippocampus memproduksi lebih sedikit sel otak yang mempengaruhi kemampuan belajar dan mengingat menjadi menurun.
Penutup
Kebiasaan menunda pekerjaan adalah hal lumrah dan bersifat global di kalangan mahasiswa. Misalnya, kebanyakan mahasiswa sering sekali menumpuk tugas perkuliahannya. Jika hal ini menjadi kebiasaan harian, pelakunya dapat mengalami stres. Bagaimana tidak, di saat yang bersamaan mahasiswa tersebut harusmenyelesaikan semua tugas itu. Belum lagi mahasiswa dituntut untuk membaca materi terlebih dahulusebelum perkuliahan dimulai. Pola pikir seperti inilah yang harus diubah mengingat akibat yang terjadi padaotak jika terus mengalami stres. Stres boleh saja terjadi, namun apa jadinya jika menjadi kronis. Inilahpenyebab mahasiswa memutuskan untuk berhenti kuliah. Mahasiswa seharusnya sudah bisa mengelolaantara waktu bermain dan belajar. Dengan begitu, tidak ada satu pun tugas yang terbengkalai sehingga stresdapat diminimalisir. Stres yang disebabkan oleh kebiasaan menumpukkan tugas dapat berdampak pada otak manusia. Beberapa hormon yang disekresikan saat manusia mengalami stres, dapat mempengaruhi kesehatan otak. Sistem kerja otak yang tidak sehat tentu akan mempengaruhi performa kerja setiap individu.
Referensi:
Lahey, B. (2012). Psychology: an introduction (eleven edition ed.). New York: McGraw-Hill.
Phillips, L. d. (2006). Stress, the hippocampus and the hypothalamic-pituitary-adrenal axis. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry(40), 725–741.