ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 7 April 2021

Tontonan dan Pola Berpikir

 

Oleh:

Anjas Hermawanto & Laila Meiliyandrie Indah Wardani

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

 

 

Terkadang orang-orang tidak menyadari bahwasannya apapun yang kita lihat atau tonton, dapat mempengaruhi diri kita. Dalam hal ini adalah pola pikir (mindset). Kenapa dapat berpengaruh? Ya, pada dasarnya prinsip hidup manusia adalah menyalin dan mengikuti apa yang dilihatnya. Jika hal ini terjadi, maka kita akan kehilangan diri kita yang sebenarnya karna kita telah termotivasi untuk berbuat dari apa yang kita lihat atau kalau pada zaman sekarang adalah tontonan. Tontonan adalah hal yang paling menarik pada zaman sekarang, apalagi dengan adanya medsos (media sosial). Jika pada zaman dulu tontonan umumnya hanya ada di televisi saja, kalau sekarang televisi sudah kalah dengan media sosial. Ya, media sosial lebih menarik ketimbang televisi karna, media sosial lebih banyak jenis tontonannya dan penonton pun bebas memilih video apa saja yang ia sukai.

 

Televisi atau MEDSOS (Media Sosial)?

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) tipe penonton yang mempunyai karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang, yaitu pertama adalah para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang memiliki durasi menonton lebih dari 4 (empat) jam setiap harinya. Kemudian tipe kedua adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang durasi menontonnya selama 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.  Tayangan yang ada di Televisi sendiri bagi kaum muda sudah tidak menarik lagi kecuali ada film-film tertentu yang merupakan film favorit bagi kaum muda khususnya yang bertemakan percintaan. Kaum muda sekarang lebih menyukai suatu media yang sifatnya fleksibel yang bisa digunakan untuk menonton film maupun video apapun, kapanpun dan dimanapun.

 

Kembali lagi ke pola pikir, kenapa pola pikir bermain peran disini? Apakah berpengaruh? Ya, berpengaruh karena kebebasan memilih video ini yang akan menentukan bentuk, arah bahkan kecenderungan pola  pikir seseorang. Seperti halnya contoh dalam dunia pendidikan, seorang siswa tertarik dengan suatu mata pelajaran karna siswa tersebut telah menemukan keasikan dalam belajar mata pelajaran tersebut. Hal ini terjadi karna siswa merasa memiliki potensi dalam mata pelajaran ini yang dimana akan menimbulkan ketertarikan kedepannya. Menurut Maslow manusia yang sehat adalah menusia yang mengembangkan dirinya sendiri melalui kekuatan dari dalam (Sarwono, 2008). Yang berarti bahwasannya siswa yang telah memilih jurusan haruslah mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan tersebut. “seorang murid yang memiliki nilai bagus di mata pelajaran matematika akan mencintai matematika sehingga saat kuliah pun dia mengambil jurusan matematika, dan setelah lulus menjadi guru matematika. Ini merupakan contoh seseorang telah menemukan potensi positifnya sehingga ia mampu mengembangkannya bahkan menjadi seorang pengajar. Potensi, sederhananya, adalah kapasitas untuk memiliki kesempurnaan (Sam N, 2019).

 

Kita kembali lagi ke pembahasan, pola pikir dapat berpengaruh terhadap potensi, tapi sebelum itu, tontonan dapat berpengaruh terhadap pola pikir. Artinya, jika seseorang ingin meningkatkan potensi positifnya maka, tontonannya pun harus yang mendukung dengan potensinya. Biasanya self control kita juga memiliki peran saat kita membuka media social. Self control tidak bekerja secara spontan  dan mudah (Necka, 2015). Self control bisa tergoda jika ada stimulus lain yang lebih menarik menurut diri kita dan dapat merubah niat kita atau tindakan kita. Orang sering gagal dalam pengendalian diri karena mereka tidak dapat melakukan pengaturan yang diperlukan, atau mereka tidak dapat melihat kemungkinan hambatan (Necka et al.,2016). Untuk mengatasinya adalah dengan menguatkan motivasi kita. Motivasi adalah kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk bertindak, berfikir dan merasakan (King, 2017).

 

Sebagai contoh, seseorang siswa STM bernama si A lebih sering menonton video dengan tema perkelahian di media sosial, sehingga siswa STM tadi selalu terlibat tawuran. Apa yang salah dari si A yang merupakan siswa STM dalam contoh tadi?.Ya, tentu saja jawabannya adalah tontonannya. Kenapa? Karna dalam contoh tadi, si A telah menonton video dengan tema perkelahian yang seharusnya dia menonton video dengan tema yang berkaitan dengan teknik atau mesin. Jika Si A menonton video dengan tema perkelahian, dia akan kehilangan potensi positifnya bahkan akan berujung masuk penjara jika dia membunuh siswa lain saat melakukan tawuran.  Dan jika yang di tontonnya adalah video yang berkaitan dengan teknik ataupun mesin, dia akan mendapatkan bahkan akan mengembangkan potensi positifnya sebagai orang yang ahli akan teknik dan mesin di masa yang akan datang. Sesuai dengan teori psikologi humanistic yang mengatakan bahwasannya manusia itu baik tapi masalah social dan mental lah yang membuat mereka benar-benar kehilangan jati diri manusia itu sendiri. Saya sendiri mencoba berprasangka baik kepada anak-anak STM bahwasannya mereka itu dasarnya baik. Tapi karna rata-rata siswa STM itu kebanyakan laki-laki, inilah salah satu factor kenapa siswa STM lebih sering tawuran ketimbang siswa SMA.

 

Peran Guru Dalam Membantu Siswa Dalam Mencari Potensinya.

Selain tontonan, disekolah pun para guru harus bisa membuat siswa menemukan potensi positifnya. Karna dalam proses pencarian potensi positif justru gurulah yang dapat membantu siswa menemukan potensi positifnya bukan siswa itu sendiri. Peranan guru lebih penting karna guru akan mnegarahkan siswanya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Jika guru telah berhasil membantu siswa dalam mencari potensinya, diharapkan siswa dapat lebih tertarik dengan bidang yang sedang ditekuninya dan memiliki ketertarikan yang lebih yang sifatnya menggali dengan cara mencari informasi lain di luar sekolah, dalam hal ini adalah video-video yang ada di media sosial. Sebenarnya video yang ada di media sosial jika kita tonton sesuai dengan potensi yang kita miliki, itu akan sangat lebih berguna ketimbang hanya sekedar membaca buku saja. Didalam video sangat jelas penjelasannya mulai dari teori bahkan sampai pada praktek dan contoh-contoh. Jika sudah seperti ini, siswa yang menonton video yang sesuai dengan potensinya akan memiliki banyak informasi baru didalam dirinya dan bahkan bisa mengembangkan dari apa yang dilihatnya didalam video tersebut. 

 

Maka dari itulah banyak aspek-aspek yang dapat menambah atau bisa juga dapat mengurangi potensi yang kita miliki. Hanya karna salah tontonan, seorang siswa tidak bisa mengembangkan potensinya pada ilmu yang dipelajarinya dan seorang siswa tidak dapat menemukan potensinya jika guru gagal membantu siswa dalam menemukan potensinya.

 

 

Referensi:

 

King, L.A. (2017). Psikologi Umum: Sebuah pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Necka, E., Wujcik, R., Orzechowski, J., Gruszka, A., Janik, B., Nowak, M., and Wojcik, N.,(2016). Nas-50 and Nas-40: New Scales for the assessment of self-control.

Necka, E. (2015). Self-Control Scale AS-36: Construction and validation study.

Perjalanan Panjang STM Hingga Doyan Tawuran. Merahputih. (2019). https://merahputih.com/post/read/perjalanan-panjang-stm-hingga-doyan-tawuran  

Psikologi [7] Perspektif Humanistik Psikologi. Kompasiana (2019). https://www.kompasiana.com/sontoloyo10521/5d31ae19097f3615a37da006/psikologi-7-perspektif-humanistik-psikologi?page=all  

Sam N. 2019. Act and Potency.

Sarwono S. W, (2008). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi edisi 3. Jakarta: Bulan Bintang.

Sukendro, S. P. 2011. Pengaruh Intensitas Tayangan Komedi Pesbukers Dengan Perilaku Meniru Kekerasaan Mahasiswa UPH. Makalah