ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 11 Juni 2024

 

 

Isolasi dan Kurungan: Memahami Dampak Psikologis pada Awak Kapal Selam

Oleh:

Andhika Wahyu Putra, Annisa Putri Sishardiyanti, Caroline Aghita Kirana, Rewa Azra Yaniar, Shara Aditia, Muhammad Erwan Syah

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Isolasi dan kurungan adalah elemen penting yang membentuk pengalaman psikologis awak kapal selam. Melayani di kapal selam memerlukan waktu yang lama jauh dari cahaya alami, udara segar, dan kontak langsung dengan dunia luar, menciptakan lingkungan di mana isolasi dan kurungan sangat berdampak pada kesehatan mental. Memahami efek psikologis ini sangat penting untuk mengembangkan strategi untuk mendukung kesejahteraan awak kapal selam (Aufauvre-Poupon, et al., 2021).

Lingkungan kapal selam ditandai dengan kurungannya yang ekstrem. Ruang fisik terbatas, sering menyebabkan perasaan terjebak dalam ruang kecil tertutup dengan sedikit ruang untuk bergerak (Leach, 2016). Pembatasan ini dapat menyebabkan klaustrofobia dan meningkatkan tingkat stres di antara anggota kru. Kehadiran konstan individu lain di ruang terbatas seperti itu juga mengurangi privasi pribadi, berpotensi menyebabkan ketegangan dan konflik interpersonal. Tinggal dalam jarak dekat berarti bahwa awak kapal selam harus beradaptasi dengan memiliki ruang pribadi yang terbatas dan harus menavigasi kompleksitas menjaga hubungan yang harmonis dalam kondisi ini (Palinkas & Suedfeld, 2021).

Isolasi di kapal selam tidak hanya fisik tetapi juga psikologis. Awak kapal selam terputus dari jaringan dukungan sosial mereka yang biasa, termasuk keluarga dan teman. Isolasi sosial ini dapat menyebabkan perasaan kesepian dan detasemen, memperburuk stres dan kecemasan (Golden, Chang, & Kozlowski, 2018). Kurangnya komunikasi real-time dengan orang yang dicintai semakin menambah perasaan ini, sehingga sulit bagi awak kapal selam untuk menerima dukungan emosional yang mereka butuhkan. Selain itu, rutinitas sehari-hari yang monoton dan tidak adanya rangsangan yang bervariasi dapat menyebabkan kebosanan dan rasa tidak memiliki tujuan, berkontribusi pada penurunan kesehatan mental (Wildman, Fedele, Wilder, Curtis, & DiazGranados, 2023).

Dampak psikologis dari isolasi dan kurungan pada awak kapal selam dapat bermanifestasi dalam beberapa cara. Salah satu efek signifikan adalah perkembangan gangguan mood seperti depresi dan kecemasan. Periode isolasi yang diperpanjang dapat menyebabkan rasa sedih, putus asa, dan lekas marah yang terus-menerus. Kecemasan mungkin timbul dari ketidakpastian dan potensi bahaya yang terkait dengan misi kapal selam, termasuk ancaman kegagalan mekanis atau pertemuan bermusuhan. Kombinasi dari faktor-faktor ini menciptakan lingkungan stres tinggi yang dapat berdampak buruk pada kesejahteraan mental.

Dampak psikologis lainnya adalah potensi gangguan kognitif. Kurangnya input sensorik yang beragam dan sifat tugas yang berulang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif seperti memori, perhatian, dan keterampilan memecahkan masalah (Wang, et al., 2021). Awak kapal selam mungkin mengalami kesulitan berkonsentrasi, pelupa, dan berkurangnya kemampuan untuk membuat keputusan yang cepat dan efektif. Perubahan kognitif ini dapat memengaruhi aspek pribadi dan profesional kehidupan awak kapal selam, yang berpotensi memengaruhi efektivitas kru secara keseluruhan.

Gangguan tidur juga umum di antara awak kapal selam karena jadwal kerja yang tidak teratur dan sering menuntut (Nieuwenhuys, et al., 2021). Tidak adanya cahaya alami mengganggu ritme sirkadian, sehingga menantang untuk mempertahankan siklus tidur-bangun yang konsisten. Kurang tidur dapat memperburuk gangguan mood dan gangguan kognitif, menciptakan lingkaran setan yang semakin memperburuk kesehatan mental. Memastikan istirahat yang cukup dan menerapkan strategi untuk mempromosikan kebersihan tidur yang lebih baik sangat penting untuk mengurangi efek ini.

Untuk mengatasi dampak psikologis dari isolasi dan kurungan, beberapa tindakan dapat diambil. Memberikan dukungan psikologis secara teratur melalui konseling dan layanan kesehatan mental dapat membantu awak kapal selam mengatasi tekanan lingkungan mereka. Mendorong pengembangan ikatan sosial yang kuat dalam kru juga dapat mengurangi perasaan kesepian dan menyediakan jaringan yang mendukung. Kegiatan rekreasi terstruktur dan peluang untuk stimulasi mental dapat memerangi kebosanan dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan (Newman, Tay, & Diener, 2014). Selain itu, meningkatkan sistem komunikasi untuk memungkinkan kontak yang lebih sering dengan orang yang dicintai dapat memberikan kelegaan emosional dan rasa koneksi ke dunia luar.

Kesimpulannya, isolasi dan kurungan yang melekat dalam layanan kapal selam memiliki dampak psikologis yang signifikan pada awak kapal selam. Ini termasuk gangguan mood, gangguan kognitif, dan gangguan tidur, yang semuanya dapat merusak kesehatan mental dan efisiensi operasional. Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan multifaset yang mencakup dukungan psikologis, membina hubungan sosial, memberikan stimulasi mental, dan meningkatkan komunikasi dengan dunia luar. Dengan memahami dan mengurangi efek psikologis dari isolasi dan kurungan, kesejahteraan awak kapal selam dapat dijaga dengan lebih baik, memastikan mereka tetap efektif dan tangguh dalam peran mereka yang menuntut.

Referensi:

Aufauvre-Poupon, C., Martin-Krumm, C., Duffaud, A., Lafontaine, A., Gibert, L., Roynard, F., . . . Vannier, A. (2021). Subsurface Confinement: Evidence from Submariners of the Benefits of Mindfulness. Mindfulness, 12, 2218-2228. https://doi.org/10.1007/s12671-021-01677-7.

Golden, S. J., Chang, C.-H. (., & Kozlowski, S. W. (2018). Teams in isolated, confined, and extreme (ICE) environments: Review and integration. Journal of Organizational Behavior, 39(6), 701-715. https://doi.org/10.1002/job.2288.

Leach, J. (2016). Psychological factors in exceptional, extreme and torturous environments. Extreme Physiology & Medicine, 5(7), 1-15. https://doi.org/10.1186/s13728-016-0048-y.

Newman, D. B., Tay, L., & Diener, E. (2014). Leisure and Subjective Well-Being: A Model of Psychological Mechanisms as Mediating Factors. Journal of Happiness Studies, 15, 555-578. https://doi.org/10.1007/s10902-013-9435-x.

Nieuwenhuys, A., Dora, J., Knufinke-Meyfroyt, M., Beckers, D., Rietjens, G., & Helmhout, P. (2021). “20,000 leagues under the sea”: Sleep, cognitive performance, and self-reported recovery status during a 67-day military submarine mission. Applied Ergonomics, 91, 103295. https://doi.org/10.1016/j.apergo.2020.103295.

Palinkas, L. A., & Suedfeld, P. (2021). Psychosocial issues in isolated and confined extreme environments. Neuroscience & Biobehavioral Reviews, 126, 413-429. https://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2021.03.032.

Wang, C., Zhang, F., Wang, J., Doyle, J. K., Hancock, P. A., Mak, C. M., & Liu, S. (2021). How indoor environmental quality affects occupants’ cognitive functions: A systematic review. Building and Environment, 193, 107647. https://doi.org/10.1016/j.buildenv.2021.107647.

Wildman, J. L., Fedele, D., Wilder, A., Curtis, M. T., & DiazGranados, D. (2023). Team Self-Maintenance during Long-Duration Space Exploration: A Conceptual Framework. Human Factors: The Journal of the Human Factors and Ergonomics Society, 65(6), 1251-1265. https://doi.org/10.1177/00187208221076185.