ISSN 2477-1686

Vol. 6 No. 17 September 2020

Gambaran Kesiapan PJJ Tahun Ajar 2020-2021: Dari KPIN untuk KPIN

 

Oleh

Eko A Meinarno, Universitas Indonesia

Christiany Suwartono, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Pendahuluan

Bulan September atau Oktober 2020 sebagian besar dari para dosen akan menjalankan proses belajar mengajar/PBM dengan kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) utuh. Ini berbeda dengan semester lalu (genap 2019/2020) yang separuhnya kita jalani separuh konvensional. Kita tahu bahwa situasi ini terjadi pada semua pelaksanaan PBM dari tingkat PAUD sampai universitas.

 

Beranjak dari pengalaman setengah semester lalu, banyak hal yang tidak terduga dan bahkan menimbulkan keresahan bagi dosen dan mahasiswa. Bagi penulis, sangat terasa banyak hambatan. Bahkan sampai saat ini, ada juga yang masih bergelut dengan hambatan, meski ada juga yang lambat laun bisa mengatasinya. Beberapa hambatan yang dialami seperti ada yang belum paham penggunaan teknologi, kesulitan menjaga interaksi antara dosen dan mahasiswa, lelah karena harus menjalankan kelas sekaligus menjalani hidup baik keluarga maupun social secara bersamaan, dan lain-lain. Padahal penggunaan teknologi lebih maju daripada pembelajaran di kelas merupakan salah satu dari beberapa hal yang dianggap penting dalam PJJ (Zhu & Kaplan, 2011).

 

Masalah

Kesemua keadaan tadi belum terselesaikan, tapi semester esok penyelenggaraan PJJ utuh akan dilaksanakan. Hal ini tentunya menggelitik Kembali dan menimbulkan pertanyaan dalam benak. Bagaimana menjalankannya? Perlukah perubahan-perubahan khusus, semisal apakah kompetensi yang dicapai perlu berubah? Perlukah ganti RPS/silabus? Atau apa yang kita lakukan kemarin bukan seutuhnya PJJ atau hanya berubah bentuk menjadi blended learning?

Hal-hal yang membingungkan ini timbul karena pada awalnya, Sebagian besar dari kita, sebagai dosen, tidak membayangkan bahwa harus menyelenggarakan kuliah dengan cara PJJ 100% sebelumnya. Selalu ada desain pengajaran menggunakan desain klasik yang mengutamakan pertemuan di kelas dari waktu ke waktu. Belum banyak yang menjalankan PJJ bahkan untuk metode pembelajaran campur atau yang lebih dikenal sebagai blended learning (Dwiyogo, 2018). 

 

Hal-hal Dasar Dalam Pengajaran

Membuat RPS tetap menjadi hal penting (Meinarno, 2017). Hal ini tidak dapat dihindari. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang berubah? Ini yang sangat menantang.

Jika selama ini di media massa, perhatian terbesar dalam PBM adalah siswa atau mahasiswa, maka dalam artikel ini kita perlu tahu apa yang harus dijalankan dosen. Dalam metode belajar aktif, PBM berorientasi pada mahasiswa. Di sisi ini dosen juga dapat percaya pada mahasiswa (Meinarno, 2018). Percaya bahwa mahasiswa dapat menjalankan cara kerja dan pikir sebagaimana pembelajar dewasa.

Di sisi lain dosen adalah faktor penentu dalam pembelajaran dalam jaringan. Peran utama dosen adalah membangun dan mempertahankan keterlibatan mahasiswa (student engagement) (Soerjoatmodjo, 2020). Dosen dengan pendekatan yang fleksibel dan responsif di semua aktivitas dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting (Soerjoatmodjo, 2020). Jika dulu yang kreatif mahasiswanya, sekarang kedua belah pihak juga harus kreatif untuk PJJ, agar tujuan belajar tetap tercapai (Meinarno & Lidiawati, 2020).

 

Metode

Kami memulai survei ini pada gruup perwakilan dari anggota Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN). Lima pertanyaan dalam tulisan ini kemudian dibuat dalam survei yang diunggah pada situs https://www.questionpro.com/t/ADCrmZiHDw. Ada sembilan pertanyaan yang perlu dijawab oleh para rekan yang menggeluti atau pakar di bidangnya. Kesembilan pertanyaan itu dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah pertanyaan untuk masalah dari artikel ini, yakni

1.  Adakah beda online learning (belajar secara daring), distance learning (PJJ), dan blended learning (belajar dengan metode campuran)?

2.  Apakah perlu mengubah RPS/silabus untuk menjalankan PJJ utuh?

3.  Bagaimana kajian emosi-motivasi dari dosen dalam menghadapi PJJ semester depan?

4.  Apakah ada bentuk kreativitas pengajaran selama PJJ kemarin

5.  Perlukah kerja sama dalam membuat materi ajar bersama, sehingga beban dapat dipanggul bersama agar terasa ringan?

 

Kelompok kedua terdiri dari tiga pertanyaan yakni mengenai nama-nama mata kuliah yang diampu pada semester genap 2019/2020, nama-nama mata kuliah yang akan diampu pada semester ganjil 2020/2021, dan asal universitas. Untuk kelompok pertanyaan ketiga adalah satu pertanyaan mengenai komentar para dosen mengenai PJJ secara umum.

 

Pengisian dimulai 15 Juli 2020 sampai dengan tanggal 29 Juli 2020. Para dosen diajak melalui grup WA untuk mengisi kuesioner. Dari 101 anggota grup WA, 93 orang membuka tautan, 59 orang memulai untuk mengisi, dan 22 orang menyelesaikan isian secara penuh. Ke-22 partisipan ini berasal dari 11 institusi perguruan tinggi.

 

Data kemudian diolah menggunakan frekuensi dan persentase. Atas bantuan fasilitas dari QuestionPro, dibuatlah awan kata (word cloud).  Awan kata ini merupakan bentuk visual dari label yang dibuat berdasarkan konten kata dari respon pertanyaan terbuka. Label ini biasanya berupa kata tunggal dan biasanya dicantumkan menurut abjad. Tingkat kepentingan label ditunjukkan dengan ukuran huruf yang semakin besar atau warna. Peneliti mengeliminasi kata sambung seperti: dan, dengan, dan lain sebagainya dari perhitungan untuk menghasilkan awan kata.

 

 

Apa Kata Para Dosen KPIN?

Sebagai gambaran awal, para dosen ini sebagian besar mengajar Psikologi Sosial (18,18%), Psikologi Umum (13,64%), Psikologi Perkembangan (13,64%), Psikologi Kepribadian (13,64%), dan Psikologi Lingkungan (13.64%) pada semester genap 2019/2020. Kemudian pada semester ganjil 2020/2021, sebagian besar mereka akan mengajar Psikologi Pendidikan (18,18%) dan Psikologi Sosial (13,64%).

 

Berikut merupakan gambaran umum dari tiap pertanyaan survei lainnya. Untuk pertanyaan “Adakah beda online learning (belajar secara daring), distance learning (PJJ), dan blended learning (belajar dengan metode campuran)? Jawaban yang mengemuka adalah learning dan online.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada pertanyaan pertama adakah beda online learning (belajar secara daring), distance learning (PJJ), dan blended learning (belajar dengan metode campuran)? Para partisipan menjawab ada perbedaan. Namun dari penjelasan partisipan tampak ada hal-hal tertentu yang tampaknya belum jelas. Tentu hal ini perlu untuk diketahui perbedaannya dengan cukup tegas. Ketiga metode ini mungkin bersinggungan dalam penggunaan teknologinya, tapi prosesnya tampaknya tidak sama. Apakah perlu mengubah RPS/silabus untuk menjalankan PJJ utuh? Ternyata dijawab dengan kata “perlu”. Yang kemudian menarik adalah kata-kata kunci yang mengikutinya yakni “metode” dan “RPS”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Respon pada pertanyaan kedua apakah perlu mengubah RPS/silabus untuk menjalankan PJJ utuh? Ternyata dijawab dengan kata “perlu”, “metode”, “RPS”, dan “tidak”. Kata-kata yang muncul ini perlu diperhatikan. Sebagaimana proses pembuatan RPS, para dosen menuliskan setidaknya tujuh komponen (Meinarno, 2017). Salah satu bagian yang dapat diadaptasi adalah pada bagian tahap pembelajaran, penugasan, dan evaluasi. Walau kata “tidak’ juga muncul, tetap saja banyak keadaan yang selama ini normal tidak dapat lagi dilakukan, padahal proses pendidikan tetap berjalan. Dengan demikian proses adaptasi tetap dibutuhkan.

 

Bagaimana kajian emosi-motivasi dari dosen dalam menghadapi PJJ semester depan? Pertanyaan ini dijawab dengan “motivasi” dan belajar. Kata lain yang sering muncul adalah kata-kata sambung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari membaca respon-respon yang masuk, para dosen ini sebagian besar merasa netral terhadap emosi yang dirasakan (36,36%) dan berubah-ubah – naik turun (27,27%). Jumlah para dosen yang menyatakan mengalami emosi positif sama dengan jumlah para dosen yang menyatakan mengalami emosi negatif yaitu sebesar 18,18%.

 

Bagaimana kajian emosi-motivasi dari dosen dalam menghadapi PJJ semester depan? Pada bagian ini jawaban partisipan tidak menunjukkan satu jawaban yang dapat mewakili keadaan emosi para partisipan. Namun bukan berarti hal ini tidak ada, hanya mungkin tidak terekspresikan dalam survei ini. Sebagai perbandingan, pengalaman penulis selama mengajar dengan metode PJJ darurat selama ini lebih terasa melelahkan. Kelelahan fisik sering berdampak pada ekspresi emosi yang berbeda dan jika berlanjut terus-menerus tidak tertutup kemungkinan motivasi juga menurun.

 

Untuk pertanyaan “Apakah ada bentuk kreativitas pengajaran selama PJJ kemarin?” Jawaban yang mengemuka adalah “mahasiswa” dan “video”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rekan-rekan partisipan dalam merespon pertanyaan apakah ada bentuk kreativitas pengajaran selama PJJ kemarin? adalah “mahasiswa” dan “video”. Jawaban ini menyiratkan adanya hubungan kreativitas PJJ dengan mahasiswa, dan wujud produknya adalah video. Mahasiswa menjadi isu utama respon sangat mungkin dikarenakan merekalah yang lebih aktif dalam PJJ. Hal ini pernah diajukan oleh Lidiawati dan Meinarno (2020). Menurut mereka, mahasiswa sasngat perlu menyadari bahwa ketiadaan pertemuan di kelas fisik membutuhkan kemauan dan kemandirian. Untuk itu maka para mahasiswa sangat perlu untuk mandiri. Hal yang masih belum terungkap adalah bagaimana membuat mahasiswa menyadari keadaan dan permintaan itu dari dosennya?

 

Mengenai video hal ini dipahami karena adanya kemudahan penggunaan teknologi perekaman yang semakin mudah dan relatif murah. Para mahasiswa mengikuti jejak para pengunggah video amatir (bahkan professional) ke saluran YouTube. Produk ini bukan hal yang mudah dibuat, tapi bantuan perangkat lunak mempercepat orang untuk membuatnya. Namun dalam penelitian ini, peran dosen belum terungkap dalam masalah kreativitas pengajaran. 

 

Perlukah kerja sama dalam membuat materi ajar bersama, sehingga beban dapat dipanggul bersama agar terasa ringan? Jawaban terbanyak adalah “perlu”. Jawaban yang mengemuka dari partisipan adalah perlu. Hal ini terkait dengan penyesaian RPS/silabus dan kreativitas dosen. Seperti kita ketahui bahwa ada banyak mata ajar yang nyaris sama (jika tidak disebut sama) yang diajarkan di semua kampus yang tergabung dalam KPIN.

 

Ungkapan “perlu kerja sama” ini dapat dianggap mewakili permintaan yang jujur dan terbuka bahwa keadaan pandemi ini mempunyai dampak terhadap proses belajar mengajar. Sebagaimana kita ketahui pula bahwa ketika menghadapi keadaan sulit secara bersama dan bersamaan akan lenih ringan jika dilakukan dengan semangat gotong-royong yang berarti hubungan timbal balik yang mendorong individu untuk saling menolong untuk menyelesaikan pekerjaan yang membutuhkan orang lain pada satu waktu, baik untuk tujuan perorangan maupun kelompok (Meinarno & Fairuziana, 2019). Dengan demikian tiap-tiap dosen dari kampus yang tergabung dalam KPIN akan dapat membuat materi-materi ajar yang dibangun secara gotong-royong.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ada bagian khusus yang menanyakan hal-hal di luar pertanyaan utama. Bagian ini menanyakan hal-hal lain yang ingin disampaikan. Bagian ini menjadi lebih longgar, yang dapat menyuarakan harapan atau keinginan untuk jalani semester awal tahun ajar 2020-2021. Hal yang menonjol adalah keinginan untuk kerja sama. Kerja sama yang diinginkan mulai dari sekedar berbagi kondisi semester lalu, sampai bersiap untuk membuat materi ajar bersama.   

 

 

 

 

 

 

 

 

Harapan dan Penutup

Kelemahan dari survei ini adalah completion rate yang rendah (23,91%), sehingga belum menggambarkan aspirasi dari para dosen. Namun, kekuatan dari survei ini setidaknya membuka wawasan mengenai kesulitan di lapangan.      

Penelitian dengan metode survei sederhana ini memberikan gambaran singkat tentang yang dialami oleh sebagian dari dosen-dosen psikologi dari kampus-kampus yang tergabung dalam KPIN. Dari respon jawaban yang muncul dan ulasan singkat di dalamnya masih belum mencukupi agar ada solusi dari masalah yang timbul dari keadaan yang terjadi di lapangan. Ulasan jelas tidak memuaskan bahkan bisa jadi tidak memberi arah untuk mencapai solusi. Mengapa hal ini terjadi, karena walau pandemi dialami semua, tapi masih ada faktor atau variabel yang tidak sama di tiap kampus, termasuk di dalamnya adalah dosennya. Akan menjadi tawaran yang menarik jika ada wadah atau forum yang mengupayakan penjelasan-penjelasan mengenai PBM dalam keadaan PJJ ini. Penulis menilai bahwa KPIN dapat memberi wadah untuk mencapai solusi pada dosen ini.

 

Kebutuhan adaptasi dalam masa pandemi ini tampaknya dibutuhkan, setidaknya untuk berbagi rasa atas pengalaman kemarin. Dalam kondisi ini KPIN sejak sebelum masa pandemi telah mengenalkan kegiatan-kegiatan yang bersifat akademik. Sempat pernah diadakan kerja sama pembuatan silabus RPS bersama. Tentu dapat dikembangkan menjadi kegiatan bersama lintas universitas. Kegiatan kuliah dengan daring juga telah dilakukan pada kuliah Psikologi Indonesia. Bahkan telah menjadi satu kelas yang terdiri dari berbagai mahasiswa (lintas universitas). Di samping yang bersifat pendidikan pengajaran, juga telah dilakukan seminar pengabdian masyarakat. Memperkenalkan KPIN kepada khalayak dengan menggunakan teknologi daring, dan sukses.

 

Penulis masih berkeyakinan KPIN dapat menjadi sarana bantu dalam pengajaran sehari-hari, termasuk penelitian. Tulisan inipun awalnya sebuah kejahilan ilmiah. Dan KPIN sekali lagi memfasilitasinya.

 

Referensi:

 

Dwiyogo, WD. (2018). Pembelajaran berbasis blended learning. Rajawali Pers.

 

Lidiawati, KR., Meinarno, EA. (2020). Bentuk Kesiapan PJJ: Belajar dari Ekalaya. Vol.6 No.11 Juni 2020. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/674-bentuk-kesiapan-pjj-belajar-dari-ekalaya-2.

 

Meinarno, EA. (2017). Persiapan pengajaran: Di balik layar yang mendebarkan tiap awal semester. Dalam Psychology for Daily Life. Penyunting Ika W Pratiwi, Sarah Rachmawati, dan Dwi N Puspitasari. Rajawali Pers.

 

Meinarno, EA. (2018). Perubahan cara belajar: Reorientasi proses belajar mengajar. Dalam Psychology for Daily Life 2. Penyunting Selviana, Gita WL Soerjoatmodjo, Made D Lestari, Subhan El hafiz, Ika W Pratiwi, Sarah Rachmawati, Maman AM Binfas, dan Dwi N Puspitasari. UHAMKA Press.

 

Meinarno, EA., Putri, MA., Fairuziana. (2019). Isu-isu Kebangsaan dalam Ranah Psikologi Indonesia. dalam Psikologi Indonesia. Penyunting Subhan El Hafiz dan Eko A Meinarno. Rajawali Pers.

 

Meinarno, EA., Lidiawati, KR. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh dalam Konteks Wayang: Resi Durno dan Ekalaya. Vol.6 No. 10 Mei 2020. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/654-bentuk-kesiapan-pjj-belajar-dari-ekalaya.

 

Soerjoatmodjo, GWL. (2020). Mendadak Online. Vol.6 No. 06 Maret 2020. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/575-mendadak-online.

 

Zhu, E., Kaplan M. (2011). Technology and teaching. Dalam McKeachie’s Teaching Tips: Strategies, research, and theory for college and university teachers. 12 ed. Ed. Marilla Svinicki and Wilbert McKeachie. Wadsworth cengage Learning.