ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 15 Agustus 2024
Penghargaan (Respect)
Oleh:
Sri Fatmawati Mashoedi, Eko A Meinarno, Khansa Nabila Anjani
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis, Fakutas Psikologi, Universitas Indonesia
Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita “menilai” orang lain lewat tingkah laku sederhana yang tampak pada orang tersebut. Misalnya, ketika kita melihat seseorang menegur orang yang sedang merokok di ruang publik secara baik-baik untuk mematikan rokoknya atau berpindah tempat ke smoking area, kita dapat menganggap bahwa orang itu berusaha menjaga lingkungan di sekitarnya dari asap rokok yang tidak diinginkan. Lalu, selain menilai bahwa orang tersebut menjaga lingkungannya, tindakan tersebut membuat kita juga berpikir bahwa orang ini menghargai kesehatannya, bahkan juga mungkin kesehatan orang-orang lainnya.
Di sisi lain, untuk orang yang merokok di sembarang tempat, kita telah mendapat penilaian yang berbeda dari orang yang menegurnya tadi. Orang tersebut tampak lebih tidak menghargai lingkungannya, bahkan mungkin tidak menghargai kesehatannya karena memilih untuk merokok yang merupakan gaya hidup yang tidak sehat.
Lantas, timbul pertanyaan dari bagaimana kita mengamati perilaku-perilaku ini. Seperti misalnya, sebenarnya apa itu menghargai (respect)? Apakah psikologi dapat menjelaskan tingkah laku penghargaan? Selain penghargaan kepada sesama manusia, terkadang kita melihat fenomena penghargaan kepada hal lain yang lebih “abstrak” seperti kesehatan, apakah itu masuk ke dalam penghargaan? Kalau iya, mengapa itu masuk dalam penghargaan?
Apa itu Respect?
Respect atau menghargai adalah sikap atau tingkah laku yang mendemonstrasikan penghargaan, penghormatan, perhatian, dan bentuk-bentuk kualitas positif lainnya terhadap individu atau entitas (Popov, Popov, & Kavelin, 1997). Sikap menghargai pun penting dalam keberlangsungan hubungan antarindividu maupun antarkelompok (APA Dictionary, 2018).
Menghargai dan dihargai merupakan hal yang sama krusialnya. Kedua hal tersebut juga tidak dapat dipisahkan. Umumnya individu akan senang menghargai apabila dirinya merasa dihargai. Nilai penghargaan juga biasanya ditanam sebagai “saling menghargai”, alias penghargaan harus sama-sama dilakukan tiap individu terhadap individu lainnya. Penghargaan wajib bersifat resiprokal atau timbal balik. Apabila tidak, konflik sosial dapat terjadi dan mengakibatkan masalah-masalah lain.
Menghargai orang lain terlihat dari bagaimana individu dapat merekognisi, mengakui pribadi yang dimiliki oleh orang lain. Individu yang menghargai akan mendengar dan mencoba memahami orang lain (Watson, 2022). Lebih lanjut, selain mendengar dan memahami, sikap menghargai dapat terlihat dari tingkah laku individu itu sendiri, terutama terlihat dari bagaimana individu berkomunikasi.
Sherman (1999, dalam Bocar, 2017) mengemukakan bahwa terdapat tiga gaya komunikasi dasar, yaitu agresif, pasif, dan asertif. Gaya komunikasi agresif mencirikan individu yang close-minded, sulit untuk memahami sudut pandang orang lain, kerap menginterupsi, dan memonopolisasi komunikasi itu sendiri. Sedangkan, gaya komunikasi pasif mencirikan individu yang selalu setuju dan menahan diri dalam mengemukakan pendapat. Sementara itu, gaya komunikasi asertif adalah gaya komunikasi yang efektif, mencirikan individu sebagai pendengar aktif sekaligus mampu menyatakan ekspektasi serta batasan dalam berkomunikasi, mengekspresikan secara langsung, jujur, dan juga sembari memastikan dan memahami perasaan individu lain.
Dari ketiga gaya komunikasi itu, komunikasi asertif adalah bentuk sikap menghargai orang lain yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi asertif menghasilkan bentuk penghargaan pada diri orang lain atas pandangan dan pendapat mereka dengan berusaha mendengar dan memahami. Selain itu, komunikasi asertif juga menjadi bentuk kita menghargai diri pribadi akan hak kita dalam proses komunikasi yang terjadi, sebab kita juga dapat mengekspresikan sudut pandang kita.
Lebih lanjut, penghargaan atau sikap saling menghargai yang terbentuk dapat membantu resolusi konflik dalam hubungan antarindividu menjadi lebih baik karena penghargaan yang terjadi khususnya dalam komunikasi menjadikan individu dapat adil, jujur, memahami perasaan masing-masing, dan berkolaborasi mencari jalan keluar terbaik bersama (Winer et al., 2023).
Bentuk-Bentuk Respect
Menghargai sesama sebagai fondasi interaksi sosial
Memberikan bentuk respect atau penghargaan terhadap sesama dapat menjadi fondasi atau dasar dari interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Tatanan kehidupan bermasyarakat yang kompleks dan berisi individu yang beragam tentu menimbulkan banyak perbedaan antarsatu sama lain. Namun, sifat saling menghargai, memahami pribadi orang lain, juga memberi perhatian dan bersikap positif terhadap individu lain yang berbeda menjadi hal yang penting untuk menjaga keutuhan, persatuan, dan kesatuan bangsa (Susanto & Kumala, 2019).
Apabila individu tidak saling menghargai, individu dapat melakukan kontak sosial yang negatif juga perilaku destruktif dalam berinteraksi sosial dengan orang lain (Susanto & Kumala, 2019). Hal ini tentunya perlu dihindarkan, terlebih sikap tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai bangsa yang tertuang di Pancasila, yakni nilai untuk terus menanamkan nilai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan untuk sesama.
Kita dapat mulai untuk menanamkan sikap saling menghargai dari lingkungan terdekat kita, seperti keluarga dan pertemanan. Umumnya, kita dapat menemui pembelajaran menghargai dari bagaimana kita bersikap hormat kepada yang lebih tua. Namun, ingat kembali bahwa menghargai perlu resiprokal, sehingga baik menjadi individu yang lebih tua maupun muda, kita harus tetap menjaga empati serta penghargaan kepada individu lainnya, terlepas dari usia dan bahkan terlepas dari SARA. Bentuk penghargaan itupun juga mencirikan kita adalah individu yang saling menjaga hak asasi kita masing-masing sebagai manusia dan dari hal tersebutlah interaksi sosial yang positif dapat terbentuk.
Menghargai diri sendiri
Selain menghargai sesama, kita juga perlu menghargai diri sendiri. Itulah mengapa bentuk asertif menjadi bentuk yang penuh penghargaan, sebab tidak hanya penghargaan terhadap orang lain, tetapi juga bagaimana kita bisa menghargai diri sendiri ketika berperan dalam interaksi dengan orang lain. Jadi, selain dalam interaksi sosial, menghargai diri sendiri itu juga tak kalah krusial.
Individu yang menghargai diri sendiri atau memiliki self-respect adalah individu yang memiliki standar tertentu dalam hidupnya, menyadari bahwa dirinya moral-worth, dan memahami posisi dan peran dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Individu menyadari penuh kemanusiaannya, kemampuannya, dan status yang dimilikinya sebagai seorang manusia (Middleton, 2006).
Mari kembali ke cerita pada bagian pendahuluan. Seseorang yang menegur seorang perokok yang tidak merokok di tempatnya secara asertif menandakan bahwa ia menghargai lingkungannya, orang-orang di sekitarnya, dan meminta si perokok untuk menghargai yang lain. Ia menghargai si perokok juga karena tidak agresif dalam mengutarakan pendapatnya. Namun, apabila ditelaah lebih lanjut, hal ini menjadi bentuk dirinya menghargai diri sendiri, yakni memiliki pemahaman akan apa yang ia rasakan dan menghormatinya, mengetahui peran positif yang bisa ia lakukan, dan tahu betul akan bentuk kemanusiaan dan kemampuan yang bisa ia lakukan untuk menjaga standar kehidupannya.
Standar kehidupan itu bisa saja dalam bentuk kesehatan yang terjaga. Sebab memiliki self-respect, individu tahu bahwa kesehatannya perlu untuk dijaga, sehingga ia bergerak untuk menghargainya dengan melakukan sikap tersebut. Sikap itu juga nyatanya membantu untuk menghargai lingkungan dan orang sekitar yang juga merasakan dampak yang tidak baik dari perilaku si perokok.
Dari bagaimana sikap dapat menghargai pribadi sekaligus menghargai sesama, individu dapat merasakan bahwa dirinya ada dan dianggap, haknya terpenuhi serta dihormati sebagaimana mestinya seorang manusia. Selain terciptanya interaksi sosial yang positif, hal ini tentu dapat memaksimalkan potensi individu secara positif karena tahu bahwa ia menghargai dirinya dan dirinya dihargai. Dari hal tersebut, kesejahteraan psikologis individu pun dapat tercipta dan terjaga karena dirinya mampu berkembang dan terjaga haknya sebagai manusia.
Penutup
Penghargaan nyatanya dapat terwujud ke dalam bentuk menghargai sesama dan juga menghargai diri sendiri. Kedua poin tersebut pun tidak dapat terpisahkan untuk menciptakan kesejahteraan psikologis bagi individu sekaligus menciptakan interaksi sosial yang positif bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Sudah sepatutnya kita menghargai diri dan menghargai sesama yang kita tuangkan dalam sikap dan tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari.
Referensi:
American Psychological Association. (2018). Respect. https://dictionary.apa.org/respect.
Bocar, A. C. (2017). Aggressive, passive, and assertive: Which communication style is commonly used by college students? Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2956807 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2956807.
Middleton, D. (2006). Three types of self-respect. Res Publica, 12, 59–76. DOI: https://doi.org/10.1007/s11158-006-0006-4
Popov, L. K., Popov, D., & Kavelin, J. (1997). The family virtues guide: Simple ways to bring out the best in our children and ourselves. Penguin.
Susanto, E. F., & Kumala, A. (2019). Sikap toleransi antaretnis. TAZKIYA (Journal of Psychology), 7(2), 105–111. DOI: http://dx.doi.org/10.15408/tazkiya.v7i2.13462.
Watson, C. (2022). R-E-S-P-E-C-T: How to give and get respect in negotiations. Retrieved December 3, 2023, from https://www.psychologytoday.com/intl/blog/life-negotiation/202206/r-e-s-p-e-c-t#:~:text=Respect%20is%20recognizing%20someone%20else%27s,and%20understand%20the%20other%20person.
Winer, S., Salazar, L. R., Anderson, A. M., & Busch, M. (2023). Resolving conflict in interpersonal relationships using passive, aggressive, and assertive verbal statements. International Journal of Conflict Management. DOI: https://doi.org/10.1108/IJCMA-03-2023-0048.