ISSN 2477-1686 

   Vol.5 No. 8 April 2019

 

Bangkit Melawan Bullying

Oleh

Dedek Prilyanti & Inggrid Euline S

Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

 

Istilah Bullying

Kata bullying adalah hal yang menakutkan. Korban bullying yang terjadi terdapat dari kalangan usia anak-anak hingga remaja. Kita tahu terdapat Undang-Undang perlindungan terhadap setiap anak. Dan sudah banyak peraturan yang terkait yang diterbitkan oleh pemerintah, namun masih sering kita temukan berbagai tindak kekerasan terhadap setiap anak, salah satunya bullying. Menurut Coloroso (2003), bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik maupun emosional.

Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok untuk menyakiti atau mengganggu orang lain, baik secara verbal (seperti: memaki, menghina, menuduh, menebar gosip, memfitnah, mengejek), fisik (seperti: menampar, menendang, meludahi, melempar dengan barang, mengancam dengan menggunakan senjata), maupun psikologis (seperti: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, mencibir, meneror lewat pesan pendek telepon genggam atau e- mail).

 

Kasus Bullying di Sekolah

Kebanyakan kasus bullying, korban yang sering terjadi adalah pada remaja di sekolah. Berdasarkan data yang diterima dari Komisi Perlindungan Anak (KPAI) terdapat 26 ribu kasus bullying dari kurun waktu 2011 hingga 2017. Bahkan, pada tahun 2018 ditemukan kasus bullying berkisar 30-40%. Kasus bullying yang banyak ditemukan berupa tindakan kekerasan verbal dan non-verbal disekolah dan kebanyakan pelaku berasal dari teman sebaya korban (Indrawan, 2017).

Ketidakstabilan emosi menjadi penyebab utama yang dimiliki remaja ketika terjadinya tindakan bullying. Selain itu, penyebab permasalahan lain yang terjadi karena adanya perbedaan di dalam sebuah kelompok atau lingkungan. Mengenai berbeda dengan orang lain, bisa dikatakan dan dianggap sebagai kaum minoritas yang tidak mempunyai kekuatan/power sama sekali. Misalnya, berbeda dari segi status sosial, popularitas, dan lain-lain. Permasalahan ini menimbulkan tindakan bullying dan menghasilkan korban dari tindakan tersebut.

 

Strategi Melawan Bullying

Banyaknya remaja yang pernah menjadi korban bullying yang ditemukan berasal dari tindakan teman sebayanya. Adapun, diantara remaja yang menjadi korban dari tindakan bullying tersebut, sebagian memilih untuk menyerah, bahkan tidak jarang remaja korban tindakan bullying yang memilih untuk mengakhiri hidup mereka. Oleh sebab itu, remaja korban bullying membutuhkan sebuah cara untuk bangkit melawan bullying tersebut.

Bangkit melawan bullying bukanlah hal yang mudah karena korban bullying harus melawan diri mereka sendiri. Ketika korban diperhadapkan pada situasi bully, korban memiliki dua pilihan yaitu menyerah atau melawan. Jika korban menyerah, maka korban bullying tersebut akan mendapat dampak negatif dari bully, yaitu malu, stres, atau yang terparah depresi dan mengakibatkan bunuh diri. Sebaliknya apabila korban ingin melanjutkan kehidupan yang baik, saat di bully, korban bullying harus bisa bangkit dan berjuang melawan tindakan bullying tersebut. Adanya dorongan dari diri sendiri dan bantuan dari lingkungan akan mempengaruhi keberhasilan dalam menghadapi perilaku bullying yang terjadi.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan korban bullying ketika ingin memilih untuk bangkit melawan bullying yang diterimanya, yaitu:

1.    Mampu mengontrol dan mengelola emosi diri

Faktor yang mempengaruhinya adalah keadaan sadar dalam diri atau mindfulness. Apabila  trait mindfulness muncul, maka akan mempunyai perasaan sadar akan keberadaannya dan memungkinkan untuk mengontrol emosi diri dengan pemahan yang dimiliki (Damasio, 200). Oleh sebab itu, korban bullying tidak akan gegabah dalam menyikapi tindakan bullying yang dialaminya (Nurfadillah & Listiyandini, 2017)

2.    Mampu memperbaiki tingkat self esteem

Seseorang yang memiliki self esteem tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Memiliki kepercayaan diri dapat mencapai prestasi yang dia dan orang lain harapkan. Pada tahapannya, keyakinan itu akan memotivasi seseorang tersebut untuk sungguh-sungguh mencapai apa yang dicita-citakan (Clemes, dkk., 2012).

3.    Mampu membuat konsep diri yang positif

Korban yang menerima perilaku bullying dapat saja menganggap perilaku bullying yang diterimanya sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik, atau menganggapnya sebagai kegagalan yang dapat diperbaiki. Pandangan ini menggambarkan konsep diri yang positif (Harefa & Rozali, 2018). Hal ini bertujuan agar remaja korban bullying dapat memiliki konsep diri yang positif, maka diperlukan peranan lingkungan sosial untuk menunjukkan kepedulian terhadap perilaku bullying tersebut. Peranan lingkungan sosial berupa dalam bentuk dukungan sosial, seperti keluarga, sahabat, atau orang lain.

4.    Gunakan self-defense

Self-defense merupakan pembelaan diri sebagai upaya pertahanan dari tindak penindasan khususnya bully. Membela diri dengan menggunakan keterampilan secara fisik seperti teknik bela diri. Selain itu, keterampilan psikologis dan sosial dibutuhkan dalam melawan bullying seperti menjadi pemberani, menarik perhatian pelaku dengan menakutinya, dan selalu berjalan bersama teman-teman.

5.    Carilah dukungan dari orang lain

Korban bullying juga bisa membagi cerita perilaku bullying yang dialami kepada orang-orang yang sudah pernah menjadi korban bully untuk mendapatkan saran-saran terbaik menghadapi bullying. Korban bully juga bisa segera melaporkannya kepada keluarga, lingkungan yang terlibat, atau juga kepada pihak yang berwenang dengan meminta orang lain mengumpulkan bukti-bukti tindakan bully tersebut.

            Jika cara-cara tersebut bisa dikuasai oleh setiap orang untuk melawan bullying, maka ia akan menjadi berani dalam menghadapi bullying. Korban bullying akan bisa mengambil sisi positif dari tindakan bullying yang dialaminya. Ketika seseorang menjadi korban dari tindakan bullying, mereka dapat memilih untuk bangkit melawan pembullian tersebut. Adanya keinginan dan niat positif dari dalam diri dan juga dukungan dari teman, keluarga, dan orang lain akan mempermudah korban bullying berhasil menghadapi permasalahan di dalam hidupnya. Dan ketika mereka berhasil, mereka akan mendapat kehidupan yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

 

Referensi:

Clemes, H. (2012). Bagaimana meningkatkan harga diri remaja. Jakarta: Binarupa Aksara.

Coloroso. (2003). Stop bullying (Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Pra-Sekolah Hingga SMU). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Damasio, A. (2000). The feeling of what happens: Body And emotion in the making of consciousness. New York: Harcourt Brace and co.

Harefa, P., & Rozali, Y. A. (2018). Pengaruh dukungan sosial terhadap konsep diri pada remaja korban bullying (Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul, Jakarta.

Hendrianti., A. (2006). Psikologi Perkembangan Pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT. RafikaAditama.

Indrawan, A. F. (2017, Oktober 4). KPAI Terima Aduan 26 Ribu Kasus Bully Selama 2011-2017. Detik. Diunduh dari https://news.detik.com/berita/d-3670079/kpai-terima-aduan-26-ribu-kasus-bully-selama-2011-2017.