ISSN 2477-1686

Vol.4. No.5, Maret 2018

Gambaran Peran Strategis Kader Posyandu 

sebagai Agent of Change

  Oleh

Budi Sarasati

Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Berdirinya Posyandu 

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) pertama kali dicanangkan tahun 1986 di Yogyakarta oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada Hari Kesehatan Nasional. Pada tahun 1990, terjadi perkembangan luar biasa berkat Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 1990 tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu. Seluruh kepala daerah ditugaskan meningkatkan pengelolaan mutu Posyandu. Dalam penyelenggaraannya, pengelola Posyandu dipilih dari dan oleh masyarakat pada saat musyawarah pembentukan. Pengurus Posyandu harus memiliki kriteria:

  1. Sukarelawan dan tokoh masyarakat setempat,     
  2. Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi masyarakat,       
  3. Bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat. 

Kini Posyandu memasuki generasi ketiga. Posyandu generasi pertama hanya melayani penimbangan dan pencatatan perkembangan balita. Generasi kedua menambahkan kegiatan membuka pos ekonomi kreatif. Generasi ketiga menambahkan kegiatan pendataan dan penanganan hukum pada korban KDRT dan pelecehan seksual ibu dan balita. 

Peran Kader Posyandu

Sebagai konsekuensi, peran Kader meningkat. Hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun semua komponen masyarakat. Sebelum dilantik, calon kader dibekali pelatihan yang mencakup materi dasar agar memahami pengelolaan Posyandu dan materi inti yang terdiri dari: 1) memahami tugas  kader dalam penyelenggaraan Posyandu, 2) memahami masalah kesehatan pada sasaran Posyandu, 3) menggerakkan masyarakat, 4) melaksanakan lima langkah kegiatan Posyandu dan kegiatan pengembangan, 5) melaksanakan penyuluhan, dan 6) melaksanakan pencatatan dan pelaporan Posyandu.

Relevansi Psikologi

Menurut teori kognisi sosial Albert Bandura, jika ada “model” di lingkungan individu atau di lingkungan publik, proses belajar terjadi dengan memperhatikan model tersebut. Hal ini dibangun dari Posyandu untuk menyadarkan betapa pentingnya Posyandu dalam penanganan kesehatan secara psikologis dan fisik.

Sosialisasi dan Survei yang dilakukan di Posyandu

Tahun 2017, Penulis ditunjuk Ketua RW X menjadi Ketua Posyandu Edelweis. Awal pembentukan Posyandu bulan Oktober 2017 berbarengan dengan Pekan Imunisasi MMR (Mumps, Measles dan Rubella). Pada hari kunjungan, hanya 10 anak yang divaksinasi MMR padahal sudah ada sosialisasi. Penulis melakukan jajak pendapat dengan sekitar 150 orang warga RW X menggunakan 10 closed-ended questions, yang terdiri dari: 1) 3 pertanyaan Profil Posyandu, 2) 4 pertanyaan pelayanan Posyandu, 3) 2 pertanyaan peran Kader Posyandu, dan 1 pertanyaan open-ended tentang harapan terhadap tugas Posyandu.  Jawaban responden adalah 1) belum tahu ada Posyandu 30%, 2) belum tahu jenis-jenis pelayanan Posyandu 70 %, 3) lebih memilih ke dokter spesialis dan Rumah Sakit 70 %, 4) Kader lebih proaktif dalam menyosialisasikan program Posyandu 80%, 5) Harapan warga adalah Posyandu bisa melayani pengobatan 30 %, pemeriksaan kesehatan umum 25 %, dan  penyuluhan tentang tren kesehatan terkini 45 %.

November 2017, melalui kegiatan arisan RW, Penulis melakukan sosialisasi dan tanggapannya adalah mendukung kegiatan Posyandu. Desember 2017, terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) wabah difteri di Indonesia dengan 593 kasus dan 32 kematian. Kementerian Kesehatan melakukan imunisasi ulang ORI (Outbreak Response Immunitation ) di 3 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten –karena tingginya prevalensi dan kepadatan penduduk. Setiap pusat pelayanan kesehatan wajib melaksanakan ORI termasuk Posyandu X.  Aksi para kader Posyandu X adalah menggalakkan WAG (Whats Up Group) untuk menyebarkan informasi bahwa ORI I dapat dilaksanakan di Posyandu X. Pada hari pelaksanaan ORI, terdapat 231 peserta anak di bawah usia 19 tahun - jumlah yang besar dibandingkan rata-rata capaian Posyandu lain yaitu 100 anak.

Saat kegiatan ORI, Penulis melakukan jajak pendapat secara random kepada 50 pengunjung. Sasarannya adalah orang tua anak yang akan diimunisasi. Pertanyaan jajak pendapat berbentuk pertanyaan terbuka “Mengapa mereka memilih Posyandu di lingkungan perumahan”. Jawaban responden terkategori menjadi 6, meliputi: 1) karena jarak lebih dekat 31%, 2) karena Rumah Sakit sudah habis vaksin 12%, 3) karena gratis 30%, 4) karena anjuran teman/sahabat, 5) karena khawatir anaknya akan tertular difteri 23% dan 6) karena merupakan program pemerintah 5%.

Kesimpulan

Kesimpulan di atas adalah bahwa Posyandu dapat melaksanakan fungsinya dengan baik karena peran aktif Kader. Melalui pembinaan Kader terus menerus, yang dilakukan oleh Puskesmas Pembina, peran Kader Posyandu sangat strategis dalam peningkatan kesehatan masyarakat.  

Referensi

 

Buku Panduan Posyandu. (2012). Ayo ke Posyandu setiap bulan: Posyandu Menjaga Anak dan Ibu Tetap Sehat. Kementerian Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan.

Kurikulum dan Modul Pelatihan Kader Posyandu. (2012). Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Pokjanal Posyandu Pusat.

Oskamp, S., Schultz., & Wesley, P. (2008). Applied Social Psychology. New Jersey: Second Edition, Prentice Hall Upper Saddle River.  

Putra., M., & Luthfy. (2017). Kemenkes: Difteri tahun Ini luar biasa. Diunduh dari kompas.com-07/12/2017 pada 07 Desember 2017.