ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 6 Maret 2021

PRAKTIK UZLAH DI INDONESIA: APAKAH INI BENTUK RADIKALISME?

 

Oleh

Nur Ihsanti Amalia

Division for Applied Social Psychology Research (DASPR)

Yayasan Ruang Damai Indonesia

 

Pernahkah mendengar cerita mengenai Nabi Muhammad SAW yang mengasingkan dirinya di Gua Hira sebelum ia menjadi seorang rasul? Proses mengasingkan diri yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (Islam Pos, 2018). A’taillah, dalam Shihab (2018) menjelaskan konsep ini dengan sebutan Uzlah yang berarti meninggalkan atau menghindari sesuatu atau dalam filsafat berarti tindakan mengasingkan diri dari keramaian masyarakat sekitar dengan tujuan membersihkan hati dari segala kelalaian dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Alim, dalam Arifin dan Rhoyachin (2019) juga menjelaskan Uzlah sebagai suatu kegiatan dimana umat manusia menghindari segala hal yang dapat menjauhkannya dari rahmat Allah SWT. Hasibuan (2015) menjelaskan bahwa Uzlahmemiliki banyak manfaat seperti tersedianya waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, terbebas dari ghibah, riya, dan segala akhlak buruk, serta terbebas dari fitnah, permusuhan antar muslim dan fanatisme bangsa. Uzlah bukanlah merupakan hal baru atau bahkan asing di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas masyarakat pemeluk agama Islam. Praktik Uzlah pun familiar bersamaan dengan maraknya pendidikan pesantren yang ada di Indonesia.

 

Pesantren merupakan salah satu tipe pendidikan berbasis agama yang berfokus pada perkembangan pengetahuan para santri atau murid, khususnya dalam hal agama dan spiritualitas. Pendidikan yang dibangun di pesantren memang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan spiritual dan juga mental para santrinya. Arifin dan Rhoyachin (2019) menjelaskan bahwa salah satu metode yang digunakan dalam pendidikan pesantren untuk membentuk religiusitas para santrinya ialah melalui praktik Uzlah. Praktik Uzlahdi pesantren dilakukan untuk meningkatkan semangat spiritual dan mental para santri di tengah perkembangan zaman yang modern ini. Salah satunya seperti praktik Uzlah yang dilakukan di Pesantren HM Al-Mahrusiyah Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Arifin dan Rhoyachin (2019) mengungkapkan bahwa sejak berdiri di tahun 1988 pesantren ini sudah menjadikan praktik Uzlah sebagai salah satu aktivitas rutin yang dilakukan untuk membentuk mental dan spiritual para santri. 

 

Namun, di era modern dan juga semakin berkembangnya isu radikalisme di Indonesia, bagaimana jika praktik Uzlah justru dijadikan sebagai salah satu alat menyebarkan paham radikalisme? Contohnya ketika konsep mengasingkan diri ini justru dijadikan kesempatan untuk membentuk suatu wilayah kekuasaan dari sebuah kelompok tertentu. Salah satunya seperti berita yang dilansir dari Jawa Pos (2019) bahwa terdapat kelompok Jamaah Anshor Daulah (JAD) yang ditangkap di Gunung Mas, Palangkaya, Kalimantan Tengah pasca melarikan diri selepas Uzlah di Aceh. Kelompok ini berencana untuk melakukan Uzlah kembali dan mengumpulkan jamaahnya di Gunung Mas, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sejatinya, tidak ada yang salah dari Praktik Uzlah apabila mengacu pada definisi yang sudah dibahas sebelumnya. Terlebih lagi, ketika tujuan dari Uzlah ini dilakukan untuk menjauhkan diri dari perbuatan buruk dan meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Namun, sayangnya praktik ini juga bisa dijadikan sebuah alat untuk menyebarkan paham radikal dan mempersiapkan strategi serta rencana hijrah hingga ke Suriah.

 

Maka dari itu, diperlukan sikap terbuka untuk memandang praktik Uzlah dari berbagai sudut pandang bahwa sejatinya hal ini juga bisa disalahgunakan oleh sebagian kelompok lain. Terlebih lagi, manfaat yang dirasakan dari praktik Uzlah ini juga bisa membangkitkan semangat jihad kaum muslimin agar lebih mendekatkan diri pada Allah SWT dan menjauhkan hal-hal yang bersifat duniawi. Selain itu, para pendidik di pesantren-pesantren di Indonesia juga perlu memberlakukan batasan sejauh mana praktik Uzlah tetap sesuai dengan tujuan awal yang ingin dicapai untuk membentuk mental dan spiritual para santri. Tentunya dengan adanya pengawasan dan batasan yang jelas, kekeliruan Uzlah dijadikan sebagai alat penyebaran paham radikal di Indonesia dapat dihindari. 

 

Referensi:

 

Arifin, Z., & Rhoyachin, M. (2019). Uzlah Practice to Enhance Santri’s Mentality and Spirituality. Jurnal Pendidikan Islam, 5(12), 201-210. 

 

Hasibuan, A. (2015). Transformasi Uzlah dalam Kehidupan Modern. Hikmah, 2(1), 92-103. 

 

Islam Pos. (2018). Uzlah Rasulullah di Gua Hira. Diakses dari https://www.islampos.com/uzlah-rasulullah-di-gua-hira-128660/

 

Jawa Pos. (2019). Kabur dari Aceh, Kelompok JAD Terhenti di Kalteng. Diakses dari https://www.jawapos.com/jpg-today/12/06/2019/kabur-dari-aceh-kelompok-jad-terhenti-di-kalteng/

 

Shihab, M. Q. (2018). Konsep Uzlah dalam Perspektif Ibn Bajjah. Skripsi. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.