ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 10 Mei 2024

 

Teman atau Pengganggu?: Mengenal Perilaku Bullying di Sekolah

Oleh:

Quratul Aina

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Bullying merupakan permasalahan sosial yang sudah lama menarik perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Tingginya kasus bullying dapat dilihat melalui berita yang terus-menerus disiarkan oleh media massa. Fenomena ini terjadi dalam skala luas dan tidak terbatas pada umur, jenis kelamin dan wilayah tertentu. Sekolah menjadi sorotan khusus dimana perilaku bullying dapat terjadi disana. Hal tersebut dikarenakan sekolah semestinya berfungsi sebagai tempat yang bertanggung jawab atas pembentukan karakter siswa. Bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang tidak diinginkan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan (Olweus & Limber, 2010). Bullying juga dapat diartikan sebagai salah satu penyalahgunaan kekuasaan dan perilaku agresif yang dilakukan dengan sengaja serta oleh pelaku yang memiliki kekuatan terhadap korbannya yang lebih lemah dan dilakukan berulang kali (Wolke & Lereya, 2015). Bullying terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang mengancam keselamatan orang lain baik secara fisik maupun psikologis.

Menurut Armitage (2021), perilaku bullying terdiri dari tiga jenis perilaku yang berbeda.

1) Bullying tradisional, memiliki karakteristik seperti penyerangan fisik atau agresi yang dilakukan secara terang – terangan (mendorong, meninju, menendang), penyerangan verbal secara terang – terangan yang bersifat sangat pribadi (menggoda, mengejek, mengancam yang ditujukan kepada penampilan, kemampuan, keluarga, budaya, ras atau agama korban), penyerangan secara tidak langsung dan emosional yang terselubung dan dapat merusak hubungan teman sebaya, harga diri atau status sosial (pengucilan, pengasingan, memalukan, merusak barang pribadi, menyinggung). 2) Bullying seksual atau biasa dikenal dengan pelecehan seksual seperti sentuhan yang tidak pantas dan tidak diinginkan, menggunakan bahasa seksual dan menekankan orang lain untuk melakukan pergaulan bebas. 3) Cyberbullying, merupakan perilaku agresif atau manipulasi emosi yang disampaikan melalui teknologi digital, khususnya telepon seluler, internet, dan media sosial seperti menyebarkan cerita palsu tentang korban secara online atau memposting media digital yang menampilkan korban secara online tanpa izin (Armitage, 2021).

Bullying merupakan perilaku yang dapat melukai individu yang terlibat didalamnya, baik korban maupun pelakunya jika dibiarkan secara terus – meneruskan akan berdampak negatif seperti korban yang mengalami depresi, kecemasan dan yang paling parah adanya keinginan korban untuk mengakhiri hidupnya. Sedangkan perilaku yang terjadi pada pelakunya, bullying mengakibatkan pelaku untuk berperilaku yang mengarah pada kejahatan atau perilaku berisiko lainnya seperti menggunakan senjata tajam, merokok, minum minuman keras hingga balap liar (Tsitsika, et al., 2014). Dampak buruk akan dirasakan apabila perilaku bullying terjadi secara terus – menerus. Berdasarkan sudut pandang pendidikan, dampak jangka pendek yang terjadi seperti ketakutan untuk pergi ke sekolah, perasaan tidak aman, merasa terisolasi, harga diri rendah, dan depresi hingga tingkat yang paling parah adalah keinginan untuk mengakhiri hidup. Sedangkan jangka panjang dapat berupa gangguan emosional serta kepribadian (Fitriana, 2016). Selain itu, perilaku bullying juga akan menghambat proses aktualisasi diri dikarenakan tidak adanya rasa aman dan nyaman, korban yang merasa terintimidasi, tidak berharga, sulit untuk konsentrasi dalam belajar dan tidak memiliki kemampuan menjalin sosialisasi yang baik terhadap lingkungan (Amini, 2008). Tsitsika (2014) menjelaskan bahwa perilaku bullying dapat terjadi karena multifaktor. Faktor tersebut adalah faktor individu, keluarga, sekolah dan cakupan masyarakat yang luas. Faktor individu mencakup konsep diri yang buruk, ketidakmampuan fisik, keterampilan sosial yang buruk dan agresivitas dini. Faktor keluarga mencakup kurangnya pengawasan orang tua maupun kekerasan dalam rumah tangga. Faktor sekolah mencakup iklim sekolah yang bermasalah, sekolah yang terlalu sesak dan teman – teman yang toleran terhadap kekerasan. Terakhir, faktor masyarakat luas mencakup masalah keamanan yang ada dilingkungan tersebut. Hal – hal inilah yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi korban atau pelaku tindakan bullying.

Kasus bullying di sekolah bukan lagi masalah yang baru muncul. Pencegahan dan pengendalian perilaku bullying telah dilakukan oleh berbagai pihak, namun implementasinya belum terlihat maksimal. Kasus bullying ini masih kurang mendapatkan banyak perhatian dari pihak terkait. Prasetyo (2011) menjelaskan bahwa hal ini terjadi dikarenakan 1) Efek dari perilaku bullying tidak bisa secara langsung dirasakan siswa, kebanyakan korban tidak melaporkan kejadian yang dialaminya. 2) Perilaku bullying hanya dianggap seperti interaksi khas biasa yang ada dalam pergaulan anak – anak yang diwarnai oleh ejek – ejekan dan olok – olok verbal. Hal ini menyebabkan pendidik tindak mengambil langkah serius dalam menyikapinya, kecuali dengan hanya menegur perilakunya. 3) Sebagian dari pendidik dan orang tua tidak memiliki wawasan lebih terkait perilaku ini dan dampak yang dapat ditimbulkan. Sehingga menyebabkan pendidik dan orang tua mengira bahwa perilaku bullying ini tidak berdampak serius terhadap masa depan yang dimiliki oleh anak.

Referensi:

Amini, Y. S. (2008). Bullying: Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak. Jakarta: Grasindo.

Armitage, R. (2021). Bullying in children: impact on child health. BMJ Paediatrics, 1-8. https://doi.org/10.1136/bmjpo-2020-000939

Fitriana, R. (2016). Hubungan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP. Tesis: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Olweus, D., & Limber, S. P. (2010). Bullying in school: Evaluation and dissemination of the olweus bullying prevention program. American Journal of Orthopsychiatry, 80(1), 124-134. https://doi.org/10.1111/j.1939- 0025.2010.01015.x

Prasetyo, A. E. (2011). Bullying di sekolah dan dampaknya bagi masa depan anak. Jurnal Psikologi, 4(1), 1-8.

Tsitsika, A. K., Barlou, E., Andrie, E., Dimitropoulou, C., Tzavela, E. C., Janikian, M., & Tsolia, M. (2014). Bullying behaviors in children and adolescent: "an ongoing story". Frontierrs in Public Health, 2 (7), 1-4. https://doi.org/10.3389/fpubh.2014.00007 

Wolke, D., & Lereya, S. T. (2015). Long-term effect of bullying. Archives of Disesea in Childhood, 100(9), 879-885. https://doi.org /10.1136/archdischild-2014-306667