ISSN 2477-1686 

 

Vol. 10 No. 12 Juni 2024

 

Efektivitas Lie Detector dalam Mengungkap

Kasus Pembunuhan Berencana Ditinjau dari Perspektif Psikologi Forensik

 

Oleh:

Latifa Setya Priani, Ardilla Mega Agustin

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Dewasa ini, fenomena tindak kriminal khususnya pembunuhan berencana menjadi hal yang sangat memprihatinkan dan harus diperhatikan secara khusus. Pembunuhan berencana diatur dalam pasal 340 KUHP Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menjelaskan bahwa barang siapa dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. KUHP menganggap pembunuhan berencana merupakan bentuk kejahatan yang sangat menyinggung asas-asas sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga ancaman jerat hukum dalam pembunuhan berencana lebih berat daripada pembunuhan biasa. Terjadinya pembunuhan berencana memerlukan niat yang sangat jahat, motif yang kuat, akal licik, alat, serta waktu dan kesempatan yang tepat untuk mendorong dan menggerakan seseorang melakukan pembunuhan berencana.

Dalam proses penyelidikanya, perkembangan tindak pidana pembunuhan berencana dirasa semakin sulit bagi kepolisian, hal itu dikarenakan pelaku kejahatan umumnya telah menyiapkan rencana secara matang terstruktur dan tidak mengakui perbuatannya agar pelaku dapat lolos dari hukuman ketika terbukti bersalah (Syam, Baskoro, & Sukinta, 2017). Dengan demikian, dibutuhkan metode lain untuk mengungkap kejahatan tindak pidana pembunuhan berencana, salah satunya menggunakan ilmu psikologi forensik dengan metode Lie Detector. Penggunaan lie detector berdasar pada pertimbangan penyidik, karena secara umum sifatnya sebagai alternatif yang artinya tidak wajib digunakan, namun hanya ketika penyidik merasa membutuhkan dalam proses penyidikan. Lie detector tidak lain merupakan hasil dari interaksi antara hukum dengan psikologi pada awal perkembangannya di tahun 1920, dimana pada saat itu masih dilakukan secara manual tanpa menggunakan alat elektronik oleh psikolog dengan cara memperhatikan gestur tubuh, cara berbicara, maupun bentuk tulisan dari individu yang diperiksa (Syam, Baskoro, & Sukinta, 2017). Cara kerja lie detector dengan cara memasang atau menempelkan alat ke tubuh manusia dan mengajukan pertanyaan kepada subjek, hasil tes akan dituliskan pada kertas photograf yang dapat diperiksa atau dibaca oleh ahlinya (psikolog dan dokter) serta penyidik secara paralel, sehingga dapat terlihat apakah seseorang tidak berkata jujur yang dapat dideteksi melalui tingkat emosinya kemudian mengakibatkan muncul reaksi nampak pengukuran pada frekuensi denyut nadi, tekanan darah, laju pernafasan, dan respon pada kulit (Aristiani & Layang, 2022). Adanya lie detector untuk menentukan apakah tersangka berbohong saat menjawab pertanyaan penyidik, dilengkapi dengan alat bukti lain yang kemudian menjadi dasar dalam memberikan keyakinan kepada hakim pada proses persidangan serta untuk mendapat bukti dan penemuan terbaru.

Pada proses penegakan hukum, pikologi forensik sangatlah berperan penting untuk memberikan keterangan hasil kesimpulan dari lie detector. Para ilmuwan psikologi forensik bertugas mengungkap bukti-bukti yang berkaitan dengan perilaku pelaku kejahatan dari sudut pandang psikologis. Semakin kompleksnya permasalahan yang muncul di masyarakat, mendorong para psikolog forensik untuk mengembangkan berbagai upaya penyelesaian kasus dengan pertimbangan yang matang dan kuat. Sehingga kasus berat seperti pembunuhan berencana dilakukan menggunakan lie detector (Sopyani & Edwina, 2021). Pembuktian Chalil (2018) terhadap kasus pembunuhan berencana yang terjadi, lie detector memiliki beberapa urgensi dalam proses penyidikan. Diantaranya sebagai berikut, 1) Lie detector digunakan sebagai instrumen pendukung dalam pemeriksaan tersangka dan saksi yang diminta penyidik melalui Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) untuk memudahkan penyidik dalam menyelidiki kasus pembunuhan berencana. 2) Lie detector digunakan sebagai alat bantu pemeriksaan kasus yang tergolong sulit untuk dipecahkan, sehingga lie detector menjadi alat bantu untuk menggali fakta yang sebenarnya. 3) Terdapat inkonsistenai atau keterangan dari saksi maupun tersangka terhadap kasus pembunuhan berencana yang berubah-ubah dan tentu menjadi hambatan penyidik dalam memecahkan suatu perkara pidana, sehingga lie detector sapat menjadi bukti penunjang dari pertimbangan penyidik dalam mengaitkan bukti serta fakta yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara Syam, Baskoro, & Sukinta (2017) dengan Retno Ristiasih Utami, Psikolog forensik dari Universitas Semarang, diketahui bahwa metode alat lie detector dalam proses pidana sangatlah relevan untuk melakukan pembuktian secara hukum, namun alat ini hanya bersifat pelengkap saja. Meskipun begitu peranan lie detector yang dilakukan oleh psikolog forensik dalam proses peradilan pidana cukup dibutuhkan terutama dikalangan penegak hukum, sebab hasil analisis lie detector oleh ahli psikologi forensik mampu mengungkap bukti kuat dari terdakwa yang berusaha menutupi kebohongannya. Sehingga pembuktian didapatkan sebagai titik sentral persidangan.

 

 

Referensi :

Aristiani, P. T. P., & Layang, I. W. B. S. (2022). Pengaturan Alat Bantu Pendeteksi Kebohongan (Lie Detector) Di Pengadilan Dalam Pembuktian Perkara Pidana. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, 10(3), 506. https://doi.org/10.24843/ks.2022.v10.i03.p02

Chalil, S. M. (2018). Penggunaan Lie Detector (Alat Pendeteksi Kebohongan) dalam Proses Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jurnal Ilmu Hukum, 17(2), 71-81.

Sopyani, F. M., & Edwina, T. N. (2021). Peranan Psikologi Forensik dalam Hukum di Indonesia. Jurnal Psikologi Forensik Indonesia, 1(1), 46-49.

Syam, D. R., Baskoro, B. D., & Sukinta, S. (2017). Peranan Psikologi Forensik Dalam Mengungkapkan Kasus-Kasus Pembunuhan Berencana (Relevansi" Metode Lie Detection" Dalam Sistem Pembuktian Menurut Kuhap). Diponegoro Law Journal6(4), 1-15.