ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 31 April 2025

Sisi Gelap Mikromanajemen:

Efek Psikologi dan Dampaknya pada Karyawan

 Oleh:

Intan Sahara

Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

Seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan dengan kecenderungan untuk selalu memantau dan mengendalikan setiap aspek pekerjaan karyawan demi memastikan hasil yang sempurna disebut sebagai mikromanajemen. Hal ini sangat berdampak pada tingkat turn over dan engagement karyawan yang akan menyebabkan karyawan merasa tidak nyaman dan merasa sangat diawasi. Pemimpin dengan gaya mikromanajemen cenderung memberikan arahan yang sangat rinci kepada karyawan, bahkan menentukan secara spesifik bagaimana tugas harus diselesaikan, sehingga membatasi otonomi dan kreativitas para karyawan. Kepemimpinan mikromanajemen mencerminkan perilaku seorang pemimpin yang terlalu terlibat dalam setiap detail pekerjaan bawahannya serta mengawasi setiap langkah dalam proses kerja. Pemimpin dengan mikromanajemen sering kali kurang mempercayai kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas secara mandiri, sehingga mereka merasa perlu untuk terlibat secara langsung dan mendelegasikan tanggung jawab hanya dalam porsi yang sangat kecil (Andriyani dkk, 2024). Pemimpin yang menerapkan mikromanajemen sering kali memandang bahwa perusahaan atau organisasi sebagai milik pribadi, sehingga mereka cenderung menetapkan kebijakan tanpa melibatkan peran karyawan sebagai bagian dari perusahaan tersebut. Akibatnya karyawan akan merasa tidak memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat mereka.

Mikromanajemen sering kali muncul dari dorongan untuk mempertahankan kendali penuh atas setiap aspek pekerjaan, yang sejalan dengan sifat perfeksionis yang ingin memastikan standar tinggi selalu terpenuhi. Di sisi lain, beberapa pemimpin menggunakan pendekatan ini sebagai sarana untuk menegaskan otoritas mereka, bukan demi peningkatan kinerja, tetapi untuk memuaskan ego dan memperkuat posisi dominasi mereka dalam lingkungan kerja. Hal ini sejalan dengan pandangan Tavanti (2011) yang menyoroti dua motif utama di balik manajemen mikro: dorongan untuk kesempurnaan dan kebutuhan untuk menunjukkan kekuasaan. Namun, mikromanajemen dapat bermanfaat dalam beberapa kondisi tertentu yang dapat membantu karyawan dalam menyelesaikan tugasnya, seperti saat membimbing karyawan baru, dapat meningkatkan kinerja karyawan yang kurang produktif, serta dapat mencegah karyawan untuk melakukan tindakan prokrastinasi selama bekerja. Mikromanajemen akan berdampak positif jika tidak diterapkan dalam jangka panjang, karena gaya kepemimpinan ini dapat membawa dampak negatif yang signifikan bagi organisasi atau perusahaan. Mikromanajemen berdampak terhadap rendahnya kedisiplinan waktu, ketidakjelasan jobdesk, rendahnya hubungan interpersonal, kurangnya kerjasama, dan kebutuhan supervisi yang tinggi. Hal ini menyebabkan karyawan merasa tidak menghasilkan kinerja yang optimal (Abadi, 2022). Penerapan mikromanajemen dalam jangka waktu lama akan mengganggu moral karyawan dan berdampak pada lemahnya inovasi serta berpengaruh negatif pada kinerja karyawan di perusahaan. Karyawan menjadi cenderung lebih takut untuk menyelesaikan tugas secara mandiri, tidak kreatif, cenderung bergantung pada seluruh perintah pimpinan, dan pasifnya karyawan dalam bekerja (Ndidi dkk, 2022). Hal ini menyebabkan semakin tingginya mikromanajemen yang dimiliki pemimpin, maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan oleh karyawan.

Gaya kepemimpinan mikromanajemen dapat memberikan efek psikologis kepada karyawan seperti meningkatnya stres pada karyawan, mengalami frustasi, kurangnya motivasi karena merasa tidak diakui dan dihargai sehingga menyebabkan motivasi karyawan untuk bekerja menjadi menurun, kurangnya inisiatif dikarenakan selalu bergantung pada pemimpin untuk mengambil setiap keputusan serta tanggung jawab atas pekerjaan mereka sendiri, serta menurunnya kreativitas dikarenakan karyawan tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan ide-ide baru. Hal ini dapat menghambat perkembangan potensi dan kinerja karyawan generasi Z secara signifikan. Sejalan dengan hal tersebut, karyawan yang bekerja dalam suasana ini sering mengalami tingkat stres dan kecemasan yang lebih tinggi karena mereka merasa terus-menerus diawasi dan ditekan untuk memenuhi standar yang berlebihan. Kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan, yang ditandai dengan kondisi kelelahan emosional dan fisik yang kronis dan memperburuk kesehatan mental karyawan (Galindez dkk, 2024). 

Referensi:

Abadi, Indra. 2022. Pengaruh Mikromanajemen, Resiliensi, dan Organizational Citizenship Behaviour Terhadap Enggagement dan Dampaknya pada Kinerja Karyawan pada Rumah Sakit Tipe B di Kota Makassar. Jurnal Nobel, 3(1), 337-352. https://doi.org/10.37476/nmar.v3i2.3122

Andriyani, Yunita., J. Wulandari., F. Saptiani., A. Rifai. 2024. Gaya Kepemimpinan Mikromanajemen dan Kinerja Karyawan Generasi Z di Indonesia. Jurnal Administrasi Bisnis 13(2), 151-164.  https://doi.org/10.14710/jab.v13i2.64207 

Galindez, J. P., J. P. Arias., C. M. Bragas. (2024). Micromanagement on Employee Performance: A Killer or Motivator. International Journal for Research Trends in Social Sciences and Humanities, 2(4), 312-339. https://www.researchgate.net/publication/384443720_Micromanagement_on_Employee_Performance_A_Killer_or_Motivator

Ndidi, E. P., Oseremen, I., dan Oladipo. (2020). Workplace Bullying and Employee Performance: An Empirical Investigation. Management Science Letters, 10(9), 2043-2052. https://doi.org/10.55908/sdgs.v12i01.2159

Tavanti, M. (2011). Managing Toxic Leaders; Dysfunctional Patterns in Organizational Leadership and How to Deal with Them. Human Resource Mangement DePaul University, 127-136. https://works.bepress.com/marcotavanti/32/