ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 36 Juni 2025
Scrolling Tiktok dan Prokrastinasi: Tantangan Regulasi Diri Mahasiswa di Era Digital
Oleh:
Luthfia Hanum
Magister Psikologi Sains, Universitas Sumatera Utara
Pernahkah kamu membuka TikTok dengan niat hanya sebentar, namun tanpa disadari waktu berlalu berjam-jam? TikTok telah menjadi fenomena global, terutama di kalangan mahasiswa, yang sering terjebak dalam kebiasaan scrolling tanpa henti. Awalnya hanya untuk hiburan sesaat, namun waktu berlalu begitu cepat tanpa disadari. Aplikasi berbasis video pendek ini menggunakan algoritma canggih untuk menyajikan konten yang menarik bagi penggunanya, sehingga membuat mereka betah berlama-lama menatap layar. Tidak mengherankan jika Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah pengguna TikTok terbesar di dunia. Data Statista (2025) menunjukkan Indonesia berada di posisi kedua global dengan 107,7 juta pengguna aktif, hanya kalah dari Amerika Serikat. Bahkan pada Juli 2024, Indonesia sempat menempati peringkat pertama dengan 157,6 juta pengguna. Lonjakan ini mencerminkan kedekatan generasi muda Indonesia dengan teknologi digital, namun juga menghadirkan tantangan, terutama dalam hal prokrastinasi akademik.
Di balik popularitas TikTok, ada tantangan besar, terutama bagi mahasiswa. Sebagai pengguna aktif, mereka sering terjebak dalam kebiasaan scrolling tanpa henti. Awalnya hanya untuk rehat sejenak, namun tanpa disadari, kebiasaan ini berlanjut berjam-jam dan perlahan membentuk pola prokrastinasi akademik, yaitu kebiasaan menunda-nunda tugas meskipun tahu itu merugikan (Ferrari, 2010). Data dari Gitnux (2024) menunjukkan bahwa 80–95% mahasiswa mengalami prokrastinasi, dan media sosial menjadi salah satu faktor utama penyebabnya.
Lalu, apa yang membuat TikTok begitu menarik bagi mahasiswa? Menurut teori uses and gratifications (Katz et al., 1974), media digunakan untuk memenuhi kebutuhan hiburan dan pelarian dari stres, yang mana dua hal ini ditawarkan TikTok secara instan. Algoritmanya menyajikan konten sesuai minat, menciptakan pengalaman emosional dan sosial yang membuat pengguna betah berlama-lama (Ruggiero, 2021) Meski TikTok terlihat sebagai hiburan ringan, bagi banyak mahasiswa, aplikasi ini bisa menjadi penghalang produktivitas akademik. Kebiasaan scrolling tanpa henti justru membuat mereka menunda pekerjaan yang seharusnya diselesaikan. Liu dan Li (2024) menyatakan bahwa kebiasaan ini mengganggu manajemen waktu belajar mahasiswa. Steel (2007) menjelaskan bahwa kita cenderung memilih kepuasan instan dari konten TikTok, ketimbang berfokus pada tugas akademik yang lebih menuntut perhatian penuh. Dampaknya tidak hanya pada waktu yang terbuang, tapi juga pada kualitas tidur, konsentrasi, dan kesehatan mental (Turel, 2015; Wang et al., 2021). Manzoor et al. (2024) menunjukkan bahwa mahasiswa yang kecanduan scrolling TikTok cenderung lebih sering menunda-nunda tugas, yang akhirnya mengganggu konsentrasi dan mengurangi produktivitas akademik
Kebiasaan ini berkaitan erat dengan rendahnya kontrol diri. Semakin sulit mengontrol diri, semakin besar godaan untuk menunda tugas yang harus diselesaikan. Rasouli et al. (2025) menyebutkan bahwa individu dengan kontrol diri rendah lebih rentan terhadap gangguan digital, yang akhirnya memperparah prokrastinasi. Jika kebiasaan ini terus dibiarkan, dampaknya bukan hanya pada tugas yang terbengkalai, tapi juga pada kondisi psikologis. Mahasiswa yang terjebak dalam siklus penundaan ini, tak jarang merasakan tekanan mental yang semakin besar. Rogowska dan Cincio (2024) mengungkapkan, ketergantungan pada TikTok bisa menimbulkan gejala depresi, seiring dengan semakin menumpuknya tugas yang belum dikerjakan. Meskipun begitu, menahan diri untuk tidak membuka TikTok bukanlah hal yang mudah. Setiap kali berusaha menjauh, justru beban mental semakin meningkat. Wang et al. (2021) menjelaskan fenomena ini sebagai digital self-control fatigue, atau kelelahan psikologis akibat terus-menerus menahan dorongan untuk membuka media sosial. Ketika kelelahan ini muncul, fokus pun mulai hilang, dan tugas yang seharusnya diselesaikan malah semakin terbengkalai..
Oleh karena itu, mengelola diri secara efektif menjadi kunci utama dalam menghadapi distraksi digital. Mahasiswa dengan kontrol diri yang baik mampu mengatur waktu dengan bijak, menyeimbangkan hiburan dan belajar, serta tetap konsisten menyelesaikan tugas akademik (Kuss & Griffiths, 2017). Regulasi diri bukan hanya soal menahan godaan, tetapi juga kemampuan untuk menetapkan tujuan, memantau kemajuan, dan mengevaluasi diri secara reflektif (Zimmerman, 2002; Bandura, 1991). Dengan regulasi diri yang kuat, mahasiswa cenderung mengurangi prokrastinasi, sehingga dapat tetap fokus pada tujuan jangka panjang dan mencapai prestasi akademik yang lebih baik (Duckworth et al., 2019). TikTok memang bagian dari kehidupan mahasiswa yang tak terhindarkan, tetapi dengan regulasi diri yang baik, mereka tetap bisa fokus pada akademik. Selama individu memiliki kesadaran dan keterampilan untuk mengarahkan diri, penggunaan media sosial yang terkendali dapat mendukung pengelolaan emosi dan kesejahteraan, sementara tanpa kontrol diri, hal ini justru mengganggu fokus dan produktivitas belajar (Reinecke et al., 2021).
Salah satu cara yang efektif untuk memperkuat regulasi diri di era digital adalah dengan menerapkan digital detox. Ini bukan hanya sekadar tren, melainkan wujud dari kesadaran diri untuk menata kembali keseimbangan hidup, dengan cara berhenti sejenak dari aktivitas media sosial agar pikiran dan emosi memiliki ruang untuk pulih dan tenang. Saat seseorang ematikan notifikasi, membatasi waktu bermain media sosial, atau menghapus aplikasinya sementara bisa memberi jeda bagi pikiran untuk beristirahat. Cara ini terbukti mampu menurunkan stres dan menstabilkan emosi (Vanman et al., 2018). Dengan berkurangnya distraksi digital, waktu pun bisa digunakan lebih efisien untuk mengambil keputusan akademik yang lebih tepat (Syvertsen, 2020) Pada akhirnya, beradaptasi dengan teknologi seperti TikTok memang perlu, tapi mengendalikan diri agar tak larut dalam scrolling adalah adalah seni bertahan di era digital. Dengan regulasi diri yang baik, mahasiswa bisa tetap produktif tanpa mengorbankan kesejahteraan mental.
Referensi:
Bandura, A. (1991). Social cognitive theory of self-regulation. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), 248–287. https://doi.org/10.1016/0749-5978(91)90022-L
Ferrari, J. R. (2010). Still procrastinating: The no regrets guide to getting it done. Turner Publishing Company.
Duckworth, A. L., Taxer, J. L., Eskreis-Winkler, L., Galla, B. M., & Gross, J. J. (2019). Self-control and academic achievement. Annual Review of Psychology, 70, 417–439. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-010418-103230
Gitnux. (n.d.). Student procrastination statistics: Impact on academic performance and mental health. Retrieved March 18, 2025, from https://gitnux.org/student-procrastination-statistics/
Katz, E., Blumler, J. G., & Gurevitch, M. (1973). Uses and gratifications research. The Public Opinion Quarterly, 37(4), 509–523. http://www.jstor.org/stable/2747854
Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2017). Social networking sites and addiction: Ten Lessons Learned. International journal of environmental research and public health, 14(3), 311. https://doi.org/10.3390/ijerph14030311
Liu, Q., & Li, J. (2024). A one-year longitudinal study on the mediating role of problematic TikTok use and gender differences in the association between academic stress and academic procrastination. Humanities and Social Sciences Communications, 11(1), 1132. https://doi.org/10.1057/s41599-024-03654-6
Manzoor, R., Sajjad, M., Shams, S., & Sarfraz, S. (2024). TikTok scrolling addiction and academic procrastination in young adults. Pakistan Journal of Humanities and Social Sciences, 12(4), 3290–3295. https://doi.org/10.52131/pjhss.2024.v12i4.2592
Rasouli, A., Nejad-Ebrahim Soumee, Z., Tirgari Seraji, H., Ramzi, F., & Saed, O. (2025). The self-control bridge: Connecting social media use to academic procrastination. Psychological Reports, 0(0). https://doi.org/10.1177/00332941251330538
Reinecke, L., Gilbert, A., & Eden, A. (2021). Self-regulation as a key boundary condition in the relationship between social media use and well-being. Current Opinion in Psychology, 41, 35–39. https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2021.12.008
Rogowska, A. M., & Cincio, A. (2024). Procrastination Mediates the Relationship between Problematic TikTok Use and Depression among Young Adults. Journal of clinical medicine, 13(5), 1247. https://doi.org/10.3390/jcm13051247
Ruggiero, T. E. (2000). Uses and Gratifications Theory in the 21st Century. Mass Communication and Society, 3(1), 3–37. https://doi.org/10.1207/S15327825MCS0301_02
Statista. (2025). Leading countries based on TikTok audience size as of February 2025. https://www.statista.com/statistics/1299770/tiktok-users-country/
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytic and theoretical review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin, 133(1), 65–94. https://doi.org/10.1037/0033-2909.133.1.65
Syvertsen, T. (2020). Digital detox: The politics of disconnecting. Emerald Publishing Limited. https://doi.org/10.1108/9781787693395
Turel, O. (2015). Quitting the use of a habituated hedonic information system: A theoretical model and empirical examination of Facebook users. European Journal of Information Systems, 24(4), 431–446. https://doi.org/10.1057/ejis.2014.19
Vanman, E. J., Baker, R., & Tobin, S. J. (2018). The burden of online friends: The effects of giving up Facebook on stress and well-being. The Journal of Social Psychology, 158(4), 496–508. https://doi.org/10.1080/00224545.2018.1453467
Wang, Y., Sun, H., & Li, L. (2021). Digital self-control fatigue: A new challenge in the age of information overload. Psychology and Behavioral Sciences, 10(3), 45–54. https://doi.org/10.11648/j.pbs.20211003.12
Zimmerman, B. J. (2002). Becoming a self-regulated learner: An overview. Theory into practice, 41(2), 64–70. https://doi.org/10.1207/s15430421tip4102_2