ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 17 September 2024
Santai yang Tidak Santai: Lansia dan Pralansia Siap-siap Naik Panggung Tari
Oleh:
Laurensia Harini Tunjungsari
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Pernahkan Anda bayangkan ibu atau nenek Anda yang berada di usia pra lansia dan lansia berjam-jam berlatih posisi setengah jongkok (atau mendak) untuk belajar tari tradisional Indonesia? Saat ini di Jakarta dan sekitarnya tumbuh komunitas dan sanggar tari yang sebagian besar anggotanya adalah wanita dewasa hingga lansia. Para wanita itu, baik yang pernah menari di masa mudanya maupun yang baru pertama kali belajar tari di usia pra lansia dan lansia, bergabung dalam kelompok-kelompok antara lain Komunitas Perempuan Menari (KPM), Sekar Tandjung Dance Company, Lentik Rolas, Selaras Budaya, dan lain-lain (Official NET, 2022). Berkumpul bersama teman yang memiliki hobi yang sama mendukung mereka berkembang menjadi lansia tangguh (Lantang).
Kebahagiaan yang dirasakan oleh mereka tidak saja ketika bersantai saat berkumpul mengobrol, makan bersama, serta meramaikan Whatsapp Group, tapi juga saat bergerak sesuai arahan pelatih tari. Tidak hanya itu, kebahagiaan juga terpancar di wajah mereka saat mengenakan kostum tari yang indah dan menari di bawah sorotan lampu panggung dalam pagelaran tari. Ibu Yunda (bukan nama sebenarnya), anggota KPM, menyatakan dengan mata berbinar bahwa sebelumnya ia tak pernah menyangka akan bisa mendapat kesempatan berada di atas panggung megah dengan sorotan lampu mewah bagaikan konser diva. Ibu Ucha (bukan nama sebenarnya) juga menceritakan bahwa di masa mudanya beliau tidak didukung ayahnya untuk belajar tari, lalu menyibukkan diri dengan kegiatan lain hingga menikah dan membesarkan anak. Kini saat anak-anaknya sudah kuliah, ibu Ucha memiliki waktu bebas dan mampu menentukan pilihan kegiatannya sendiri, dan ia menemukan kecintaannya pada dunia tari. Dalam dua tahun terakhir ini, ibu Ucha yang kini berusia 48 tahun bergabung dalam tim misi budaya dan melakukan tur pertunjukan tari di luar negeri.
Pertunjukan yang dilakukan para wanita pra lansia dan lansia ini dipersiapkan dengan sangat serius karena ada tanggung jawab untuk memberikan kesan yang baik bagi penonton. Oleh karena itu, banyak perjuangan di saat persiapan pertunjukan. Berulang kali pelatih mereka mengeluh (sambil bercanda) karena gerakan yang telah diajarkan di minggu lalu banyak yang dilupakan para ibu. Merasa kapasitas memori mereka tidak sama dengan anak muda, para ibu ini sering berinisiatif berkumpul latihan mandiri di luar jadwal latihan rutin mereka. Pegal linu pasca latihan sudah menjadi bahan bercanda sehari-hari. Tidak hanya itu, dalam periode sekitar dua hingga enam bulan persiapan pertunjukan (bergantung kebiasaan di komunitas masing-masing), ada penari yang tidak bisa ikut latihan atau bahkan tidak bisa ikut pertunjukan karena operasi tumor, kanker, pengangkatan rahim, stroke, bahkan meninggal dunia. Hal-hal tersebut membuat pelatih perlu mengubah posisi (blocking) penari yang biasanya berubah setelah melakukan sekian gerakan. Hal itu membuat hafalan penari juga berubah. Selain masalah hafalan, tantangan para wanita pra lansia dan lansia ini tentunya juga meliputi kelenturan tubuh, kelentikan jari, kehalusan transisi gerakan, serta stamina.
Dengan banyaknya tantangan yang dihadapi, apakah aktivitas bergabung dalam kelompok tari ini masih cocok menjadi pilihan aktivitas bagi para wanita pra lansia dan lansia? Pra lansia atau disebut juga usia pertengahan (middle age) adalah orang yang berusia antara 45 – 59 tahun, dan lansia (elderly) adalah orang yang berusia antara 60 – 74 tahun (Zulva, Nasia, Pramudo & Purwoko, 2022). Menurut Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN, lansia tidak hanya membutuhkan kegiatan bersantai, tapi perlu mengolah dirinya dalam tujuh dimensi. Ketujuh dimensi tersebut adalah spiritual, fisik, intelektual, emosional, sosial kemasyarakatan, vokasional dan lingkungan (Direktorat Bina, 2020, 2023; Savdurin, 2023).
Tantangan menghafal gerakan tari dan posisi menari serta kesesuaian dengan lagu adalah cara mengolah kemampuan berpikir lansia dengan cara yang menyenangkan. Menghafal gerakan tari dapat menstimulasi otak lansia dan mengembangkan keterampilan musical-kinetics melalui koordinasi gerakan tubuh dengan ritme musik sehingga lansia dapat beradaptasi dengan gerakan tari yang diberikan (Douka, Zilidou, Lilou & Manou, 2019). Fisik penari pra lansia dan lansia tentunya dilatih, walau tidak ada jaminan bahwa aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan gerak mereka. Setiap penari diminta untuk mengukur kemampuan mereka sendiri. Koreografer kemudian akan membuat modifikasi tarian agar tetap indah, tidak keluar dari pakem, serta bisa ditarikan oleh pra lansia dan lansia. Contoh modifikasi yang dilakukan adalah mengganti gerakan yang harusnya dilakukan secara jongkok atau duduk di lantai menjadi gerakan dalam posisi berdiri. Dalam dimensi emosional, para penari ini sangat perlu mengelola emosi saat mendorong diri mereka sendiri hingga limit fisiknya agar dapat menari dengan kualitas yang baik. Tantangan pengendalian emosi juga muncul saat mereka mendapat komentar yang tidak sesuai harapan, begitu juga saat mengalami misinformasi. Selain tantangan emosi, mereka juga merasakan emosi-emosi positif karena mendapatkan dukungan dari lingkungan yang positif. Emosi positif itu muncul juga saat merasa dirinya berhasil menguasai bagian atau keseluruhan tarian, dan juga saat pentas. Dalam dimensi sosial kemasyarakatan, para penari ini merasa diri mereka bermanfaat karena turut melestarikan budaya. Salah satu penari menyatakan bahwa dengan menari tarian tradisional Indonesia, ia dapat menjadi teladan bagi cucunya agar sang cucu tidak hanya mengenal budaya luar negeri. Dimensi spiritual dan vokasional tidak secara eksplisit muncul dari kegiatan para pra lansia dan lansia bersama komunitas tari masing-masing.
Lansia Tangguh menjadi PR besar karena Indonesia akan memasuki periode dimana perbandingan antara jumlah penduduk usia lansia dan usia produktif semakin besar. Artinya, penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia. Untuk mengurangi beban tersebut, maka penduduk lansia perlu diusahakan agar menjadi tangguh (InfoSehat FKUI, 2020). Dalam usaha mencapai Lantang, kegiatan serupa komunitas menari dapat menjadi pilihan yang baik bagi pra lansia dan lansia. Menari sebagai aktivitas yang dinikmati oleh lansia dapat membantu mereka menjaga fungsi diri melalui peningkatan kesehatan mental dan fisik serta fungsi kognitif (Douka et al., 2019). Walaupun ada sejumlah tantangan yang intensitasnya meningkat saat persiapan pentas, namun bersama dengan teman-teman di komunitas, para pra lansia dan lansia ini akan dibantu oleh berbagai pihak untuk mengatasi tantangan tersebut dan pada akhirnya semua dapat menyimpan kenangan bahagia. Santainya lansia tidak berarti rebahan.
Referensi:
Douka, S., Zilidou, V. I., Lilou, O., & Manou, V. (2019). Traditional dance improves the physical fitness and well-being of the elderly. Frontiers in aging neuroscience, 11, 75. https://doi.org/10.3389/fnagi.2019.00075
Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN (2023, April 4). Registrasi Golantang, Lansia Bisa Konsultasi Gratis. https://golantang.bkkbn.go.id/registrasi-golantang-lansia-bisa-konsultasi-gratis
Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN (2020). Panduan Pelaksanaan Penguatan Pelayanan Ramah Lansia Melalui Tujuh Dimensi Lansia Tangguh dan Pendampingan Perawatan Jangka Panjang (PJP) bagi Lansia. Diunduh dari https://golantang.bkkbn.go.id/publikasi_golantang? page=2
InfoSehat FKUI. (2020, September 9). Tahukan anda, memahami lansia dapat menciptakan terwujudnya keluarga bahagia, kuat dan sejahtera. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. https://fk.ui.ac.id/infosehat/tahukan-anda-memahami-lansia-dapat-menciptakan-terwujudnya-keluarga-bahagia-kuat-dan-sejahtera/
Official NET News, (2022, November 18). Komunitas Perempuan Menari menggelar pertunjukan dengan tema Dayana Dwipantara. [Video]. YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=IHVNTG12uz0
Savdurin, C. (2023, Mei 10). “Lansia tangguh, lansia berdaya di hari tua”. GoLantang BKKBN. https://golantang.bkkbn.go.id/lansia-tangguh-lansia-berdaya-di-hari-tua
Zulva, S. N. A., Nasia, A. A., Pramudo, S. G., & Purwoko, Y. Differences in oral health-related quality of life (OHRQoL) among the elderly population in Rembang Regency. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, 8(1), 31-40. https://doi.org/10.22146/majkedgiind.64148