ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 11 Juni 2024

 

Membongkar Misteri KDRT:

Menggali Keberanian Menghadapi Monster dalam Kehidupan Keluarga

Oleh: 

Fransisca Clara, Michelle Vega, Nurfratiwi, Widya Khrisanti Montoliang

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Di balik kisah rumah tangga, kita sering kali menemukan cerita yang lebih mencekam daripada yang dapat dibayangkan. Tidak sedikit pasangan yang merasa terperangkap dalam ketegangan yang tidak bisa terucapkan, atau merasakan kesendirian dan keterpisahan di tengah suasana hangat dalam keluarga. Mungkin kita juga pernah mendengar cerita tentang kesedihan, ketakutan, dan ketidakberdayaan yang mungkin disembunyikan di balik senyum setiap pasangan. Itulah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), sebuah realitas yang seringkali tersembunyi di balik tembok rumah kita. Kejadian ini mungkin bukan sekadar tentang orang lain melainkan bisa menjadi kisah kita sendiri, atau kisah seseorang yang kita kenal. Jika kita membuka mata kita untuk melihat lebih jauh, kita akan menemukan bahwa KDRT tidak terbatas pada satu komunitas atau kelompok tertentu. Itu bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. Pertanyaannya adalah, apa yang bisa kita lakukan mengenai hal ini?

Mengungkap Kekerasan di Balik Pintu

Lebih dari sekadar perkelahian atau pukulan yang melukai fisik, KDRT juga melukai hati dan jiwa korbannya. Bahaya secara fisik tentunya sangat penting untuk segera ditindaklanjuti. Berbagai macam luka fisik seperti luka-luka terbuka, cedera kepala, luka dalam yang tidak terlihat, gangguan tulang, sendi, juga organ-orang terutama organ reproduksi, bisa dialami oleh korban KDRT. Hal paling utama yang harus diantisipasi dalam perkelahian rumah tangga adalah luka fisik seperti ini. Tidak hanya melukai korban, pelaku juga dapat mengalami ancaman pidana jika ini terjadi.

Tidak hanya fisik, KDRT juga memiliki dampak emosional yang sangat merusak bagi korban. Menurut Dutton (2002), dampak KDRT melampaui luka fisik, merajalela dalam bentuk rasa tak berdaya, ketakutan, dan trauma psikologis yang mendalam. Beberapa dampak emosional yang seringkali ditimbulkan oleh KDRT dalam rumah tangga seperti ketakutan dan kecemasan yang kronis, rasa malu dan harga diri yang rendah, depresi, trauma Psikologis, isolasi sosial, bahkan gangguan mental dan kesehatan yang buruk pun seringkali terjadi. Selain itu pola hubungan yang tidak sehat dalam keluarga pun sudah terlanjur terbentuk dan perlu usaha yang lebih besar untuk memperbaikinya.

Baik dampak fisik dan emosional dari KDRT, keduanya dapat sangat mengganggu dan merusak kesejahteraan keluarga, baik korban, pelaku, bahkan anggota keluarga lainnya (misalnya anak) dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada keluarga dengan kasus KDRT agar mereka dapat pulih dan memulai proses penyembuhan mereka.

Mengapa Hal Ini Terjadi?

Banyak faktor yang dapat menyebabkan munculnya KDRT. Ketidaksetaraan gender, ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan, dan tekanan ekonomi menjadi pemicu yang memicu KDRT (Gelles, 1997). Namun, Johnson (2008) menunjukkan bahwa ada juga faktor psikologis yang memainkan peran penting, seperti kelemahan emosional dan ketidakstabilan mental. Ketidakseimbangan kekuasaan antara pasangan, kadang-kadang diperkuat oleh norma-norma budaya yang memperkuat dominasi atau superioritas gender tertentu, dapat menciptakan situasi di mana KDRT dapat berkembang. Sementara itu, tekanan ekonomi dapat memperburuk kondisi dengan menambah tingkat stres dan ketegangan dalam hubungan. Namun, faktor psikologis juga memainkan peran penting dalam memahami fenomena ini. Kelemahan emosional dan ketidakstabilan mental pada pelaku KDRT dapat menjadi katalisator bagi perilaku kekerasan mereka, memperburuk situasi dan memperdalam luka yang disebabkan oleh tindakan mereka.

Langkah-Langkah Menuju Perubahan

Namun, tidak semua harapan hilang. Ada upaya yang dilakukan untuk mengatasi KDRT. Program rehabilitasi untuk pelaku KDRT telah terbukti efektif dalam beberapa studi (Babcock, Green, & Robie, 2004). Selain itu, upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah ini juga menjadi kunci dalam upaya pencegahan (Stark, 2007).

Beberapa langkah perubahan yang bisa masyarakat lakukan, seperti

  1. Berkomunikasi dengan Aman - Dorong korban untuk berbicara dengan seseorang yang mereka percayai tentang situasinya. Dengarkan mereka tanpa menghakimi dan berikan dukungan
  2. Segera Mencari Bantuan - Jangan ragu untuk menghubungi layanan darurat atau organisasi yang dapat membantu korban KDRT, seperti lembaga bantuan hukum (LBH) atau rumah aman. Mereka siap memberikan dukungan dan bantuan yang diperlukan.
  3. Belajar Lebih Lanjut - Edukasi diri Anda tentang tanda-tanda dan dampak KDRT. Semakin kita memahami masalah ini, semakin baik kita dapat memberikan dukungan kepada korban.
  4. Bantu Korban Membuat Rencana Keselamatan - Bantu korban untuk membuat rencana keselamatan yang mencakup langkah-langkah untuk melindungi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka dari kekerasan yang lebih lanjut.
  5. Bersikap Empati dan Tidak Menyalahkan - Hindari menyalahkan korban atau memberikan saran yang tidak diinginkan. Bersikaplah empatik dan dukung korban untuk membuat keputusan yang terbaik untuk diri mereka sendiri.

Mengakhiri dengan Pesan Harapan

Mungkin kita tidak bisa memadamkan api KDRT dalam semalam, tapi bersama-sama, kita bisa membentuk masa depan yang lebih aman dan damai. Dengan menolak kekerasan, memberi dukungan kepada korban, dan menggugah kesadaran masyarakat, kita bisa menghadapi monster ini dengan keberanian dan tekad bersama-sama.

Referensi:

Babcock, J. C., Green, C. E., & Robie, C. (2004). Does batterers' treatment work? A meta-analytic review of domestic violence treatment. Clinical Psychology Review, 23(8), 1023-1053.

Dutton, D. G. (2002). The abusive personality: Violence and control in intimate relationships. New York, NY: Guilford Press.

Gelles, R. J. (1997). Intimate violence in families. California: Sage Publications.

Johnson, M. P. (2008). A typology of domestic violence: Intimate terrorism, violent resistance, and situational couple violence. Boston: Northeastern University Press.

Stark, E. (2007). Coercive control: How men entrap women in personal life. Oxford: University Press.