ISSN 2477-1686

 

Vol.6 No. 10 Mei 2020

Pembelajaran Jarak Jauh dalam Konteks Wayang: Resi Durno dan Ekalaya

Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

Krishervina Rani Lidiawati

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

 

Pendahuluan

Salah satu kisah wayang yang mungkin luput diperhatikan adalah kisah Resi Durno (Drona) sebagai guru dengan berbagai metode ajar. Resi Durno menggunakan banyak cara dalam mengajar dan kebetulan ia memang cerdik cendekia (Amrih, 2010; Meinarno, 2009; Meinarno, 2017). Namun ada satu kejadian yang menarik. Pernah satu kali dalam proses belajar mengajar, ia mengajari Arjuna. Namun tanpa ia sadari ada seseorang yang mengintip. Pemuda ini memperhatikan pengajaran yang dilakukan Resi Durno dengan tekun. Hal ini ia lakukan sangat sering. Akan tetapi untuk mempraktekkannya ia kesulitan. Maka yang dia lakukan adalah membuat patung Resi Durno di rumahnya. Saat di rumahnya itulah ia melakukan praktek dari apa yang ia “pelajari” dari Resi Durno (Amrih, 2010; Ganguly, 2015).

 

Hasil dari proses itu ternyata tidak kalah hebat. Hal ini diketahui oleh Resi Durno saat ia menangkap basah pemuda yang kemudian dikenal sebagai Ekalaya, yang lagi-lagi mengintip saat ada kelas dengan Arjuna. Resi Durno minta agar Ekalaya menunjukkan kemampuannya. Barulah diketahui bahwa kemampuannya Ekalaya setara dengan Arjuna (Ganguly, 2015), bahkan pada beberapa hal lebih baik. Sampai Resi Durno mendatangi rumah Ekalaya dan kagum karena patung dirinyalah yang membuat Ekalaya terus mau belajar dan merasa ada guru di sampingnya. Padahal ia tidak pernah berguru dengan Resi Durno (Amrih, 2010) secara fisik. Bahkan Ekalaya menganggap telah berguru selama ini dengan Resi Durno melalui pengamatan/mengintip (Ahmed, Das, Gupta, Jain, Natesh, Rao, 2017).

 

Pembelajaran Jarak Jauh (terpaksa) Dilakukan

Salah satu cara untuk menguatkan kebijakan gerak sosial berjarak adalah melakukan proses belajar mengajar dengan cara minimal tatap muka fisik. Hal ini jelas mengurangi potensi tertular, dari perjalanan ke kampus atau saat di kampus. Oleh karena itu, saat ini penggunaan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) merupakan opsi yang harus dilakukan. Keadaan ini memaksa adanya perubahan dalam proses belajar mengajar yang klasik. Keadaan ini seakan memaksa semua pihak untuk bergerak menjadi masyarakat era Revolusi Industri 4.0, tanpa ada kecuali (Suyanto, 2020). Meski sebenarnya pergerakan ini sudah dimulai sebelum virus Corona mewabah, misalnya saja sudah ada pembelajaran secara jarak jauh, bimbingan belajar lewat daring dan tugas-tugas sekolah yang juga pengumpulannya secara daring (Lidiawati & Adi, 2019). Seiring dari perkembangan teknologi maka semakin memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi dan pembelajaran. Tidak hanya untuk orang dewasa namun juga untuk anak-anak dan remaja dalam menyelesaikan tugasnya. Selain itu, pembelajaran secara daring ini juga membuka akses untuk dapat belajar dari berbagai daerah bahkan dari mancanegara. Misalnya saja banyak kursus daring yang terbuka aksesnya untuk semua orang di berbagai negara, tentu hal ini sangat menguntungkan. Di tengah pandemik COVID19 banyak seminar tak berbayar, kursus daring yang juga dapat diakses gratis.

 

Perlu diingat sebenarnya tidak adanya pandemik COVID-19 pun sebenarnya untuk beberapa orang sudah terbiasa melakukan pembelajaran jarak jauh. Indonesia memiliki Universitas Terbuka yang memiliki mahasiswa di berbagai pelosok daerah dan sistem pembelajaran dilakukan secara jarak jauh. Nyaris tidak ada pembelajaran secara tatap muka namun tugas dan materi tetap mereka peroleh dan dibaca sendiri. Namun demikian PJJ bukanlah sesuatu yang mudah. Mereka harus berkomitmen belajar sendiri untuk memahami materi meski tidak ada kehadiran secara fisik baik pengajar dan teman sekelasnya (Sadykova & Meskill, 2019). Selain itu, kita perlu menyadari bahwa tujuan belajar adalah membuat siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran, siswa mampu mengaplikasikan dalam kehidupan nyata dan siswa terlatih untuk berpikir kritis dan berpikir secara mendalam serta reflektif (Smart & Cappel, 2006). Hamzah (2020) berpendapat belajar daring butuh motivasi intrinsik khususnya pada mahasiswa.

 

Keberhasilan proses belajar bukan ditentukan metode yang digunakan saja namun kemauan pengajar dan siswa untuk terlibat dalam proses belajar itu sendiri. Jika hari-hari ini dihebohkan dengan proses PJJ maka yang diperlukan adalah adanya kerjasama antara peserta didik dengan pengajar sehingga tujuan belajar dapat tercapai.

 

Pada kisah pembukaan artikel ini Ekalaya melakukan PJJ. Ia tidak masuk dalam kelas Resi Durno dan anak-anak lainnya. Ia mengamati, memahami, dan kemudian membawanya ke rumah yang dilanjutkan dengan latihan. Walau demikian Ekalaya tetap menyadari tujuan belajarnya. Sebagaimana yang dituliskan Sadykova dan Meskill (2019), Ekalaya menunjukkan keterampilan, kemampuan dan disiplin diri untuk belajar secara mandiri. Dengan perkataan lain, motivasi intrinsik (Hamzah, 2020) harus ada dalam diri Ekalaya. Jika tidak tentu akan sulit belajar tanpa ada teman dan pengajar sebagaimana di kelas klasik.

 

Kreativitas dan Kerja Sama

Pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan dan tetap dapat digunakan untuk mencapai kompetensi atau tujuan belajar yang telah ditetapkan. Beberapa orang mungkin masih beradaptasi dengan perubahan yang ada, oleh karena itu dibutuhkan kreativitas dan kerjasama agar proses pembelajaran jarak jauh ini berhasil. Misalnya siswa mendapatkan tugas maka mereka akan mengerjakan secara mandiri tanpa menunggu peringatan dari pengajar. Hal ini dikarenakan melalui teknologi pengumpulan tugas dapat diatur batas waktu dan secara sistem tidak akan dapat diterima jika melebihi batas waktu. Demikian para pengajar harus kreatif dalam membuat tugas dan proses pembelajaran yang tentu kita akan berbeda dengan pengajaran di kelas yang dapat memantau setiap anak satu per satu. Maka diperlukan teknik mengajar yang kreatif sehingga membuat siswa terlibat aktif dalam belajar dan memaksa siswa untuk berpikir tentang apa yang mereka pelajari (Smart & Cappel, 2006). Pembelajaran secara daring pun dapat dipakai semua kalangan, bahkan termasuk anak kebutuhan khusus misalnya anak dengan spektrum autism pun dapat mengikuti pembelajaran sampai perguruan tinggi secara daring di Amerika Serikat (Cai & Richdale, 2016).

 

Pada kisah pembukaan artikel ini Ekalaya berupaya kreatif. Ia membuat patung Resi Durno di rumahnya agar merasa ada yang mengajari dan mengawasinya saat belajar mempraktekkan apa yang telah ia pelajari dari mengintip sebelumnya. Tokoh Resi yang disimbolkan dalam bentuk patung dan kemampuan disiplin diri Ekalaya memberi penjelasan bahwa PJJ tetap dapat digunakan untuk mencapai kompetensi atau tujuan belajar yang telah ditetapkan.

 

Penutup

Adegan Ekalaya belajar di rumah hanya dengan mengintip dan kemudian membuat patung Resi Durno pada prinsipnya adalah belajar ala PJJ. Ekalaya bagai murid atau mahasiswa Universitas Terbuka yang mendapatkan materi ajar dan kemudian belajar secara mandiri. Tentu Ekalaya tidak bisa dibandingkan dengan mahasiswa sekarang, tapi prinsip ingin maju dan belajar harus ada pada diri Ekalaya dan mahasiswa sekarang.

 

Temuan Smart dan Cappel (2006) memposisikan guru atau dosen beserta mahasiswa harus kreatif, Ekalaya menunjukkan kreativitas ada pada siswa. Walau materi sama, tapi sumber motivasi tidaklah sama. Pada kelas fisik, dosen dapat langsung memberi umpan balik atau dorongan, dengan PJJ tidak mudah khususnya pada kasus Ekalaya. Namun hambatan itu bukan untuk diratapi, justru menjadi peluang untuk menambah kemampuan diri.

 

Kisah Resi Durno kali ini menginspirasi bahwa secara prinsip PJJ bukan hal yang tidak mungkin bahkan pada kondisi yang terbatas. Jika dulu yang kreatif mahasiswanya, sekarang kedua belah pihak juga harus kreatif untuk PJJ, agar tujuan belajar tetap tercapai.

 

Referensi:

 

Ahmed, B; Das, R; Gupta, M; Jain, H; Natesh, S; Rao, R. (2017). The illustrated Mahabharata: A definitive guide to India's greatest epic. London: Dorling Kindersley Publishing, Incorporated.

 

Amrih, P. (2010). Resi durna: Sang guru sejati. Yogyakarta: Diva Press.

 

Cai, R. Y., & Richdale, A. L. (2016). Educational experiences and needs of higher education students with Autism spectrum disorder. Journal of Autism and Developmental Disorders, 46(1), 31–41. https://doi.org/10.1007/s10803-015-2535-1

 

Ganguly, K. (2015). Ekalavya rises above his Marginality in epic the Mahabharata. International Research Journal of Management Sociology & Humanity (IRJMSH), 6(4).

 

Hamzah, IF. (2020, Maret 16). Balada kuliah daring: Aplikasi self-determinantion theory pada penerapan kebijakan kuliah daring. Buletin KPIN, 6(05). Diunduh dari https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/568-balada-kuliah-daring-aplikasi-self-determinantion-theory-pada-penerapan-kebijakan-kuliah-daring

 

Smart, K., & Cappel, J. (2006). Students’ perceptions of online learning: A comparative study. Journal of Information Technology Education: Research, 5, 201–219. https://doi.org/10.28945/243

 

Lidiawati, K; Adi, C. (2019, Oktober 07). Bimbel online : Pergeseran menuju Era Bimbel Online. Retrieved from https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/476-bimbel-online-pergerseran-menuju-era-pendidikan-e-learning

 

Meinarno, EA. (2009). Drona as personification of a role-model for intellectuals within government. Dalam Jaafar, J. L. S. B., & McCarthy, S. (Eds.). (2009). Building asian families and communities in the 21st century: Selected Proceeds of the 2nd Asian Psychological Association Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, June, 2008. Cambridge Scholars Publishing.

 

Meinarno, EA. (2017). Memahami resi durno dalam bunga rampai: Wayang: Latihan berbasis neuroplatisitas dan revolusi mental. Editor Dwi Woro Retno Mastuti, Jusuf Sutanto, dan Darmoko. Depok: UI Press.

 

Sadykova, G., & Meskill, C. (2019). Interculturality in online learning: Instructor and student accommodations. Online Learning Journal, 23(1), 5–21. https://doi.org/10.24059/olj.v23i1.1418

 

Suyanto. (2020, Maret 19). Multiaspek pembelajaran covid-19. Jakarta: Kompas.