ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 5 Maret 2021

 

RIVALITAS ANTAR SUPORTER DI INDONESIA

 

Oleh

Alfinyogia Rahman & Mochammad Sa’id

Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang

 

 

Pendahuluan

Sepak bola telah menjadi salah satu cabang olahraga di Indonesia yang sudah menjadi tontonan wajib. Mulai dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa rela untuk mendukung tim kebanggaannya saat berlaga. Pendukung sepak bola atau yang biasa kita sebut dengan suporter ini sudah tersebar luas di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Suporter tidak hanya terdiri dari kaum pria saja, tetapi juga dari kaum perempuan yang ikut andil dalam mendukung tim kebanggaannya saat berlaga.

 

Dengan banyaknya pendukung atau suporter yang telah tersebar di Indonesia ini, tidak menutup kemungkinan juga akan menimbulkan berbagai konflik atau gesekan antar suporter yang disebabkan oleh tingginya rivalitas itu sendiri. Selain tingginya rivalitas antar suporter, persaingan di liga Indonesia yang ketat membuat para supporter melakukan berbagai cara agar tim kebanggaannya bisa meraih kemenangan. Mulai dari hinaan di media sosial sampai larangan tim tamu untuk datang ke stadion pun dilakukan. Meskipun pihak kepolisian sudah memberikan larangan kehadiran di stadion kepada suporter klub yang berpotensi menimbulkan konflik, para suporter tetap saja tidak menghiraukannya. Dan hal-hal inilah yang nantinya akan bisa memakan korban jiwa. Menurut data dari Litbang Save Our Soccer (SOS), 76 suporter tewas akibat mendukung tim sepak bola kebanggan mereka, terhitung dari sejak tahun 1994 (Wirajati, 2018).

 

Mengapa Terus Terjadi?

Rivalitas antar suporter yang terjadi di Indonesia selama ini merupakan salah satu bentuk agresi antarkelompok. Hal ini dikarenakan rivalitas tersebut telah memenuhi 3 syarat agresi antarkelompok (Hanurawan, 2010). Pertamarivalitas yang tinggi mendorong mereka untuk saling melukai satu sama lain dengan niat yang sengaja. Kedua, terkadang mereka datang ke stadion bukan karena menonton sepak bola ataupun mendukung tim kebanggaannya berlaga, melainkan untuk melukai suporter lawan. Ketiga, adanya penghindaran dari suporter lawan saat mereka ketahuan menyusup di stadion, dan akhirnya terjadi aksi kejar-kejaran di sepanjang jalan.

 

Apabila ditelaah lebih jauh, rivalitas tersebut disebabkan oleh paling tidak 3 hal. Pertama, adanya agresi secara verbal dan secara fisik (Hidayat et al., 2014). Agresi fisik dapat berupa memukul suporter lawan, melempar botol, bahkan menyerang suporter lawan hingga tewas. Sedangkan agresi verbal bisa berupa provokasi terhadap pihak lawan serta nyanyian lagu rasis di sepanjang pertandingan. Kedua, kecenderungan untuk terlalu fanatik dalam mendukung tim kebanggaannya berlaga dan hanya memikirkan bagaimana timnya bisa memenangkan pertandingan. Mereka tidak memikirkan keamanan serta keselamatan mereka sendiri, bahkan rela mengorbankan apapun agar tim yang didukungnya meraih kemenangan. 

 

Penyebab yang ketiga adalah perasaan menjadi bagian dari kelompok (identitas kelompok). Kesadaran identitas kelompok ini membuat mereka seakan-akan kehilangan identitas dirinya dan mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dalam kesatuan kelompok tersebut. Hal ini selaras dengan teori identitas sosialyang mengatakan bahwa seseorang akan lebih mempunyai pandangan positif mengenai kelompok mereka saat mereka menjadi bagian dari suatu kelompok serta letak harga diri mereka juga terletak pada kelompok tersebut (Baron & Branscombe, 2011). Maka dari itu, tidak heran jika perkelahian di antara suporter terjadi secara gerombolan.

 

Apa yang Harus Dilakukan?

Problem rivalitas antar suporter di Indonesia jika dibiarkan terus-menerus akan menambah korban-korban yang lainnya. Semakin banyaknya korban yang berjatuhan akan membuat nama Indonesia di mata dunia mendapatkan sorotan, terutama oleh federasi tertinggi di dunia yaitu FIFA (Fédération Internationale de Football Association). Oleh karena itu, solusi efektif atas permasalahan tersebut harus segera dirumuskan dan diterapkan. Melalui tulisan ini, penulis menawarkan 4 strategi penyelesaian yang bisa digunakan untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi rivalitas antar suporter di IndonesiaPertama, memberikan hukuman (punishment) secara adil dan langsung kepada tim yang bersangkutan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kedua, melakukan penguatan instrumental dengan lebih mempertegas peraturan-peraturan sepak bola yang ada di Indonesia beserta sanksi-sanksinya. Sebagai contoh, ketika suporter menyanyikan lagu rasis, maka wasit diperbolehkan dengan segera menghentikan pertandingan sampai lagu tersebut berhenti. Selain itu, pakaian yang mengandung unsur rasis juga tidak diperbolehkan untuk memasuki area stadion. Sedangkan bagi tim yang sudah memiliki rivalitas yang sangat tinggi, maka tim tamu dilarang untuk datang ke stadion. Pihak kepolisian wajib memperketat keamanan di area stadion.

 

Strategi yang ketiga adalah menggunakan metode katarsis. Metode ini dilakukan dengan mengarahkan para suporter untuk mengekspresikan emosi mereka ke dalam suatu bentuk kreatifitas yang lebih produktif, misalnya adu kreatifitas dalam pembuatan koreo. Federasi seharusnya juga mendukung dan bahkan bisa melombakan hal-hal semacam ini agar menjadi motivasi para suporter untuk berkreasi dengan totalitas. 

 

Strategi yang keempat atau yang terakhir adalah menggunakan teknik resolusi konflik. Proses resolusi konflik ini dilakukan melalui rekonsiliasi, dimana prosesnya lebih menekankan pada sudut pandang penyelesaian konflik sebagai suatu sistem yang terbuka dan membaginya ke dalam beberapa fase sesuai dengan konflik yang sedang terjadi (Bakri, 2015). Sebagai contoh, proses tersebut dimulai dari pihak kepolisian dengan pihak federasi sepak bola Indonesia yang saling bersinergi untuk sama-sama memberikan edukasi dan pemahaman mengenai pentingnya perdamaian. Selanjutnya, dilakukanlah edukasi kepada para suporter klub sepak bola. Dengan demikian, diharapkan konflik antar suporter di Indonesia bisa segera teratasi.

 

Referensi:

 

Bakri, H. (2015). Resolusi konflik melalui pendekatan kearifan lokal Pela Gandong di Kota Ambon. The POLITICS: Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin1(1), 51-60.

 

Baron, R. A., & Branscombe, N. R. (2011). Social Psychology (13th edition). Amerika: Pearson Education.

 

Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

 

Hidayat, A., Rustiana, E. R., & Pramono, H. (2014). Agresivitas suporter klub Sriwijaya FC di stadion Jakabaring Palembang 2014. Journal of Physical Education and Sports3(2).

 

Wirajati, J. W. (2018, September 26). Sudah 76 Suporter Tewas, Sebab Terbanyak karena Pengeroyokan. Kompas.com. https://bola.kompas.com/read/2018/09/26/07585208/sudah-76-suporter-tewas-sebab-terbanyak-karena-pengeroyokan