ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 18 September 2024
Perdamaian
Oleh:
Sri Fatmawati Mashoedi, Eko A Meinarno, Khansa Nabila Anjani
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Pengantar
Perdamaian adalah konsep yang tak hanya memiliki dampak besar pada masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan penting dalam kesejahteraan individu dari sudut pandang psikologi. Psikologi membantu kita memahami bagaimana perdamaian menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan psikologis, emosional, dan sosial individu. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana perdamaian mempengaruhi psikologi manusia dan mengapa ini menjadi faktor kunci dalam pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Apa itu Perdamaian?
Perdamaian dapat diartikan sebagai sebuah kondisi tidak adanya bentuk kekerasan, kondisi yang harmonis. Terdapat dua jenis perdamaian, yakni perdamaian yang positif (positive peace) dan perdamaian yang negatif (negative peace). Positive peace mengacu pada absennya kekerasan struktural dan memunculkan keadilan sosial atau kondisi sosial yang setara. Sementara itu, negative peace adalah absennya kekerasan personal (direct) (Galtung, 1969). Perdamaian dapat dilihat bukan hanya tentang tidak adanya perang, tetapi perdamaian dapat dipandang secara aktif, yakni membangun hubungan yang kooperatif antarorang dan bangsanya (Christie et al., 2008). Perdamaian menimbulkan rasa aman dan keadilan secara sosial. Hal ini tentunya berkaitan dengan salah satu kebutuhan dasar manusia menurut teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, yakni safety needs atau kebutuhan akan rasa aman (Feist et al., 2018). Apabila kebutuhan dasar tersebut terpenuhi, manusia bisa memenuhi kebutuhan dasar berikutnya dan seterusnya memberi kesempatan bagi manusia untuk mengaktualisasi diri.
Terlebih lagi, dinamika kehidupan bermasyarakat Indonesia rawan akan adanya konflik yang memicu terganggunya suasana damai. Indonesia kerap dihadapkan konflik secara vertikal (antara masyarakat sipil dan penguasa) maupun horizontal (konflik dan kekerasan yang melibatkan SARA atau keberagaman kelompok sebagai negara yang pluralistik) (Muliono, 2021). Untuk itu, tiap orang perlu menanamkan sikap damai dan menciptakan perdamaian, baik untuk kesejahteraan pribadi secara psikologis maupun kesejahteraan sosial dengan keadilan dan tanpa kekerasan.
Perdamaian dan Dampak pada Kesejahteraan Psikologis
Lingkungan yang damai mencirikan lingkungan yang aman, stabil, dan terjaminnya hak asasi tiap individu di dalamnya. Apabila hal yang terwujud merupakan konflik, perang, atau kekerasan dan bukan perdamaian, kesejahteraan individu di dalamnya dapat terancam. Konflik, perang, atau kekerasan dapat melukai atau bahkan mengancam keselamatan jiwa, merusak fasilitas dan infrastruktur, menghambat pelayanan sosial, dan menjadikan lingkungan yang sedang ditempati menjadi tempat yang tidak aman dan nyaman lagi (Goldson, 2014).
Hal tersebut baru mengenai dampak secara fisik. Konflik, perang, atau kekerasan pun juga dapat memunculkan ketakutan serta ketidakpastian bagi orang-orang yang terdampak. Lalu, dampak secara psikologis seperti trauma, merasa terancam, dan maltreatment juga tentunya menyertai orang-orang yang merasakan absennya perdamaian tersebut (Garbarino & Kostelny, 2014). Jadi, selain kerugian fisik, tidak adanya kedamaian membuat kesehatan mental individu terancam sebab kebutuhan dasar akan rasa amannya tidak terpenuhi. Lebih lanjut, individu tidak dapat sejahtera apabila hal-hal di sekitarnya juga tidak dapat membuatnya merasa terlindungi dan tidak dapat memfasilitasi dirinya untuk berkembang, belajar, bekerja, mengekspresikan diri, dan berkegiatan dengan aman.
Sedangkan, perdamaian yang berarti kehidupan antarindividu harmonis dan rukun tentunya mendukung kesejahteraan individu. Lingkungan yang damai membuat individu dapat melakukan kegiatan-kegiatannya serta pemenuhan hak dan kewajiban dirinya secara aman tanpa merasa terancam. Perdamaian yang berarti terwujudnya keadilan sosial juga tentunya berkaitan dengan bagaimana tiap individu di dalamnya dapat kooperatif dan hidup bekerja sama dengan baik. Hal ini akan memudahkan tiap individu mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Lebih lanjut, kehidupan individu yang sejahtera akan menciptakan lingkungan dan masyarakat yang sejahtera dan bagus untuk perkembangan bangsa.
Selain itu, tidak hanya secara sosial, individu yang menanamkan serta memilih menjunjung tinggi sikap damai akan menimbulkan kesejahteraan psikologis bagi individu itu sendiri. Sikap damai berhubungan dengan adanya perasaan yang positif, kepuasan hidup yang baik, serta regulasi emosi yang adaptif yang mampu meningkatkan well-being (Sikka et al., 2023).
Oleh karena itu, perdamaian menjadi faktor krusial untuk menjaga lingkungan serta kesejahteraan individu, baik secara fisik, materi, maupun psikologis, agar tetap dapat berkembang dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan.
Mewujudkan Perdamaian
Perdamaian dan Hak Asasi Manusia
Perdamaian dan hak asasi manusia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perdamaian tidak dapat dicapai apabila hak asasi manusia tidak dilindungi dan tidak diwujudkan, dan begitu juga hak asasi manusia tidak ada apabila tidak ada perdamaian (Galtung & Webel, 2018).
Tidak ada individu yang mau hak asasinya terancam atau terganggu, dan apabila ada kondisi yang mengganggu keberadaan hak asasinya sebagai manusia, kondisi tersebut dapat mendorong terjadinya konflik sebab tidak adanya keadilan sosial yang merata. Untuk itu, dalam mewujudkan perdamaian, penting bagi tiap orang untuk menghargai hak asasi manusia masing-masing agar tidak memicu konflik yang mampu meniadakan perdamaian.
Perdamaian dan Perilaku Prososial
Perwujudan lingkungan yang harmonis dan damai dimulai dari ketika individu memilih untuk melakukan tingkah laku prososial yang mendorong kohesivitas dalam berhubungan dengan orang lain. Perilaku seperti membantu orang lain, berbagi, kooperatif, saling mendukung, dan empati adalah bentuk perilaku yang dapat membangun perdamaian (Taylor, 2020).
Terkadang, konflik memang tidak bisa selalu dihindari. Namun, individu dapat memilih untuk menghadapi konflik dengan cara serta resolusi yang baik ketimbang merusak atau memperparah kondisi hubungan yang ada. Dalam kehidupan bersosial, tiap individu atau antarkelompok perlu menjaga hubungan saling bergantung yang positif satu sama lain, yang mencirikan sikap kooperasi, menghargai dan memperhatikan kebutuhan pihak lain, dan melakukan manajemen konflik yang jelas dan bukan menghindar atau justru mendominasi/memaksa pihak tertentu.
Semua pihak harus dapat mengakomodasi dan terakomodasi akan kebutuhannya, menciptakan kolaborasi positif, dan mewujudkan pemecahan masalah yang win-win solution. Selain empati atau berusaha mendengar dan memahami sudut pandang pihak lain, buktikan juga perilaku tersebut dengan aksi yang nyata, seperti saling memastikan pemahaman akan sudut pandang masing-masing dan memahami secara mendalam aspirasi semua pihak yang terlibat (Christie & Montiel, 2013).
Individu yang kerap menanamkan sikap damai dalam kehidupan sehari-hari diketahui berkaitan dengan memiliki conscientiousness serta kestabilan emosi yang baik. Hal ini berkaitan dengan bagaimana individu yang cenderung mementingkan sikap damai umumnya juga memiliki karakter seperti mementingkan dan memperhatikan orang lain dengan baik serta dapat concern dan terorganisasi dalam menjaga relasi positif dengan orang lain. Selain itu, individu ini juga giat untuk menyelesaikan konflik dan menjaga rasa aman sekalipun berada di lingkungan yang penuh tekanan (Cavarra et al., 2021).
Dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa penting bagi kita untuk terus menanamkan sikap dan tingkah laku prososial saat berelasi dengan orang lain, lalu dibersamai juga dengan kemampuan untuk meregulasi emosi dan manajemen konflik yang baik sehingga meskipun nantinya terdapat konflik yang tidak dapat dihindarkan, kehadirannya tetap tidak merusak perdamaian.
Penutup
Dari perspektif psikologi, perdamaian menjadi elemen penting dalam membentuk kesejahteraan manusia, baik dari dan untuk dalam diri maupun kehidupan sosial. Perdamaian yang dicirikan dengan kehidupan harmonis tentunya menjadikan individu dan keseluruhan kehidupan bermasyarakat dapat dijalani dan berkembang secara positif. Oleh karena itu, perdamaian tidak hanya menjadi tujuan yang dikejar, tetapi juga merupakan fondasi penting bagi pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Referensi:
Cavarra, M., Canegallo, V., Santoddì, E., Broccoli, E., & Fabio, R. A. (2021). Peace and personality: The relationship between the five-factor model’s personality traits and the Peace Attitude Scale. Peace and Conflict: Journal of Peace Psychology, 27(3), 508–511. https://doi.org/10.1037/pac0000484
Christie, D. J., Tint, B. S., Wagner, R. V., & Winter, D. D. (2008). Peace psychology for a peaceful world. American Psychologist, 63(6), 540–552. https://doi.org/10.1037/0003-066X.63.6.540.
Christie, D. J., & Montiel, C. J.. (2013). Peace psychology and prosocial behavior. In David A. Schroeder, and William G. Graziano (eds). The Oxford Handbook of Prosocial Behavior, Oxford Library of Psychology. DOI: https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780195399813.013.003.
Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. (2018). Theories of Personality (9th Ed.). New York: McGraw-Hill.
Galtung, J. (1969). Violence, peace, and peace research. Journal of Peace Research, 3, 176–191.
Galtung, J., & Webel, C. (2018). Handbook Studi Perdamaian dan Konflik. Nusamedia.
Garbarino, J., & Kostelny, K. (2014). Children's response to war: What do we know?. In The psychological effects of war and violence on children (pp. 23–39). Psychology Press.
Goldson, E. (2014). War is not good for children. In The psychological effects of war and violence on children (pp. 3–22). Psychology Press.
Muliono. (2021). Indonesia pasca-konflik: Kekerasan sosial, perdamaian, dan wacana pembangunan berkelanjutan. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 12(1), 60–71.
Sikka, P., Revonsuo, A., & Gross, J. J. (2023). Individual differences in peace of mind reflect adaptive emotion regulation. Personality and Individual Differences, 215(112378). DOI: https://doi.org/10.1016/j.paid.2023.112378.
Taylor, M. K. (2020). The Developmental Peacebuilding Model (DPM) of children’s prosocial behaviors in settings of intergroup conflict. Child Development Perspectives, 14(3), 127–134. DOI: 10.1111/cdep.12377.