ISSN 2477-1686

Vol. 6 No. 12 Juni 2020

 

Kecenderungan Overworking di Masa Work From Home

 

Oleh

Helsa

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Mewabahnya COVID-19 di dunia, termasuk di Indonesia, memunculkan hal-hal baru di tengah masyarakat. Salah satu hal baru yang banyak ditemukan adalah fenomena work from home atau bekerja dari rumah, sebagai upaya untuk meminimalisir penyebaran virus COVID-19. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, bekerja dari rumah merupakan sebuah kebiasaan baru. Bekerja dari rumah bisa membawa beberapa hal positif, seperti memangkas waktu perjalanan dan memiliki waktu yang lebih fleksibel. Menariknya, bekerja dari rumah yang seharusnya memberi peluang bagi pekerja untuk lebih fleksibel, juga bisa memberikan dampak negatif bagi para pekerja.

 

Overworking

Bekerja dari rumah membuat sebagian pekerja, terutama yang sudah berkeluarga, perlu menyesuaikan diri dengan kondisi di rumah, seperti mengurus anak, memasak, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya. Hal ini dapat membuat pekerja menjadi lebih cepat lelah. Di samping itu, beberapa literatur juga menyebutkan bahwa bekerja dari rumah membuat sebagian orang memiliki kecenderungan overworking atau bekerja berlebihan (Hasibuan, 2020 & McKeever, 2020). Hal ini terlihat dari jam kerja para pekerja di Inggris, Perancis, Spanyol, dan Kanada yang bertambah rata-rata 2 jam per hari ketika mereka bekerja dari rumah. Sementara itu, jam kerja para pekerja di Belanda, Denmark, dan Belgia ditemukan bertambah 1 jam per hari (Hasibuan, 2020). Situasi ini juga dialami penulis, di mana penulis merasa waktu bekerja menjadi lebih panjang sejak bekerja dari rumah dibandingkan saat di kantor. Fenomena ini disebut sebagai overworking. Overworking adalah keadaan di mana seseorang bekerja terlalu keras, terlalu banyak, atau dalam waktu yang terlalu panjang.  

 

Akibat dari overworking

Menurut teori boundary management, terdapat dua strategi saat seseorang bekerja, yaitu integration dan segmentation (Chmiel, Fraccaroli, & Syerke, 2017). Individu yang melakukan integration artinya berupaya mengintegrasikan waktu dan ruang untuk bekerja dan aktivitas keluarga. Misalnya, mereka akan bekerja di ruang keluarga sambil menemani anggota keluarga menonton televisi. Sebaliknya, individu yang melakukan strategi segmentation akan berusaha memisahkan waktu bekerja dan kehidupan pribadi/berkeluarga. Misalnya, mereka tidak mengecek e-mail di luar jam kerja. Masalahnya, bila strategi integrasi terlalu banyak dilakukan, maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara kehidupan bekerja dan keluarga/personal.

Hal inilah yang seringkali terjadi pada individu yang bekerja dari rumah. Kossek (dalam Chmiel et al., 2017) menyebutkan bahwa situasi bekerja dari rumah dapat membuat batas antara kehidupan bekerja dan keluarga/personal menjadi lebih samar (blurred). Tidak adanya batasan waktu yang jelas ini dapat membuat waktu bekerja seakan tidak kunjung selesai, sehingga bisa menurunkan work-life balance (Peeters, Montgomery, Bakker, & Schaaufeli, 2005).  Kofodimos (dalam Jones, Burke, & Westman, 2006) mendefinisikan work-life balance sebagai kehidupan yang memuaskan, sehat, dan produktif dalam aspek pekerjaan, cinta, dan bersenang-senang.

 

Pendapat ini juga didukung oleh hasil penelitian terbaru dari Jacukowicz dan Merecz-Kot (2020) yang menemukan bahwa semakin panjangnya waktu bekerja individu yang bekerja dari rumah, akan membuatnya sangat terbebani dengan pekerjaannya. Kondisi ini bisa memicu terjadinya burnout, yaitu kelelahan emosional, mental, dan fisik yang terjadi karena perasaan tertekan yang berulang. Lebih jauh lagi, kondisi ini juga bisa berdampak pada semakin tingginya resiko terjadinya konflik dalam pernikahan atau keluarga.

 

Cara menjaga work-life balance

Adanya work-life balance di masa work from home dapat berdampak positif terhadap psychological well-being pekerja. Dengan memiliki psychological well-being yang baik, maka pekerja dapat memiliki kesehatan emosi yang lebih baik, juga memiliki fungsi hidup keseluruhan yang lebih baik. Pekerja bisa bekerja dengan lebih produktif, merasa mampu, bahagia,  merasa puas dengan kehidupannya, serta memperkecil peluang terlibat dalam masalah/konflik sosial.

 

Menurut American Psychological Association (2020), ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjaga work-life balance selama masa work from home. Pertama, membuat ruang khusus untuk bekerja di rumah, sehingga bisa lebih fokus dalam bekerja. Apabila tidak memiliki ruang khusus, usahakan bekerja di tempat yang minim distraksi.

 

Kedua, berlatih membuat batasan dan tujuan. Buatlah tujuan harian tentang tugas-tugas yang perlu diselesaikan dalam satu hari. Menurut Gajendran (dalam APA, 2020), ketika kita bekerja di kantor, kita dapat secara otomatis memulai dan berhenti bekerja. Namun, hal ini lebih sulit dilakukan saat kita bekerja dari rumah, sehingga kita perlu untuk membuat batasan sendiri.

 

Ketiga, mencari social support. Ketika bekerja di rumah, kita cenderung terisolasi dan pada akhirnya bisa memunculkan perasaan kesepian. Oleh karena itu, penting untuk memiliki social support untuk memberikan dukungan emosional. Selain keluarga, social support juga bisa didapatkan dari rekan kerja. Misalnya, dengan meluangkan waktu untuk membicarakan hal-hal di luar pekerjaan bersama rekan kerja.

Melalui beberapa cara/strategi di atas, maka pekerja dapat berlatih untuk menerapkan work-life balance agar kesejahteraan psikologisnya bisa tetap terjaga di masa pandemi ini.

 

Referensi:

American Psychological Association. (2020). Psychologists’ advice for newly remote workers. Retrieved from https://www.apa.org/news/apa/2020/03/newly-remote-workers

Amichai-Hamburger, Y.(Ed.). (2009). Technology and psychological well-being. New York, NY: Cambridge University Press.

Chmiel, N., Fraccaroli, F., & Sverke, M. (ed.). (2017). An introduction to work and organizational psychology: an international perspective. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.

Hasibuan, L. (2020, 31 Maret). Fakta work from home: Jam kerja lebih lama dibanding kantor. CNBC Indonesia. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20200331171557-33-148849/fakta-work-from-home-jam-kerja-lebih-lama-dibanding-kantor

Jacukowicz, A. & Merecz-Kot, D. (2020). Work-related internet use as a threat to work-life balance – A comparison between the emerging on-line professions and traditional office work. International Journal of Occupational Medicine and Environmental Health, 33(1), 21-33. https://doi.org/10.13075/ijomeh.1896.01494

Jones, F., Burke, R.J., & Westman, M (ed.). (2006). Work-life balance: A psychological perspective. New York: Psychology Press.

McKeever, V. (2020, April). Coronavirus lockdowns are making the working day longer for many. CNBC

Peeters, M. C. W., Montgomery, A. J., Bakker, A. B., & Schaufeli, W. B. (2005). Balancing Work and Home: How Job and Home Demands Are Related to Burnout. International Journal of Stress Management, 12(1), 43–61. https://doi.org/10.1037/1072-5245.12.1.43