ISSN 2477-1686 

Vol.4. No.1, Januari 2018

Mendengar Empatik dalam Kehidupan Sehari-hari

Oleh:

Sandra Handayani Sutanto

Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan

 

Kasus Mendengar Empatik

 

Suatu malam seorang bapak Y  pulang dengan raut wajah yang kusut. Selama dalam perjalanan ke rumah, ia sudah menceritakan pergantian kepemimpinan dan ketidakpastian karir di kantor dalam bentuk percakapan whatsapp dengan istrinya. Si istri hanya merespon seperlunya dengan kata-kata yang singkat. Setibanya di rumah, bapak Y melanjutkan cerita mengenai hal yang membuatnya resah dan istrinya hanya menanggapi seperlunya, sembari membaca berita terbaru di gawai. Singkat cerita, bapak Y merasa istrinya tidak peduli, sehingga ia merasa sendirian dalam menghadapi masalah dan tidak dimengerti oleh pasangannya. Kisah yang lain, perusahaan tempat ibu X bekerja sedang mencoba memenuhi target produksi tahun ini. Beban kerja ibu X semakin bertambah dan mulai dirasa tidak masuk akal. Kelebihan beban dalam bekerja mendorongnya untuk mempertimbangkan pengunduran diri. Saat bercerita dengan suami, responnya singkat dan terkesan tidak bisa memahami apa yang dialami oleh ibu X. Pada akhirnya hal ini memicu permasalahan dalam hubungan, dan ibu X berhenti bercerita mengenai pekerjaan dengan suaminya. Apakah ada diantara kita yang pernah mengalami situasi seperti ini—sebagai Bapak Y dan ibu X—merasa tidak dimengerti oleh orang lain?

Mendengar Empatik

 

Ilustrasi di atas menunjukan bahwa ketika seseorang mengungkapkan mengenai perasaan dan pemikirannya, ia membutuhkan tanggapan yang tepat dan perasaan dimengerti oleh orang lain. Rogers (dalam Feist, Feist & Roberts, 2013) menyatakan bahwa elemen yang dibutuhkan dalam perkembangan individu adalah mendengar empatik—selain  penerimaan tanpa syarat dan kongruensi. Empati hadir saat individu merasakan dengan tepat perasaan individu lain dan mampu mengkomunikasikan  persepsi mereka sehingga individu lain-- yang bercerita/yang mengungkapkan-- dapat mengetahui bahwa ada individu yang telah memasuki dunia perasaan mereka tanpa prasangka dan mereka merasa tidak dievaluasi. Singkatnya, Rogers (dalam Feist, Feist & Roberts, 2013) mendefinisikan empati sebagai hidup sementara dalam kehidupan seseorang, bergerak di dalamnya dengan nyaman, dan tidak membuat penilaian.

Bagian dari Empatik

Bellafiore (dalam DeVito, 2015) menyatakan bahwa empati memiliki 2 bagian yaitu :

  1. Berpikir empati, mengekspresikan pemahaman kita terhadap hal yang disampaikan oleh individu, misalnya dengan memparafrasekan hal yang disampaikan.
  2. Merasakan empati, dalam bentuk mengekspresikan perasaan kita terhadap cerita/isi percakapan yang disampaikan, misalnya saat pasangan menceritakan mengenai masalah yang dialami, maka respon pendengar bisa berupa ‘Saya bisa membayangkan betapa beratnya harus menghadapi semua tugas secara bersamaan.’ Merasakan empati dan berpikir empati bisa dilakukan pada saat yang bersamaan.

Manfaat mendengar empatik

 

Mendengar empatik ini memiliki beberapa manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain/lawan bicara. Hasil penelitian Lerner, Adair, Plumb, Rhatigan dan Orsilo (2007) menyatakan bahwa respon yang empatik memiliki implikasi yang krusial dalam fungsi interpersonal, meningkatkan perasaan intimasi dan meningkatkan kualitas kehidupan secara keseluruhan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schubert (2007) menegaskan bahwa perasaan dimengerti—efek dari mendengar empatik—akan membuat remaja memilih untuk terkoneksi dengan individu yang peduli, tidak mencari  teman sebaya--yang mungkin memiliki pengaruh negatif.

Cara mendengar empatik

Setelah mengetahui manfaatnya, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana caranya mendengar dengan empatik? DeVito (2015)  menyarankan beberapa hal yang bisa dicoba untuk melatih kemampuan mendengar empatik :

  • Dari sisi yang mendengarkan cerita, cobalah untuk menjelaskan isi percakapan/cerita dengan mengambil sudut pandang pembicara/pencerita. Untuk memahami perspektif pembicara, cobalah untuk melihat urutan kejadian cerita, dan mencari tahu bahwa hal tersebut dapat memengaruhi pemikiran, perasaan dan apa yang diungkapkan oleh pembicara.
  • Hindari mendengar secara ofensif. Proses mendengar informasi yang tidak utuh hanya akan membuat kita cenderung untuk mengkritisi/mencari-cari kesalahan dan menyerang pembicara/orang yang menyampaikan cerita..
  • Hindari untuk mencoba memecahkan masalah atau memberikan saran saat mendengar empatik. Komunikasi yang suportif dan pemahaman lebih diperlukan daripada mengevaluasi situasi yang sedang dihadapi oleh pembicara.
  • Berusahalah untuk mendengarkan individu yang menyampaikan cerita secara objektif. Penilaian kita terhadap seseorang bisa mendistorsi pesan yang disampaikan.

 

Saat kita mencoba mendengar empatik, saat itulah kita sedang mengembangkan diri sendiri dan orang lain dalam hubungan interpersonal. Singkat kata, mendengar empatik memang tidak mudah, namun bisa dilatih untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar.

We think we listen, but very rarely do we listen with real understanding,

true empathy. Yet listening, of this very special kind,

is one of the most potent forces for change that I know.

 

–Carl Rogers

 

Referensi

DeVito, J.A. (2015). Human communication : The Basic Course (13th ed). Boston : Pearson.

Feist, J., Feist, G.J., & Roberts, T. (2014). Theories of personality (8th ed.) New York :McGraw-Hill

Lerner. J.B., Adair, C., Plumb, J,C., Rhatigan, D.L., & Orsillo, S.M. (2007). The case for mindfulness-based approaches in the cultivation of empathy : Does nonjudgmental, present-moment awareness increase capacity for perspective-taking and empathic concern?. Journal of Marital and Family Therapy, 33, 501-516.

Schubert, J. (2007). Engaging youth with the power of listening. Reclaiming Children and Youth, 15(4), 227-228.