ISSN 2477-1686

  Vol.5 No. 6 Maret 2019

Stop Cyberloafing

Oleh

Tjitjik Hamidah

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI

Barangkali bukan pemandangan yang aneh jika kita masuk ke suatu kantor melihat suasana kantor yang sepi dimana hampir semua karyawannya masing-masing sibuk di depan internet. Apakah memang aktivitas menggunakan internet ini benar-benar untuk keperluan kantor ataukah untuk keperluan pribadi sekedar browsing, melihat situs-situs belanja on-line atau menonton konser dan pertandingan olah raga? Jika ya jawabnya maka itulah yang dinamakan cyberloafing.

Cyberloafing bisa terjadi di mana saja, kapan saja bahkan oleh siapa saja. Walaupun penelitian biasanya lebih terfokus pada pegawai negeri sipil, tapi sebenarnya Cyberloafing bisa terjadi di perusahaan dan organisasi lain termasuk pada institusi pendidikan selain kantor-kantor pemerintah.  Cyberloafing  merupakan tindakan sengaja dari karyawan menggunakan akses internet perusahaan/institusi untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan di saat jam kerja (Lim, 2002). Blanchard dan Henle (2008) menyatakan cyberloafing adalah penggunaan email dan internet kantor yang tidak berhubungan dengan pekerjaan oleh karyawan secara sengaja saat bekerja .

 

1.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Cyberloafing

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya cyberloafing pada karyawan, yaitu faktor individual, faktor organisasi, dan faktor situasional, (Ozler & Polat, 2012). Faktor individu diantaranya adalah adalah Locus of control eksternal, Blanchard dan Henle (2008) mengemukakan bahwa seseorang yang melakukan cyberloafing tidak berpikir bahwa atasan akan mengetahui perilaku tersebut dan apabila tertangkap maka ia menganggap bahwa persoalan itu adalah ketidak beruntungan belaka. Faktor ini mencakup banyak hal yaitu persepsi dan sikap pegawai terhadap internet, habits (kebiasaan), faktor demografis, dan trait (sifat) personal pegawai. Apabila dilihat dari sifat karyawan, maka sifat seperti shyness (perasaan malu), loneliness (kesepian), isolation (isolasi), self control (kontrol diri), harga diri, dan locus of control dapat mempengaruhi bentuk dari penggunaan internet pegawai (Ozler & Polat, 2012).

Salah satu faktor situasional adalah kedekatan jarak (seperti jarak ruangan pegawai) dengan atasan. Faktor situasional termasuk juga faktor pekerjaan yang dibagi menjadi dua yaitu konflik peran dan ambiguitas pekerjaan. Ketika seseorang karyawan mendapat tuntutan dan harapan yang berbeda dan berlawanan sehingga menimbulkan ketidakpastian memiliki potensi untuk melakukan cyberloafing. Begitu juga ketidakpastian mengenai peran yang diterima oleh karyawan sehingga mengakibatkan stres pada karyawan.

Faktor terakhir penyebab cyberloafing adalah faktor organisasi yang terdiri dari persepsi ketidakadilan, budaya organisasi dan desain organisasi. Karyawan yang merasa diperlakukan secara tidak adil cenderung menghindari pekerjaan dengan cara mengakses internet yang tidak berkaitan dengan pekerjaannya. Jika dalam lingkungan organisasi para atasan banyak yang melakukan cyberloafing, maka perilaku tersebut dapat menjadi model peran bagi karyawan lain yang baru bekerja.  Organisasi yang menganut struktur non birokrasi cenderung menimbulkan perilaku cyberloafing yang rendah, di mana para atasan dan bawahan cenderung terbuka dalam berkomunikasi dalam suatu desain ruangan yang sama sehingga pengawasan terhadap para karyawan cenderung lebih intensif yang berdampak pada kurangnya perilaku cyberloafing.

 

2.    Tipe Perilaku Cyberloafing

Lim dan Teo (2005) membagi cyberloafing menjadi dua tipe yaitu:

a.    Emailing Activities (Aktivitas Email)

Tipe cyberloafing ini mencakup semua aktivitas penggunaan email yang tidak berkaitan dengan pekerjaan (tujuan pribadi) saat jam kerja.

b.    Browsing Activities (Aktivitas Browsing)

Tipe cyberloafing ini mencakup semua aktivitas penggunaan akses internet untuk browsing situs yang tidak berkaitan dengan pekerjaan saat jam kerja.

 

3.    Bentuk-bentuk cyberloafing

Li dan Chung (dalam Ozler & Polat, 2012) membagi perilaku cyberloafing menjadi empat, yaitu:

a.    Aktifitas sosial

 Penggunaan internet untuk berkomunikasi dengan teman. Aktifitas sosial yang melibatkan pengekspresian diri (facebook, twitter, dll) atau berbagi informasi via blog (blogger). 

b.    Aktifitas informasi

Menggunakan internet untuk mendapatkan informasi. Aktifitas informasional yang terdiri dari pencarian informasi seperti site berita (CNN,VIVA, Kompas,dll).

c.    Aktifitas kenikmatan

Aktifitas kesenangan yang terdiri dari aktifitas bermain permainan online atau mengunduh musik (youtube) atau software (Torrent-site) untuk tujuan kesenangan dan sifatnya menghibur.

d.    Aktifitas emosi virtual

Aktifitas emosi virtual mendeskripsikan aktifitas online yang tidak dapat dikategorisasikan dengan aktifitas lainnya seperti berbelanja online atau mencari pacar online. Aktifitas ini juga bisa digunakan untuk kegiatan berjudi atau berkencan.

Perilaku cyberloafing yang tidak terkontrol memiliki dampak negatif seperti tindakan tidak disiplin, kinerja yang menurun, pemborosan terhadap fasilitas kantor, berkurangnya  produktivitas hingga penghentian atau kehilangan karyawan.

Penggunaan internet di kantor sebenarnya bukannya hal terlarang sepanjang penggunaannya untuk kepentingan pekerjaan di kantor. Peran organisasi disini penting karena sebagai pimpinan harus menjadi model bawahannya. Jika pimpinan juga melakukan cyberloafing, bagaimana dengan bawahannya? Stop Cyberloafing.

Referensi

 

Blanchard, A., & Henle, C. (2008). Correlates of different forms of cyberloafing: The role            of norms and external locus of control. Computers in Human     Behavior,       24,       1067-1084.

 

Lim, V. K. G., & Teo, T. S. H. (2005). Prevalence,           perceived seriousness, justification, and             regulation of cyberloafing in Singapore: An exploratory study. Journal of Information and     Management, 42, 1081-      1093.

 

Ozler, D. E., & Polat, G. (2012). Cyberloafing phenomenon in organizations:         Determinants and impacts. International Journal of e-Bussiness and Studies,      4, 1-15.