ISSN 2477-1686 

 Vol. 10 No. 13 Juli 2024

Fenomena Senioritas Di Lingkungan Pendidikan Selalu Berujung Kekerasan? Bagaimana Perspektif Psikologi Behaviorisme? 

Oleh:

Fajar Nurisa Khoirini

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka

Fenomena senioritas bagi sebagian besar masyarakat sudah menjadi hal yang tidak asing. Pasalnya, banyak orang tua yang sering kali berpikir ketika akan menitipkan putra-putrinya ketika mengenyam pendidikan pada suatu instansi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada beberapa instansi pendidikan pasti memiliki suatu aturan dan lingkungan budaya pendidikan tersendiri. Seperti peribahasa “lain ladang lain belalang. lain lubuk lain ikannya” yang memiliki arti setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda, satu aturan di suatu daerah dapat berbeda dengan aturan di daerah lain.

Diliput dari Kompas.com (4 Mei 2024) salah satu taruna junior STIP Jakarta tewas di tangan senior dengan motif adanya fenomena senioritas dan arogansi. Disisi lain, peristiwa serupa juga terjadi pada tahun 2021 yakni kasus kematian seorang mahasiswa taruna junior Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang akibat dipukul seniornya, dengan dalih 'pembinaan' BBC. News Indonesia (13 September 2021). Tidak hanya senioritas pada lingkungan instansi kedinasan saja, faktanya pada lingkungan yang berbalut agama terutama di pondok pesantren juga terdapat peristiwa yang serupa. Bersumber dari Dialektika.id (21 November 2022) teradi peristiwa senioritas yang memakan korban pada nyawa santri junior MTs Pesantren Al-Ikhlas Jambar.

Makna senioritas  dalam  KBBI  adalah   seseorang   yang  memiliki tingkatan lebih  tinggi  baik dalam pengalaman,  pangkat, serta  usia, yang menjadi lambing bahwa pada kehidupan manusia ini tidak terlepas dari suatu tingkatan-tingkatan. Senioritas seharusnya bukan menjadi suatu fenomena yang dimaknai negatif serta tidak membawa unsur kekerasan di dalamnya. Namun karena terdapat pemahaman  yang salah  dan terus  di  lestarikan  serta di dukung adanya fakta peristiwa yang terjadi akibat senioritas, akhirnya  membuat  pemahaman  akan  senioritas  berubah  arti  menjadi senioritas yang identik dengan kekerasan. 

Perspektif Psikologi Behaviorisme

Mu'minin, U., dkk (2022). menjelaskan bahwa karakteristik psikologi behaviorisme adalah pembentukan tingkah laku yang sesuai karena adanya hubungan antara stimulus dengan respon. Apabila fenomena senioritas di pandang dari perspektif psikologi behaviorisme maka senioritas terjadi karena adanya stimulus atau faktor tertentu yang kemudian berdampak pada respon seseorang sehingga membentuk suatu pola tingkah laku. Tidak berhenti samapai sini, senioritas tersebut bisa terjadi secara sadar maupun secara konstruksimental, maksudnya adalah seseorang akan termotivasi atau belajar melakukan suatu perilau yang berasal dari lingkungan sekitarnya atau stimulus behavior. Psikologi behaviorisme memiliki tujuan utama yang terdiri dari beberapa hal. Pertama, adalah berkomunikasi atau mentransfer perilaku sebagai representasi dari pengetahuan dan kecakapan seseorang tanpa mempertimbangkan proses mental, dalam hal ini apabila seseorang memiliki wawasan tentang fenomena senioritas dan biasa di tanamkan di lingkungan pendidikan maka seseorang tersebut akan cenderung melakukan transfer perilaku sebagai representasinya. Kedua, tujuannya adalah memperoleh respon yang diinginkan dari stimulus yang diberikan, tanpa mempertimbangkan proses mental yang terlibat. Contohnya ketika senior termotivasi menerapkan senioritas kepada juniornya, kemudian mendapat respon yang diinginkan seperti rasa hormat dan tunduk dari junior kepada seniornya, maka respon yang diinginkakn senior terpenuhi.

Ketiga, behaviorisme memiliki fokus bagaimana mengenali dan memperoleh respon yang optimal dalam berbagai situasi stimulus yang diciptakan. Sederhananya, ketika senior mengahadapi situasi yang mendesak kemudian meminta bantuan kepada junior untuk membantunya sehingga situasi tersebut teratasi dan adanya rasa puas atas respon optimal yang di berikan. Keempat, behaviorisme menekankan pentingnya mendapatkan respon yang diinginkan dengan efisien dan efektif. Kelima, behaviorisme juga bertujuan untuk mengembangkan kecakapan individu melalui penerapan prinsip-prinsip yang konsisten. Apabila senioritas telah menjadi suatu budaya pada lingkungan instansi pendidikan maka secara konsisten atau turun-temurun dari tahun ke tahun akan tetap terjadi karena adanya keefektifan dan efisien yang dirasakan oleh senior.  Terakhir, behaviorisme berupaya untuk mengatur dan meningkatkan proses pembelajaran agar individu sehingga memperoleh kecakapan yang beragam sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Referensi:

BBC. News Indonesia (13 September 2021).Kasus kematian seorang mahasiswa taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang akibat dipukul seniornya, dengan dalih 'pembinaan'. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-58538291. Diakses pada 13 Mei 2024.

Dialektika.id (21 November 2022). Senioritas Makan Korban Nyawa Santri MTs Pesantren Al-Ikhlas Jambar. https://dialektika.id/2022/11/senioritas-makan-korban-nyawa-santri-mts-pesantren-al-ikhlas-jambar.html. Diakses pada 13 Mei 2024.

Kompas.com (4 Mei 2024). Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi. https://megapolitan.kompas.com/read/2024/05/04/21072841/motif-pelaku-aniaya-taruna-stip-hingga-tewas-senioritas-dan-arogansi. Diakses pada 13 Mei 2024.

Mu'minin, U., Apriliana, S., & Septiana, N. (2022). Konsep dan Karakteristik Psikologi Behaviorisme. Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan, 8(2), 115-126. doi:10.30863/ajdsk.v8i2.3958