ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 17 September 2024
Melatih Kemandirian Balita agar Siap Sekolah
Oleh:
Jessica Ariela
Fakultas Psikologi,Universitas Pelita Harapan
Saat ini semakin banyak orang tua yang semangat mendaftarkan anak balita/batita mereka untuk sekolah formal. Jika merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021, usia yang disyaratkan untuk masuk TK kelompok A adalah minimal usia 4 tahun, dan kelompok B minimal usia 5 tahun (Oktaviani, 2024). Keputusan untuk memasukkan anak ke TK tentunya kembali lagi kepada pilihan dan kondisi masing-masing keluarga, dengan mempertimbangkan seberapa siap sang anak untuk masuk sekolah. Kesiapan sekolah dapat didefinisikan sebagai kompetensi yang dimiliki anak sebelum memasuki sekolah yang esensial dalam perkembangan sosial dan akademiknya (Bender, Pham, & Carlson, 2011). Lantas, bagi orang tua, pertanyaannya adalah, bagaimana saya mengetahui anak saya siap sekolah? Bagaimana saya menolong anak saya agar siap sekolah?
Kesiapan sekolah dulunya seringkali menggunakan indikator usia minimal untuk sekolah (seperti yang diterapkan dalam Permendikbud). Namun, seiring berjalannya waktu, standar usia minimal bukanlah satu-satunya kriteria kesiapan sekolah. Salah satu kunci kesiapan sekolah adalah kemandirian siswa. Hal yang sama juga berlaku bagi siswa TK. Saat seorang anak mulai bersekolah secara formal, tentu ada hal-hal yang diekspektasikan dapat dilakukan oleh anak secara mandiri, misalnya: makan dan minum, pergi ke toilet, mengikuti instruksi guru dan prosedur kelas, dan sebagainya. Walaupun beberapa orang tua memilih untuk tidak menyekolahkan anak balita di sekolah formal/TK, melatih kemandirian anak tetaplah penting. Kemandirian akan membuat anak percaya diri dan menumbuhkan perasaan kompeten. Hal ini akan membantu anak untuk akhirnya mampu untuk mengambil keputusan sendiri dan termotivasi untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman baru (Saleh et al., 2022). Perasaan kompeten ini akan membuat anak memiliki self-esteem yang baik (Lopes et al., 2022).
Berikut ini beberapa tips bagi orang tua untuk dapat melatih kemandirian anak agar lebih siap memasuki TK.
1. Libatkan dalam kegiatan rumah tangga. Anak-anak adalah pengamat yang alami. Anak yang sering melihat ibu memasak di dapur misalnya, saat bermain dengan bonekanya juga berpura-pura menjadi ibu dan sedang memasak. Hal ini dapat dimanfaatkan agar anak juga diikutsertakan dalam aktivitas sehari-hari dan orang tua dapat mendampingi anak untuk lakukan bersama. Hal ini akan melatih anak untuk merasa percaya diri dan kompeten dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari, terutama yang berkaitan dengan dirinya. Bagi balita, tugas rumah tangga yang dapat dilakukan bersama misalnya adalah meletakkan baju kotor di keranjang cuci, menyortir pakaian, memasukkan pakaian ke mesin cuci, membersihkan sisa makanan / cairan tumpah, meletakkan piring di dapur, mengatur piring dan alat makan di meja makan, dan sebagainya.
2. Modeling dan lakukan bersama. Anak-anak juga adalah pecontoh yang ulung. Orang tua dapat memberi contoh dan melakukan bersama dengan anak, lalu sedikit demi sedikit mengurangi bantuan. Misalnya saat makan bersama (bagaimana memakai sendok dan garpu), atau melepas dan memakai sepatu. Awalnya anak mungkin masih butuh bantuan, tetapi sedikit demi sedikit, anak dapat diberikan kesempatan untuk mencoba sendiri sambil orang tua secara bertahap mengurangi bantuan yang diberikan. Tidak lupa orang tua dapat merayakan keberhasilan-keberhasilan kecil dari anak.
3. Latih anak untuk melakukan physical care secara mandiri. Beberapa kegiatan physical care misalnya seperti makan, minum, ke toilet, dan mandi. Pergi ke toilet sendiri dan makan minum secara mandiri, misalnya, akan sangat diperlukan jika anak mulai bersekolah.
4. Berikan pilihan sederhana yang realistis pada anak. Kemandirian sangat terkait dengan rasa otonomi. Orang tua dapat menolong anak memahami pikiran, perasaan, dan keinginannya sebagai seorang individu. Membuat pilihan dan mengambil keputusan adalah beberapa bentuk otonomi anak. Sehari-hari, orang tua dapat memberi anak pilihan sederhana sesuai usianya. Misalnya, “Hari ini kakak mau pakai piyama yang warna biru atau hijau?” atau “Mau minum susu pakai gelas dinosaurus atau gelas kelinci?” Berikan pilihan yang terbatas (maksimal 2-3 opsi) dan realistis. Contoh pilihan yang kurang realistis misalnya: “Besok ke sekolah mau naik helikopter atau pesawat?”
5. Terapkan quiet time. Anak balita sudah dapat dilatih untuk melakukan quiet time, yakni adanya suatu waktu (lamanya disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak) di mana anak melakukan aktivitas yang tenang tanpa adanya distraksi dan kehadiran orang tua. Orang tua dapat menetapkan satu tempat di mana anak akan melakukan quiet time setiap hari, misalnya di kamar, atau membuat pojok quiet time. Orang tua juga dapat menyediakan beberapa buku dan aktivitas yang menenangkan untuk anak (seperti membaca, menyusun puzzle, mewarnai/menggambar, dan sebagainya). Terkadang, quiet time juga bisa menjadi alternatif bagi anak yang sudah tidak lagi tidur siang, sehingga dapat membantu anak recharge energinya untuk sisa hari tersebut. Walaupun terkesan sederhana, quiet time dapat melatih anak untuk menentukan apa yang mau ia lakukan dalam periode waktu yang singkat tersebut, dan meningkatkan kemandirian anak.
Dengan demikian, bagi orang tua yang akan segera menyekolahkan anaknya, atau baru menyekolahkan anaknya, orang tua dapat membantu anak lebih mudah beradaptasi dengan sistem sekolah melalui melatih kemandirian anak secara konsisten di rumah. Semakin anak mandiri, semakin ia merasa berdaya dan kompeten, dan semakin mudah ia untuk mengeksplorasi dunia sekolahnya.
Referensi:
Bender, S. L., Pham, A. V., & Carlson, J. S. (2011). School readiness. In Goldsten, S. & Naglieri, J. A. (Eds.), Encyclopedia of Child Behavior and Development (pp. 1297-1298). Springer.
Lopes, V. P., Martins, S. R., Gonçalves, C, Cossio-Bolaños, M. A., Gómez-Campos, R., Rodrigues, L. P. (2022). Motor competence predicts self-esteem during childhood in typical development children. Psychology of Sport and Exercise, 63. https://doi.org/10.1016/j.psychsport.2022.102256.
Oktaviani, T. (2024, 6 Mei). Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024. Kompas.com. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2024/05/06/12000031/syarat-usia-masuk-tk-sd-smp-dan-sma-di-ppdb-2024
Saleh, M., Purwanti, R., Mardatila, Y., & Madani, R. A. (2022). A Case Study of Culturing Children’s Independence Attitude Through Parent’s Role and Teacher’ s Role. JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 9(1), 38-48. doi: https://doi.org/10.21831/jppm.v9i1.47465