ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 10 Mei 2024
Peran Pengasuhan:
Memahaminya dari Perspektif Gender Performativity
Oleh:
Made Diah Lestari
Program Studi Psikologi, Universitas Udayana
Penelitian dan sejumlah data statistik menemukan bahwa peran pengasuhan di dalam banyak konteks, baik keluarga maupun formal, sebagian besar dilakukan oleh perempuan (Keating dkk., 2019; LeRoux & College, 2008). Peran laki-laki dalam pengasuhan seringkali terpinggirkan dan dianggap tidak normatif jika laki-laki menjadi pengasuh primer, khususnya di dalam konteks pengasuhan keluarga. Hal ini salah satunya merupakan hasil dari konstruksi sosial mengenai gender yang berkembang di dalam masyarakat kita. Gender, berbeda dengan jenis kelamin, adalah perbedaan laki-laki dengan perempuan yang berada di tataran sosial. Perbedaan sosial ini dibangun dari norma, belief, dan peran yang lingkungan sosial sematkan pada laki-laki dan perempuan (He, 2017), yang kemudian melahirkan konsep gender binary. Sebagai contoh dalam konteks pengasuhan, norma yang berlaku adalah sebagian besar perempuan tinggal di rumah sebaliknya sebagian besar laki-laki bekerja di luar rumah. Belief yang kita yakini adalah perempuan yang ideal adalah yang mengerjakan tugas-tugas domestik dan laki-laki ideal adalah mereka yang mengembangkan karirnya di luar rumah. Norma dan belief ini kemudian menghasilkan dikotomi peran yang kita harapkan pada laki-laki dan perempuan. Misalnya, peran perempuan adalah pada tugas-tugas domestik, sedangkan laki-laki mencari nafkah dan simbol kesuksesan karir. Akibatnya, peran pengasuhan menjadi dominasi perempuan, jikalau laki-laki terlibat, maka kontribusi mereka lebih kepada kebutuhan finansial dan pengambilan keputusan dalam proses pengasuhan.
Perspektif gender binary ini melekat hingga sekarang di dalam masyarakat dan menjadi diskusi berkelanjutan pada penelitian dan keseharian kita. Tidak jarang konsep ini berdampak pada bagaimana laki-laki dan perempuan mendapatkan perlakuan yang berbeda (e.g., Saguy dkk., 2021; Woolley, 2015). Perlakuan berbeda yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan, pada banyak kasus melegitimasi hegemoni laki-laki dalam struktur keluarga dan sosial secara luas. Dengan kata lain, melahirkan dan mempertahankan budaya patriarki. Dalam peran pengasuhan, budaya patriarki ini justru memberikan efek memarginalkan perempuan. Ekspektasi besar yang disematkan pada perempuan untuk mengasuh mendatangkan konsekuensi, baik pada domain privat maupun publik (LeRoux & College, 2008; Lestari dkk., 2023)
Pada domain privat, perempuan dihadapkan pada beban dan stres pengasuhan yang sudah seharusnya dikesampingkan karena ekspektasi peran yang memposisikan perempuan sebagai agen pemberi pengasuhan, bukan sebagai figur yang membutuhkan dukungan untuk menurunkan beban dan stres pengasuhan yang dialami. Pada domain publik, perempuan dihadapkan pada dilema untuk memilih antara mengasuh dan bekerja di luar rumah. Perempuan yang ideal adalah mereka yang menomorsatukan pengasuhan bagi anggota keluarga, dan meminggirkan kesempatan karir yang datang. Kondisi ini sebetulnya tidak hanya berdampak bagi perempuan, namun juga negara dalam kaitannya dengan menjaga kontribusi perempuan dalam angkatan kerja dan pendapatan negara dari kontribusi perempuan (Alpass dkk., 2013; Austen, 2016). Dengan kondisi ini, marginalisasi perempuan dalam sektor pengasuhan yang dominan dilakukan oleh perempuan tidak bisa lagi dilanjutkan. Kita harus mempertimbangkan peran laki-laki dalam bingkai pengasuhan dengan memahami bagaimana mereka dapat berkontribusi, tidak hanya dalam pemenuhan kebutuhan finansial saja.
Perspektif gender performativity yang dibangun oleh Judith Butler dapat membantu kita untuk memahami bahwa peran-peran sosial harus mulai dilihat sebagai konsep yang genderless. Gender bukan sesuatu yang stabil dan ada sebelum individu eksis, namun gender menjadi eksis saat individu melakukan serangkaian perilaku dan peran (Dvorsky & Hughes, 2008; He, 2017). Dengan kata lain, peran gender adalah sesuatu yang individu pilih secara aktif, bersifat dinamis, bukan sesuatu yang ditentukan di luar kekuasaan individu. Dengan cara pandang ini, laki-laki memiliki pilihan untuk melakukan peran sosial apapun tanpa harus dibatasi oleh norma dan belief yang secara luas diyakini di masyarakat. Saat yang bersamaan, laki-laki juga memperluas kesempatan perempuan untuk mendapatkan “privilege” di domain privat dan publik yang selama ekslusif milik laki-laki. Jika perempuan dan laki-laki memiliki posisi yang sama dalam pengasuhan, maka kontribusinya bisa dibagi dan beban pengasuhan tidak hanya dirasakan oleh satu pihak saja. Karena pengasuhan adalah perihal merawat, termasuk merawat kesejahteraan psikologis dari mereka yang memberikan perawatan.
Referensi:
Alpass, F., Pond, R., Stephens, C., Stevenson, B., Keeling, S., & Towers, A. (2013). The influence of ethnicity and gender on caregiver health in older New Zealanders. The Journals of Gerontology Series B: Psychological Sciences and Social Sciences, 68(5), 783–793. https://doi.org/10.1093/geronb/gbt060
Austen, S. (2016). Gender issues in an ageing society. Australian Economic Review, 49(4), 494–502. https://doi.org/10.1111/1467-8462.12188
Dvorsky, G., & Hughes, J. (2008). Postgenderism: Beyond the gender binary. Institute for Ethics and Emerging Technologies, 1–18.
He, L. (2017). The construction of gender: Judith Butler and gender performativity. Proceedings of the 2nd International Conference on Contemporary Education, Social Sciences and Humanities (ICCESSH 2017). 2nd International Conference on Contemporary Education, Social Sciences and Humanities (ICCESSH 2017), Moscow, Russia. https://doi.org/10.2991/iccessh-17.2017.166
Keating, N., Funk, L., Fast, J., & Min, J. (2019). Life course trajectories of family care. International Journal of Care and Caring. https://doi.org/info:doi/10.1332/239788219X15473079319309
LeRoux, T., & College, L. (2008). The private and the public: Family ideology & care of people with disabilities. University of Toronto, 15.
Lestari, M. D., Stephens, C., & Morison, T. (2023). Local knowledge and unliveable narratives: How insights from family caregiving narratives can inform locally relevant ageing policy. Journal of Aging Studies, 64, 101102. https://doi.org/10.1016/j.jaging.2023.101102
Saguy, T., Reifen-Tagar, M., & Joel, D. (2021). The gender-binary cycle: The perpetual relations between a biological-essentialist view of gender, gender ideology, and gender-labelling and sorting. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 376(1822), 20200141. https://doi.org/10.1098/rstb.2020.0141
Woolley, S. W. (2015). “Boys over here, girls over there”. TSQ: Transgender Studies Quarterly, 2(3), 376–394. https://doi.org/10.1215/23289252-2926369