ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 31 April 2025
Dampak Pengasuhan Ketat Orang Tua Pada Perkembangan Anak
Oleh :
Ronika Cantika Sihombing
Faklultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Orang tua kerap kali memberikan bimbingan kepada anak-anak mereka dalam berbagai bidang, termasuk penampilan, pendidikan, serta rencana masa depan. Beberapa contoh pernyataan:
"Apakah kamu yakin ingin mengenakan pakaian itu? Gantilah, warna tersebut tidak cocok untukmu."
"Kamu ingin kuliah di mana? Jangan terlalu jauh, sebaiknya tetap di kota ini."
"Apa rencana setelah lulus? Jika tidak segera bekerja, hati-hati dengan masa depanmu."
"Besok ada ujian matematika. Setelah ini, langsung belajar. Mama sudah mencetak latihan soal tambahan. Jangan bermain game dulu, ya. Mama akan menemanimu sampai selesai."
Ungkapan-ungkapan seperti ini mungkin terdengar familiar. Meskipun bentuk kontrol tersebut sering kali didasari oleh niat baik dan kasih sayang, pada kenyataannya, sikap yang terlalu mengontrol dapat membatasi kebebasan anak dalam mengambil keputusan. Ketika tuntutan dari lingkungan lebih dominan dibandingkan dengan keinginan pribadi, anak cenderung mengabaikan suara batinnya sendiri. Anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemandirian, mengeksplorasi minat, serta menentukan pilihan hidup secara otonom. Akibatnya, anak dapat merasa seperti burung dalam sangkar pada awalnya menganggap sangkar tersebut sebagai tempat perlindungan, namun akhirnya menyadari bahwa itu adalah penjara yang membatasi kebebasannya.
Mengapa Orang Tua Cenderung Mengontrol Anak secara Berlebihan?
Beidel & Turner, 1997 menemukan bahwa orang tua yang cenderung mengontrol anak secara berlebihan karena kecemasan dan tekanan yang mereka alami.Yang dimana mereka sering memiliki ekspektasi tinggi untuk membesarkan anak secara "sempurna" tanpa kesalahan, risiko, atau kegagalan. Padahal, anak akan menghadapi tantangan dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, anak perlu diberi kesempatan untuk belajar mengambil keputusan dan menghadapi konsekuensinya secara mandiri.
Jika orang tua terlalu mengontrol, mereka justru menghilangkan kesempatan anak untuk belajar mandiri. Hal ini berbahaya karena suatu saat anak akan menghadapi situasi di mana orang tua tidak bisa mendampingi, sehingga anak mungkin mengalami keterkejutan atau kebingungan. Padahal, anak-anak sebenarnya mampu membuat keputusan sendiri, asalkan dalam batasan yang ditetapkan oleh orang tua (Baumrind, 1971, 1978).
Dampak Pengasuhan Ketat terhadap Anak
Peneliti Lamborn et al. (1991) juga mengungkapkan bahwa , anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan dengan pengawasan orang tua yang sangat ketat cenderung mengalami rendahnya kepercayaan diri. Mereka sering merasa tidak pernah mencapai standar yang diharapkan dan terus berusaha keras untuk mencapai standar tinggi yang diharapkan orang tua.
Dengan demikian, metode pengasuhan yang digunakan orang tua memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk kepribadian dan perkembangan psikologis anak. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua tidak hanya membentuk sikap anak dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis dan stabilitas emosional mereka masa mendatang.
Membangun Pola Asuh yang Lebih Sehat
Dalam konteks ini, keterampilan pengasuhan (parenting skill) yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada konsep positive parenting skill, sebagaimana dikemukakan oleh Gray (2000). Konsep ini mencakup lima dimensi utama dalam membangun pola asuh yang lebih sehat, yaitu:
- Boleh berbeda : Setiap anak perlu mendapatkan porsi perlakuan, motivasi dalam bentuk dan bobot yang tidak sama. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan-perbedaan karakteristik bawaannya, tempramennya, inteligensinya, tubuhnya, kecepatan belajarnya, kesenangan dan seleranya. Kesalahan terbesar orangtua adalah membandingkan anakn ya dengan anak lain, anak akan berkembang dengan optimal manakala ia mendapat dukungan secara konsisten namun tidak dibanding-bandingkan dengan anak lain yang memiliki nilai lebih (lebih cerdas, lebih cekatan dan lain sebagainya)
- Boleh berbuat salah: Orangtua pastinya pernah berbuat salah, apakah disadari atau tidak. Demikian pula dengan anak. Dan keyakinan yang keliru adalah manakala orangtua berpengangan pada klaim yang menyatakan bahwa anak tidak dihukum pada saat melakukan kesalahan ,maka anak tidak akan bisa belajar berprilaku benar. Sesungguhnya anak memiliki kemampuan beradaptasi. Hidup adalah proses melakukan kesalahan sekaligus menerima kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Beberapa pengalaman masa kecil orang tua tidak menyenangkan semestinya sebagai bahan Pelajaran bagaimana ia memperlakukan anaknya sekarang. Orang tua meski ingat bahwa ia dapat melakukan hal terbaik saat ini banyak dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki
- Boleh berekspresi negative: Sebagaimana orang tua, anak-anak pun akan mengalami berbagai perasaan. Terkadang mereka juga begitu sensitive. Tantangannya adalah bagaimana membuat anak menyadari bahwa perasaan sensitive, baik itu negative maupun positif adalah hal biasa dalam hidup. Melalui kesadaran yang tinggi atas perasaan , anak-anak akan menyadai kenyataan siapa sebenarnya mereka dalam ruang lingkup yang besar. Mereka akan mampu menatap dan menghadapi tantangan hidup pada zamannya bahkan lebih kuat dari orangtua mereka,
- Boleh berbuat lebih: Anak yang dibersarkan oleh kehendak yang kuat takkan dapat ditindak oleh kaum tiran, mereka juga tidak memperlakuan orang lain secara dominan, mereka akan berinteraksi sosial dengan cara-cara yang baru. Kerjasama akan menjadi pengalaman sehari-hari sehinga kemampuan kerja sama akan terbangun dengan baik. Melalui pemberian kesemapatan pada anak yang berkeinginan lebih, hal ini akan membangun kesadaran bahwa mereka boleh berfikir dan berencana besar. Mereka percaya diri untuk kemampuannya untuk medapatkan hal yang lebih. Dalam dirinya terdapat Hasrat yang besar disertai dengan pengetahuan intuitif guna mempeloreh apa yang mereka inginkan,
- Boleh berkata tidak: Memberikan anak kesempatan untuk berkata tidak, secara sekilas tampak seperti pola pengasuhan yang bersifat permisif. Sebenarnya yang diinginkan dalam konteks pengasuhan yang positif ini adalah tetap menengakkan pengawasan dan pengontrolan, namun anak tidak akan merasa takut atau bersalah. Dengan perlakuan seperti itu anak jangan sampai bersifat resisten. Orang tua mendengarkan dan memahami resisten ini, mengarahkan anak untuk bekerja sama untuk menentukan apa yang menjadi kehendaknya dengan memperhatikan berbagai kemungkinan. Anak yang diperbolehkan menolak untuk menutup pintu sebagai bentuk ekspresi perasaanya perlu ditindaklanjuti dengan mengekplorasi dan menemukan apa yang sebanarnya yang ia inginkan. Pembiaran penolakan ini bukan berarti orangtua menuruti keinginan anak.
Apa yang diinginkan anak adalah lebih pada ia ingin di dengar bila hal ini dilakukan oleh orangtua maka anak akan lebih mampu untuk bekerjasama. Lebih penting lagi anak akan mau bekerja sama tanpa perlu ada yang merasa tertekan. Orangtua perlu membedakan antara keinginan yang disesuaikan dengan keinginan yang ditolak. Anak yang keiinginanya disesuaikan akan lebih muda mampu beradaptasi dengan lingkungan secara baik, sementara itu, anak yang keinginanya ditolak kemudian menuruti keiinginan orangtua hal itu sedikit demi sedikit akan merapuhkan kehendak yang ia miliki, tanpa memiliki kehendak yang kuat orang lain akan lebih mudah menipu dan merendahkannya
Referensi:
Beidel DC, Turner SM. At risk for anxiety: I. psychopathology in the offspring of anxious parents. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 1997;36(7):918–924. https://doi.org/10.1097/0004583-199707000-00013 doi:10.1097/00004583-199707000-00013.
Baumrind, D. (1971). Current patterns of parental authority. Developmental Psychology, 4(1, Pt.2), 1–103. https://doi.org/10.1037/h0030372
Baumrind, D. (1978). Reciprocal rights and responsibilities in parent–child relations. Journal of Social Issues, 34(2), 179–196. https://doi.org/10.1111/j.1540-4560.1978.tb01038.x
Gray, J. (2000). Children atr from heaven: Positive parenting skills for raising cooperative, confi dent, and compassionate children. New York : HaperCollins Publishers.
Lamborn, S. D., Mounts, N. S., Steinberg, L., & Dornbusch, S. M. (1991). Patterns of competence and adjustment among adolescents from authoritative, authoritarian, indulgent, and neglectful families. Child Development, 62(5), 1049–1065. https://doi.org/10.2307/1131151