ISSN 2477-1686 

 Vol. 10 No. 14 Juli 2024

Orang Jujur akan Mujur?

 

Oleh:

Sri Fatmawati Mashoedi, Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

  

Pengantar

Pepatah lama mengatakan bahwa orang jujur akan mujur. Kalimat yang klasik, tetapi tetap relevan sampai saat ini dan akan terus relevan sepanjang masa. Kisah klasik di Indonesia tentang orang jujur ada pada kisah Mahabharta yakni tokoh Yudhistira (Pendit, 2003; Debroy dkk, 2018). Tokoh nyata di Indonesia yang dianggap paling jujur adalah seorang petinggi kepolisian yang bernama Hoegeng Iman Santoso. Namun, apabila keadaan mujur selalu dimulai dengan jujur, maka ini yang perlu kita pertanyakan, apa dan bagaimana kejujuran itu sehingga dapat membuat individu dikatakan beruntung dan bernasib baik?

 

Kejujuran Diri

Kejujuran adalah bentuk ketika individu mengucapkan kalimat yang sebenarnya dan benar-benar merepresentasi kebenaran sesuai yang ia ketahui. Individu menyajikan fakta dan tidak berbohong atau menipu orang lain. Selain itu, individu yang jujur adalah individu yang menaati aturan dan melakukan hal yang yang tulus serta menghormati orang lain. Individu tidak melakukan tingkah laku yang tidak mencerminkan kejujuran seperti berbohong, memberi penjelasan yang menyesatkan, mencuri, berbuat curang, dan melanggar janji dengan orang lain (Miller, 2021) sampai kecurangan akademik (Indrianita, Mashoedi, & Meinarno, 2011). Lebih lanjut, kejujuran dalam individu ditandai juga dengan adanya ketulusan, berperilaku terus terang, dan tidak ada kepalsuan (Rohmiyati, 2011; Rotenberg, 2020).

Perilaku jujur menjadi perilaku yang dianggap “otomatis” atau tidak perlu rumit untuk dipikirkan sebab individu yang jujur mengatakan yang sebenarnya tanpa harus mengeluarkan tenaga untuk membuat kebohongan. Penting bagi individu untuk terus meningkatkan self-control diri agar tidak memutuskan opsi untuk melakukan kebohongan meskipun tampak menarik untuk periode instan. Individu perlu mengingat kembali tingkah laku baik yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan selain kebohongan serta bagaimana nilai kejujuran itu tidak hanya penting bagi diri sendiri, tetapi juga menghargai orang lain dalam kehidupan sosial (Bereby-Meyer & Shalvi, 2015).

 

Kejujuran Mengundang Mujur

Penulis menemukan bahwa berbuat jujur dan menerapkan altruisme secara tulus membuat individu menjadi lebih sehat. Hal ini diakibatkan berbuat jujur atau menyatakan secara sebenarnya lebih less-effort secara pikiran dan tubuh, sehingga stres pun menjadi lebih rendah, merasa sehat secara fisik dan mental, memperoleh kesejahteraan psikologis, bahkan mengurangi penuaan dan memperpanjang umur. Sementara itu, berbohong serta egois membuat pikiran perlu usaha untuk membuat kepalsuan atau berada dalam kondisi yang tidak mengenakkan yang membuat jantung menjadi berdebar, tingginya level kortisol dan memicu stres, dan meningkatnya tekanan darah tinggi, dan efeknya bisa sampai memengaruhi kesehatan secara jangka panjang (ten Brinke et al., 2015).

Lebih lanjut, penelitian lain juga menemukan bahwa individu dengan karakter jujur dan berintegritas memiliki risiko lebih kecil terhadap penyakit berbahaya (seperti penyakit organ dalam) dan depresi. Kejujuran pun nyatanya dapat mendorong kualitas hidup yang lebih baik (Weziak-Biaolowolska et al., 2021). Masih terkait dengan kualitas hidup, kejujuran menjadi salah satu sifat yang apabila dimiliki oleh orang dapat membuatnya terlibat secara positif bersama orang lain. Ketika individu dapat terlibat dan terhubung secara positif, individu berfungsi secara positif juga dalam lingkungan sosialnya, sehingga berdampak pada keberfungsian psikologis yang baik dan meningkatkan kualitas hidup (McGrath, 2015).

Kejujuran, baik kepada diri sendiri maupun orang lain, dapat membawa kebahagiaan kepada yang melaksanakannya. Kejujuran membentuk diri menjadi pribadi yang autentik dan bersikap bertanggung jawab kepada orang lain. Hal ini menjadi dasar yang mendukung individu melakukan kegiatan serta tujuannya dengan lancar (Santoso, 1978, 1992; Torka, 2017). Sikap tanggung jawab kepada orang lain yang diperoleh dari melakukan kejujuran juga akan menghasilkan bagaimana diri kita dapat memiliki kepercayaan dari orang lain serta disiplin dan integritas tinggi. Sifat-sifat ini menjadikan pribadi yang lebih baik dan berdaya saing (Abdullah, 2023).

Tampaknya pepatah lama yang mengatakan orang jujur akan mujur benar. Selain mujur dalam bentuk kesehatan fisik dan mental, kejujuran mengantarkan individu ke dalam sifat-sifat yang positif untuk sekitar, yang bertimbal balik secara positif juga untuk dirinya sendiri. Misalnya, individu yang jujur, integritas, dapat dipercaya, dan disiplin tentu disenangi banyak orang dan diberikan banyak kesempatan dan peluang. Bersinergi dengan sifatnya yang jujur, individu bisa menghasilkan dampak positif yang lebih luas lagi dan terhubung dengan orang lain secara baik. Semua ini juga bagian dari bagaimana “mujurnya” nasib seseorang yang terus dilancarkan dalam kegiatan dan pencapaian tujuannya yang berasal dari sikapnya yang selalu mengutamakan kejujuran.

 

Meningkatkan Kejujuran

Banyaknya hal positif yang didapat dari kejujuran tentunya menyadarkan kita bahwa kejujuran itu menjadi suatu hal yang penting. Terlebih lagi, saat ini, kejujuran menjadi sesuatu yang perlu diutamakan dan jangan sampai meluntur seiring waktu. Lihatlah banyaknya hal yang menjadi “berantakan” karena keegoisan individu untuk tidak melakukan kejujuran, seperti misalnya korupsi.

Bahkan, tidak perlu jauh dari korupsi, fenomena terbaru yang cukup menggemparkan di Indonesia adalah fenomena kejujuran berkaitan dengan konser band Coldplay di Jakarta. Konser ini menggunakan xyloband, atau gelang tanda masuk konser reusable dengan aturan wajib dikembalikan setelah konser. Sayangnya, Indonesia menjadi negara dengan persentase pengembalian xyloband yang lebih rendah ketimbang negara lainnya, dengan sekitar 70%, sementara di negara lain berhasil mencapai rentang 90-an persen.

Fenomena ini membuat dunia maya sempat gempar dan menyadarkan kita kembali bahwa kejujuran nyatanya bukan sesuatu yang selalu ditanamkan. Untuk itu, mari tingkatkan kejujuran kita sebagai individu yang bersosial. Kita dapat mulai dari meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebebasan yang bertanggung jawab dan menaati aturan-aturan di sekeliling kita. Kita juga perlu berlatih memiliki kontrol diri yang baik dan lebih berpikir panjang dalam membuat keputusan. Ingat bahwa kebohongan mungkin menyelamatkan dalam sesaat, tetapi kejujuran akan terus menghasilkan manfaat.

Penelitian menemukan bahwa individu cenderung lebih dapat mempertahankan kejujuran ketika sedang dalam emosi yang senang. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk terus menciptakan lingkungan (seperti lingkungan kerja) yang positif dan menyenangkan (Medai & Noussair, 2021). Tidak hanya lingkungan kerja, kejujuran justru perlu ditanamkan sedari dini agar menjadi penanaman nilai karakter yang menetap lama. Barangkali kita dapat mengadopsi hasil penelitian ini dengan juga menciptakan lingkungan rumah, sekolah, dan kehidupan bermasyarakat yang menyenangkan untuk semua individu di dalamnya, yang kemudian dapat membantu mendorong semangat bagi mereka dalam melakukan tindak kejujuran.

Terakhir, selain lingkungannya menyenangkan, kejujuran juga harus ditanamkan secara tegas agar tidak ada celah untuk kebohongan. Berilah contoh kejujuran yang tidak setengah-setengah, baik penerapan perilaku jujur maupun penerapan konsekuensi dari ketidakadaan perilaku jujur, sehingga perilaku ini dapat tertanam menyeluruh bagi semua orang. Dengan begitu, kejujuran menjadi pola yang umum bagi semua orang sehingga terus dilakukan.

 

Penutup

Kejujuran, atau bertindak dan berkata apa adanya dan penuh kebenaran, menjadi resep untuk membuat orang mendapat kemujuran, baik secara fisik, mental, dan kaitannya dengan sosial dan dampak positif dalam kegiatan-kegiatannya. Penting bagi kita untuk terus mengutamakan kejujuran kapan pun dan di mana pun. Dimulai dengan penanaman nilai dan kontrol diri untuk diri kita sendiri, lalu juga menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan mengadakan contoh yang penuh ketegasan dan komprehensif agar kejujuran menjadi nilai yang terus ada dalam kehidupan bermasyarakat ini.

 

Referensi:

Abdullah, A. (2023). Kejujuran sebagai nilai penting dalam pendidikan anti korupsi bagi mahasiswa. Universal Grace Journal, 1(2), 173–183.

Bereby-Meyer, Y., & Shalvi, S. (2015). Deliberate honesty. Current Opinion in Psychology, 6, 195–198. DOI: https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2015.09.004.

Debroy, B. (Ed.). (2018). The Illustrated Mahabharata: A Definitive Guide to India's Greatest Epic. Penguin Random House.

Indrianita, W., Mashoedi, S. F., & Meinarno, E. A. (2011). Hubungan antara Orientasi Religius dan Kecurangan Akademis pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Psikologi MIND SET, 3(01), 31-38.

McGrath, R. E. (2015). Integrating psychological and cultural perspectives on virtue: The hierarchical structure of character strengths. The Journal of Positive Psychology, 10(5), 407–424. DOI:10.1080/17439760.2014.994222.

Medai, E., & Noussair, C. N. (2021). Positive emotion and honesty. Frontier Psychology, 12(694841). DOI: https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.694841.

Miller, C. B. (2021). Honesty: The philosophy and psychology of a neglected virtue. Oxford University Press.

Pendit, N. S. (2003). Mahabharata. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rohmiyati, A. (2011). Kejujuran sebagai modal bangsa menuju kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Membangun Karakter Warga Negara. Penyunting Dasim Budimansyah dan Prayoga Bestari. Widya Aksara Press. Bandung.

Rotenberg, K. J. (2020). Honesty. The Wiley Encyclopedia of Personality and Individual Differences: Personality Processes and Individual Differences, 227–230.

Santoso, S. I. (1978[1979]). Peta umum masalah pendidikan: Hubungan tujuan nasional (pendidikan makro) dengan tujuan individual (pendidikan mikro). Dalam Pembinaan watak. Jakarta. UI Pers.

Santoso, S. I. (1992). Warna-warni Pengalaman Hidup. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

ten Brinke, L., Lee, J. J., & Carney, D. R. (2015). The physiology of (dis)honesty: Does it impact health? Current Opinion in Psychology, 6, 177–182.

Torka, N. (2019). Honesty and genuine happiness. British Journal of Guidance & Counselling, 47(2), 200–209. DOI: 10.1080/03069885.2018.1453600

Weziak-Biaolowolska, D., Bialowolski, P., & Niemiec, R. M. (2021). Being good, doing good: The role of honesty and integrity for health. Social Science & Medicine, 291. DOI: https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2021.114494.