ISSN 2477-1686

 

Vol.5 No. 19 Oktober 2019

 

In Memoriam Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji: Pendidik Sejati, Terkenang di Hati

Oleh

Selviana

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI

 

Dunia Psikologi Indonesia kembali berduka. Kali ini kabar wafatnya Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji, Guru Besar Psikologi Pendidikan yang wafat pada hari Minggu, 06 Oktober 2019 pukul 01.55 Wib di Jogjakarta International Hospital.

Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji pernah menjadi dosen psikologi di UGM, UI dan UPI YAI sebagai homebase terakhirnya dengan jabatan Ketua Program Studi Doktor Psikologi hingga pensiun. Sebagai seorang guru besar, Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji merupakan sosok yang telah memberikan banyak kontribusi dalam pengembangan ilmu psikologi melalui karya-karya ilmiahnya antara lain: Psikologi Pedagogi (1993), Pengantar Semantik Differensial (1997), Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah(2000), serta Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (2000). Di samping menghasilkan banyak karya ilmiah, Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji telah memberikan banyak kenangan kepada mahasiswa-mahasiswinya, tak terkecuali pada saya.

Jangan Panggil Saya Prof

Salah satu kenangan manis yang akan terus saya ingat adalah saat dibimbing Tesis oleh Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji. Beliau bertanya pada saya di awal-awal bimbingan, Selvi usiamu berapa? Saat saya sebutkan usia saya, beliau katakan; Kalau begitu kamu cucu saya, mulai sekarang panggil saya Oma jangan panggil Prof. Saya jawab; Maaf Prof, saya rasa itu tidak sopan nanti orang lain menilai saya sok akrab. Prof adalah orang berilmu dan dihormati banyak orang. Lalu beliau menatap saya dengan serius, dan berkata sekali lagi dengan nada yang lebih tegas sambil mengepalkan tangannya di atas meja; Prof...Prof... Saya ini Oma, usia kita berbeda sangat jauh, kamu itu cucu saya, jangan panggil saya Prof, panggil saya Oma. Saat itu saya sangat terkejut, tidak pernah menyangka bahwa dihadapan saya ada seorang Profesor yang sangat rendah hati, seorang pembimbing Tesis yang menginginkan saya menjadi cucunya meski saat itu saya adalah mahasiswinya. Sejak hari itu, atas sebuah kehormatan yang beliau berikan, saya selanjutnya memanggilnya Oma.

Teladan Menjadi Seorang Dosen

Seorang Dosen dikenal karena kemampuan kognitifnya (cerdas, berilmu, mampu melakukan penelitian). Namun, pekerjaan Dosen yang banyak berinteraksi dengan mahasiswa, membuat Dosen juga harus memiliki komponen afeksi (peduli, menyenangkan). Semua Dosen adalah pengajar, tapi tidak semua Dosen dikenang manis dihati mahasiswa-mahasiswinya. Dosen yang bisa menjadi pendidik sejati adalah dosen yang bisa memberikan banyak kesan mendalam dihati mahasiswa-mahasiswinya, baik dalam kemampuannya mengajar, penguasaan ilmu, pendekatannya kepada mahasiswa sampai kepribadiannya yang dinilai menyenangkan. Oma Sukadji adalah inspirasi besar untuk hal ini. Laman UI menyebutkan bahwa Oma Sukadji adalah Dosen yang paling banyak membimbing Skripsi di Fakultas Psikologi UI pada masanya. Perpustakaaan Pascasarjana Fakultas Psikologi UPI YAI menyimpan banyak Tesis dan Disertasi yang pada masanya hingga pensiun banyak dibimbing oleh Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji. Kesan-kesan dari mahasiswa-mahasiswi yang pernah beliau ajar dan bimbing di Fakultas Psikologi UGM, UI dan UPI YAI turut menilai sosok Oma Sukadji yang dikenal lembut namun tegas, tulus, penuh tersenyum, rendah hati, penun perhatian, suka memotivasi mahasiswa bimbingan yang proyek penelitiannya macet di tengah jalan dan menjadi contoh dosen inspiratif dalam mengajar.

Khusus bagi saya secara pribadi, Oma Sukadji adalah Dosen dan pembimbing Tesis-Disertasi yang sangat berjasa mengantarkan saya hingga menyelesaikan studi tepat waktu. Beliau selalu terbuka saat mahasiswa perlu bimbingan, baik bertanya lewat telpon, sms, email dan bimbingan langsung. Mendorong dan memfasilitasi untuk belajar dari jurnal-jurnal bereputasi dan buku-buku terbaru untuk dapat menulis karya ilmiah. Bila saya cek rak buku saya hari ini, ternyata ada banyak buku, modul dan jurnal-jurnal penelitian pemberian Oma Sukadji yang dihalaman depannya tertulis; “Untuk Selviku Sayang, bertanda tangan Oma Sukadji”. 

Pertanyaannya, mengapa Oma Sukadji begitu berkesan dihati mahasiswa-mahasiswinya? Mengapa beliau begitu disukai dan terkenal sebagai dosen yang paling banyak membimbing? Jawabannya sederhana; Karena beliau mengajar dengan hati, membimbing dengan hati, mendidik dengan hati dan memberi dengan hati. Oma Sukadji telah menjadi contoh seorang guru besar yang tidak menggunakan kepakaran ilmunya untuk menjadi sosok yang superior, tetapi justru dengan kerendahan hatinya, beliau bisa memberi kesan yang mendalam bagi mahasiswa-mahasiswinya untuk memiliki motivasi belajar dan menyelesaikan studi dengan proses yang baik dan benar.

Cita-cita yang Terwujud

Seingat saya, ada tiga hal yang biasanya Oma Sukadji lakukan saat saya datang ke ruang kerjanya. Membaca buku atau mempelajari jurnal, mengoreksi naskah Tesis-Disertasi mahasiswa atau sedang melayani bimbingan. Suatu hari saat sedang berada di ruang kerjanya saya bertanya: Oma pernah bosan belajar nggak? Jawabnya: Saya nggak pernah bosan belajar, justru saya pusing kalau tidak belajar, jadi Dosen itu adalah pembelajar sepanjang hayat. Kalau Selvi mau jadi apa? Tanyanya. Saya mau jadi Dosen dan Psikolog seperti Oma. Lanjutnya, Kalau mau jadi dosen harus mau terus belajar dan suka menulis. Perkataan itu seperti hujan deras yang mengguyur semangat juang saya untuk mewujudkan cita-cita, segera saya jawab: Baik Oma, sambil bercanda saya memegang tangannya dan meletakkan tangan Oma ke atas kepala saya, mengatakan agar ilmu dan hal-hal yang baik dari Oma bisa diturunkan kepada saya. Oma Sukadji tersenyum lebar sambil mengaminkan harapan-harapan itu. Kini sekian tahun berlalu, cita-cita itu telah terwujud dihidup saya, cita-cita yang terus hidup karena harapan-harapan yang diaminkan dan motivasi yang Oma berikan.

Gaya Mengajar dan Membimbing Mahasiswa

Sepengalaman saya belajar dengan Oma Sukadji pada beberapa mata kuliah seperti metode penelitian kuantitatif lanjut, teknik menulis karya ilmiah, serta teori dan riset dalam pendidikan di program pascasarjana, beliau suka memberi kuis untuk mengulang materi sebelumnya dan membuat soal ujian yang berbeda-beda untuk setiap mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak bisa mencontek saat ujian. Bahkan, beliau sering membagi-bagikan modul, buku dan jurnal-jurnal terkait kebutuhan belajar kepada mahasiswa. Langkah ini penuh dedikasi, tapi yang saya tahu sampai hari ini tidak banyak Dosen yang mau mempersiapkan kebutuhan mengajarnya sampai sedalam itu.

Selama membimbing mahasiswa, beliau tidak pernah memberi pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan, apalagi berkata kasar pada mahasiswa baik sebagai pembimbing ataupun penguji sidang. Sikapnya sangat manusiawi, meski terkadang kemampuan mahasiswanya belum seperti yang diharapkan. Suatu hari, disaat saya sudah sangat stres dengan disertasi yang penuh coretan, bolak-balik revisi, merubah beberapa variabel, serta dua kali ambil data penelitian, saya berkata dengan putus asa pada Oma Sukadji: Saya sudah berusaha sekuat tenaga mengerjakan disertasi, rajin bimbingan dan mengikuti arahan, tapi sepertinya saya tidak masuk dalam standarnya Oma. Mungkin saya ini dangkal, tapi saya hanya ingin menyelesaikan disertasi saja, bukan untuk menjadi yang terbaik. Beliau jawab: “Selvi masih muda, jadi tidak perlu kecewa, saya yakin Selvi masih bisa banyak dibentuk. Sayang sekali kalau mengerjakan Disertasi hanya sekedar untuk lulus studi, belajarlah, biar jadi contoh untuk yang lain, nanti banyak Ilmu yang bisa dipakai lagi untuk mengajar, saya berharap membimbing yang masih dangkal tapi berpotensi besar, jangan sia-siakan”. Sampai tulisan ini dibuat, saya masih terus menangis bila mengenang bagian ini, tapi saya sangat bersyukur, karena hari ini saya bisa membuktikan bahwa perkataan itu sungguh benar adanya. 

Kini sang pendidik sejati itu telah tiada. Seorang guru besar yang penuh dedikasi dan inspirasi. Bangga rasanya pernah mengecap manisnya ilmu Psikologi dari hidup beliau. Selamat Jalan Oma Soetarlinah Sukadji sayang, beristirahatlah dengan tenang. Semua ilmu yang pernah Oma berikan selama hidup, akan selalu menjadi amalan yang tidak akan pernah terputus. Terima kasih untuk banyak kenangan bersama yang tidak semua bisa dituliskan namun akan selalu terpatri dilubuk hati, Terima kasih sudah menjadi inspirasi bagi banyak dosen dan mahasiswa. Saya tidak akan pernah melupakan jasa-jasa Oma dalam perjalanan studi dan karier akademik saya, izinkan saya dan mahasiswa-mahasiwi Oma lainnya mengambil alih tongkat estafet itu. Meneruskan warisan ilmu untuk diamalkan kembali ke generasi penerus di masa yang akan datang.

Untuk Oma tercinta, In Memoriam Prof. Dr. Soetarlinah Sukadji: Pendidik Sejati, terkenang dihati.

Mari berkarya dengan hati, karena pendidik sejati sulit terganti, selalu terkenang dihati.