ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 13 Juli 2024
Kekerasan Emosional: Kenali dan Sembuhkan
Oleh:
Puspita Sandra Dewi
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Pernah mendengar kata-kata seperti ini: “Dasar bodoh!”; “Anak pembawa sial!”; “Gitu aja baper!”; “Hallah, bisa apa kamu? Bisa salah doang!”; “Kalau kamu ngadu, awas aja!”; “Aku selingkuh, karena salah kamu, yang selalu sibuk!”; “Orang susah, sok bermimpi!”; “Kalau kamu sayang, harusnya kamu nurut kata aku!”?
Tidak asing bukan? Mungkin kita pernah menerima kata-kata seperti itu, atau mungkin kita sendiri pernah mengucapkannya kepada orang lain. Itu adalah sebagian bentuk dari, kekerasan emosional.
Gavin (2011), menjelaskan bahwa kekerasan emosional yang juga dikenal dengan emotional abuse, adalah perbuatan yang menyasar seseorang secara sengaja dengan tujuan merusak harga diri, martabat, dan merusak kesejahteraan emosional mereka. Kekerasan emosional dapat berbentuk kekerasan verbal, hinaan, intimidasi, manipulasi, gaslighting, pengucilan, dan pengekangan (Gavin, 2011). Dengan kata lain, kekerasan emosional adalah perbuatan ‘siksa psikologis’ terhadap seseorang. Kekerasan emosional juga dapat terjadi dalam berbagai hubungan, seperti hubungan romantis, hubungan orang tua dan anak, pertemanan, lingkungan sosial, dan di tempat kerja (Gavin, 2011).
Apa dampaknya? Litner (2022), menjelaskan bahwa kekerasan emosional memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendek dapat berupa: (1) keterasingan dan kesepian; (2) meragukan diri sendiri; (3) merasa malu; (4) kebingungan; (5) harga diri yang rendah; (6) takut berinteraksi dengan orang lain; (7) merasa tidak berdaya. Sementara efek jangka panjang dapat berupa: (1) gangguan kesehatan mental; (2) neurotisisme, atau kecenderungan suasana hati yang buruk dan emosi negatif seperti kemarahan; (3) stres kronis; (4) gangguan kesehatan fisik, seperti rasa nyeri di tubuh dan jantung berdebar-debar; (5) hambatan hubungan emosional; (6) dan, apatis.
Lalu bagaimana menyembuhkannya? Berikut ini beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk pulih dari dampak kekerasan emosional (Kim, 2023; Jantz, 2023):
(1) Sadari. Pahami tentang bentuk-bentuk kekerasan emosional dan akui bahwa kita mengalami kekerasan tersebut.
(2) Keluar dari rasa ingin menyalahkan. Setelah menyadari bahwa kita adalah korban kekerasan emosional, tidak tertutup kemungkinan kita akan mencari pihak yang harus disalahkan. Tanpa kita sadari, hal tersebut akan menyambung mata rantai kekerasan emosional, dan akan membuat kita terjebak di dalamnya. Alih-alih menyalahkan, cobalah untuk memahami mengapa orang melakukan hal itu. Wawasan kita dapat menjadi perisai pelindung.
(3) Memaafkan. Memaafkan adalah keputusan pribadi yang dapat membantu kita keluar dari masa lalu.
(4) Buat batasan. Buatlah batasan yang jelas dengan pelaku kekerasan dan sampaikan keinginan kita dengan tegas. Kita juga harus bersiap untuk menghadapi penolakan, karena pelaku kekerasan emosional mungkin menolak setiap upaya yang menentang sikap mereka.
(5) Genggam kembali kekuatan diri. Ambil kembali kekuatan kita dengan mengakui hak dan kemampuan diri kita. Kita berhak untuk tidak menjadi korban kekerasan emosional. Cintai dan percaya pada diri kita sendiri. Kita mampu membuat keputusan untuk diri sendiri. Ambillah tanggung jawab atas pilihan kita, dan jangan terpengaruh oleh dikotomi palsu yang diberlakukan oleh pelaku kekerasan emosional.
(6) Fokus merawat diri. Utamakan kegiatan merawat diri yang dapat meningkatkan kesehatan fisik, emosional, dan mental kita. Lakukanlah aktivitas yang membuat kita senang, dan latihlah self-compassion (mengasihi diri sendiri).
(7) Pertimbangkan bantuan profesional. Jika kekerasan emosional terus berlanjut atau meningkat, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari konselor profesional, terapis, atau kelompok pendukung yang berspesialisasi dalam pemulihan trauma dan pelecehan, juga carilah bantuan hukum.
Kekerasan emosional adalah bentuk penganiayaan psikologis dan merupakan pelanggaran serius terhadap hak dan martabat seseorang. Siapa saja, termasuk kita, bisa menjadi korban atau bahkan pelaku kekerasan emosional. Hal terpenting adalah mengenali tendensi tersebut. Tidak seorang pun pantas untuk menerima terlebih melakukan kekerasan emosional. Melampaui segalanya, mengasihi diri sendiri dan sembuh dari trauma kekerasan emosional adalah hal yang paling penting.
Referensi:
Gavin, H. (2011). Sticks and stones may break my bones: The effects of emotional abuse. Journal of Aggression, Maltreatment & Trauma, 20(5), 503-529. http://dx.doi.org/10.1080/10926771.2011.592179.
Jantz, G. L. (2023, November 7). 5 Steps to Heal From Emotional Abuse. Retrieved April 25, 2024, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/hope-for-relationships/202311/5-steps-to-heal-from-emotional-abuse.
Kim, J. (2023, July 5). Understanding Emotional Abuse. Retrieved April 25, 2024, from https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-angry-therapist/202307/understanding-emotional-abuse.
Litner, J. (2022, March 23). What Are the Effect of Emotional Abuse?. Retrieved April 25, 2024, from https://psychcentral.com/health/effects-of-emotional-abuse.