ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 18 September 2024
Pendekatan Biopsikososial dalam Manajemen Stres Pada Anak
Oleh :
Zelda Noelle Farrenta Pattinasarany, Janet Fabio Marley
Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan dan tekanan, anak-anak seringkali dihadapkan pada situasi yang dapat menguji batas kemampuan mereka. Ketika kehidupan yang seharusnya penuh dengan keceriaan dan rasa ingin tahu berubah menjadi ladang stres yang tak terhindarkan, tubuh dan pikiran mereka mulai merespons dengan cara yang mencemaskan. Stres pada anak bukanlah fenomena sepele; ini adalah cermin dari betapa kompleksnya dunia modern yang mereka hadapi. Ketika napas mereka mulai terasa lebih cepat, jantung berdegup kencang, dan tidur menjadi hal yang sulit (Unicef, 2022), kita perlu bertanya “apakah kita benar-benar menyadari beban yang mereka pikul di usia yang begitu muda?” Stres pada anak-anak sering kali tersembunyi di balik senyum mereka, namun dapat berdampak pada keseharian mereka. Teori Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan stres bukan hanya soal tantangan yang datang, tetapi bagaimana anak-anak kita menilainya. Pemahaman ini bukan hanya penting, tetapi ini adalah kunci untuk membantu anak-anak mengatasi tantangan hidup dengan lebih baik dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat. Yuk kita pelajari lebih dalam seputar stres pada anak!
Stres pada anak tidak hanya menimbulkan gejala fisik saja, namun juga dapat berdampak sgnifikan pada kesehatan mental mereka. Masalah perilaku, penurunan konsentrasi di sekolah, hingga gangguan emosi seperti kecemasan atau depresi adalah beberapa contoh dampak jangka panjang dari stres yang tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk bertindak proaktif dalam membantu anak-anak mengatasi stres. Strategi seperti mengajarkan teknik relaksasi, memberikan dukungan emosional yang konsisten, dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung dapat membantu anak- anak mengembangkan coping yang sehat (Thompson & Gauntlett-Gilbert, 2008). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu saat anak merasa stres diantaranya yaitu mengenali pemicu, memberikan kasih sayang, menjadi panutan, membangun kemampuan berpikir positif, dan membangun kebiasaan sehat (Unicef, 2022).
Dalam menangani stres pada anak, pendekatan yang menyeluruh sangat diperlukan, Model biopsikososial menawarkan cara pandang yang komprehensif untuk memahami dan mengatasi stres anak. Model ini mempertimbangkan tiga aspek dalam kehidupan anak, diantaranya : kesehatan fisik (biolois), kesehatan mental (psikologis), dan lingkungan sosial (sosial), Dengan menggunakan model ini, kita dapat melihat bagaimana tubuh anak, pikiran dan perasaan mereka, serta hubungan mereka dengan orang lain saling mempengaruhi dalam hal stres. Misalnya, stres dapat menyebabkan sakit perut (aspek biologis), membuat anak cemas (aspek psikologis), dan mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan teman (aspek sosial). Dengan memahami keterkaitan ini, orang tua dan profesional dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk membantu anak mengelola stres.
Model biopsikososial yang dikemukakan oleh George Engel merupakan kerangka kerja yang relevan untuk memahami dan mengelola stres pada anak- anak. Model ini menekankan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor biologis (seperti genetika dan kesehatan fisik), psikologis (seperti emosi dan kepribadian), dan sosial (seperti hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitar) (Engel, 1977). Dalam konteks anak-anak, hal ini berarti untuk mengelola stres dengan efektif, diperlukan pertimbangan semua aspek tersebut.
Dari perspektif biologis, ketika anak-anak mengalami stres, tubuh mereka secara otomatis bereaksi dengan mengaktifkan sistem saraf otonom yang bertanggung jawab atas response fight or flight (McEwen, 2007). Proses ini melibatkan pelepasan hormon stres, terutama kortisol yang membantu tubuh mengatasi situasi yang dianggap mengancam. Meskipun respons ini normal dan bermanfaat dalam situasi jangka pendek, tetapi stres yang berkepanjangan dapat menimbulkan efek negatif pada kesehatan anak. Misalnya, mereka kemungkinan akan mengalami gangguan tidur, penurunan sistem imun, adanya masalah dalam konsentrasi, dan lain sebagainya. Hal paling sederhana yang dapat diterapkan untuk membantu anak mengatasi stres adalah dengan membangun gaya hidup sehat. Pastikan mereka mendapatkan nutrisi seimbang tidur yang cukup, dan berpartisipasi dalam aktivitas fisik seperti bermain yang mendukung anak merasa senang karena mengurangi hormon stres dan meningkatkan produksi endorfin. Selain itu, penting bagi orang tua untuk membatasi paparan stres dengan mengatur jadwal yang seimbang, sehingga anak terhindar dari aktivitas berlebihan dan penggunaan gadget yang berlebihan.
Pada sisi psikologis, teori stres dan coping yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman menyoroti bagaimana anak-anak dapat memahami dan merespons stres yaitu situasi atau peristiwa yang dapat menyebabkan stres (Lazarus & Folkman, 1984). Berdasarkan teori ini, kemampuan anak-anak dalam menafsirkan dan mengatasi stres sangat penting dalam menentukan sejauh mana stres mempengaruhi mereka. Melalui sisi psikologis, orangtua maupun guru dapat membantu anak untuk mengelola stres dengan cara mudah dan praktis. Contohnya membantu anak mengenali perasaannya dengan pertanyaan sederhana seperti “apa yang kamu rasakan ketika sedang bertengkar dengan teman?” “apa yang membuatmu merasa senang?”. Selain itu, dapat dengan menunjukkan perasaan dan melabelkan perasaan seperti “Ayah merasa senang karena adik sudah berusaha belajar matematika”, “Sepertinya adik sangat senang ya ketika bermain mandi bola.”
Faktor sosial memainkan peran sangat penting dalam membantu anak mengelola stres. Dukungan sosial yang kuat dan baik dari keluarga, teman, maupun guru, dapat bertindak sebagai penyangga yang dapat melindungi anak- anak dari efek negatif stres. Menurut teori dukungan sosial, anak-anak akan merasa didukung secara emosional cenderung memiliki kemampuan coping yang lebih baik dan merasa lebih aman dalam menghadapi situasi yang menekan (Summergrad, 1994). Hal ini juga terkait dengan konsep attachment dari John Bowlby, di mana hubungan yang aman dengan figur orang tua atau pengasuh dapat memberikan rasa aman dan kepercayaan diri pada anak untuk menghadapi tantangan (Bowlby, 1988). Orang tua dapat membantu anak-anak menghadapi stres melalui cara yang sederhana namun efektif yaitu dengan menerapkan komunikasi terbuka. Mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberi ruang bagi anak untuk mengungkapkan perasaan dapat menjadi langkah awal yang kuat. Pada lingkup sekolah, guru dapat melakukan bimbingan konseling agar dapat mencari solusi dari akar masalah yang tercipta, didukung dengan hubungan teman sebaya yaitu bermain atau ikut kegiatan kelompok bersama.
Referensi:
Bowlby, J. (1988). A secure base: Parent-child attachment and healthy human development. Basic Books.
Engel, G. L. (1977). Science.847460. American Association for the Advancement of Science, 196(4286).
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer Publishing Company.
McEwen, B. S. (2007). Physiology and neurobiology of stress and adaptation: Central role of the brain. Physiological Reviews, 87(3), 873–904. https://doi.org/10.1152/physrev.00041.2006
Summergrad, P. (1994). Medical psychiatry units and the roles of the inpatient psychiatric service in the general hospital. General Hospital Psychiatry, 16(1), 20–31. https://doi.org/10.1016/0163-8343(94)90083-3
Thompson, M., & Gauntlett-Gilbert, J. (2008). Mindfulness with children and adolescents: Effective clinical application. Clinical Child Psychology and Psychiatry, 13(3), 395–407. https://doi.org/10.1177/1359104508090603
Unicef, I. 2024. Apa itu stres?. Diakses pada 12 Agustus 2024. https://www.unicef.org/indonesia/id/kesehatan-mental/artikel/stres