ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 10 Mei 2024
Tantangan bagi Orangtua dengan Anak Berkebutuhan Khusus
Oleh:
Yuliana Anggreany
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Lebih dari 291 juta anak dan remaja (di bawah 20 tahun) di seluruh dunia memiliki gangguan perkembangan dan kebutuhan untuk pendidikan khusus (Cheng, 2023). Merawat anak dengan kebutuhan khusus adalah hal yang menantang bahkan seringkali membuat orang tua kewalahan. Studi-studi sudah menunjukkan bahwa menjadi orang tua anak berkebutuhan khusus membutuhkan pengorbanan baik dalam kehidupan keluarga, finansial, dan emosional. Keitka memiliki anak berkebutuhan khusus, keluarga seringkali harus melakukan penyesuaian, terkadang ibu dengan anak berkebutuhan khusus harus berhenti dari bekerja untuk dapat merawat anak sepanjang hari. Hadirnya anak berkebutuhan khusus juga seringkali menimbulkan konflik antar anggota keluarga. Selain itu stigma yang melekat pada anak berkebutuhan khusus juga seringkali membuat orang tua anak berkebutuhan khusus menghindari dari anggota keluarga besar lainnya. Secara finansial, anak berkebutuhan khusus seringkali membutuhkan bantuan medis seperti berbagai dokter spesialis, serta adanya kebutuhan untuk terapi, serta kebutuhan untuk sekolah khusus ataupun guru pendamping di dalam kelas. Sedangkan secara emosional, seringkali orang tua dengan anak bekebutuhan khusus merasakan tekanan emosional dalam diri mereka ataupun dalam pemikiran diri mereka sendiri. Untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi yang mandiri terlihat seperti misi seumur hidup bagi orang tua. Orang tua-orang tua ini merasa sangat sulit untuk bisa melakukan kegiatan yang berkaitan dengan hobi mereka, serta memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk bersantai dan bersenang-senang.
Orang tua anak berkebutuhan khusus seringkali harus bergumul sendirian dengan emosi-emosi yang mereka rasakan tanpa kemampuan untuk berbagi perasaan dengan orang lain. Para orang tua ini juga kesulitan untuk mengekspresikan kemarahan dan kepahitan yang dirasakan sebagai efek samping dari stress, kelelahan dan kurangnya perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan mereka. Banyak orangtua yang juga bergumul terkait dengan pola pengasuhan anak yang dapat mereka terapkan, dalam hal mengasuh anak seringkali timbul perasaan bahwa kemampuan yang dimiliki sangatlah rendah, dan mengakibatkan rendahnya harga diri, sehingga beban dalam membesarkan anak berkebutuhan khusus dapat mempengaruhi kesehatan mental orang tuanya. Di samping itu, orang tua juga mengalami keputusasaan dalam waktu yang lama, kekhawatiran terhadap masa depan anak, dan di saat bersamaan juga merasa bersalah, kelelahan dan ketakutan.
Selain itu, kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki terkait dengan kebutuhan khusus pada anak juga dapat menimbulkan kesulitan bagi orang tua. Meskipun intensitas dari berbagai tekanan ini berfluktuasi di sepanjang waktu, akan tetapi tekanan yang terus menerus ada adalah lingkungan sosial yang gagal memahami dan menerima anak tersebut. Ada waktu dimana orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dapat mengalami konflik karena memiliki perasaan kasih sayang, memahami dan memiliki harapan bagi anak mereka, sedangkan lingkungan sosial (termasuk tenaga medis, tetangga, staf sekolah, anggota keluarga) yang melihat semata-mata aspek negatif dari kebutuhan khusus anak. Di waktu lainnya, ketika orang tua frustasi dan marah dengan situasi yang dihadapi, orang-orang di sekeliling mereka dapat salah mengartikan kemarahan tersebut sebagai pola asuh yang buruk. Oleh karena itu orang tua anak berkebutuhan khusus seringkali merasa cemas, depresi, kehilangan, kesepian, dan putus asa (Ainbender, dkk., 1998).
Orang tua seringkali mengalami periode yang sulit setelah anak mendapatkan diagnosa. Orangtua merasakan tekanan, kecemasan, dan kemarahan. Ada juga orang tua yang merasakan hubungan pernikahan mereka menjadi tidak stabil dan mengalami konflik serta perbedaan pendapat, akan tetapi ada juga orang tua yang memiliki pola pikir yang lebih positif. Orang tua-orang tua dengan anak berkebutuhan khusus terlihat memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi ketika anak mereka didiagnosa, ada yang konstruktif dan mendukung akan tetapi ada juga yang destruktif dan negatif. Orang tua anak dengan Autism Spectrum Disorder ini juga lebih tidak puas dengan pernikahan, memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi dan memiliki lebih banyak konflik terkait pengasuhan anak, jika dibandingkan dengan anak yang memiliki tahap perkembangan yang sesuai dengan usianya (Heiman, 2021). Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan ketika mendapatkan tingkat depresi dan kecemasan orang tua dengan anak berkebutuhan khusus lebih tinggi dibanding orangtua anak seusianya (Heiman, 2021). Pada orang tua anak-anak dengan Autism Spectrum Disorder, tingkat depresi dan kecemasan yang dirasakan bahkan lebih tinggi dibanding orang tua dengan keterlambatan perkembangan ataupun gangguan lainnya. Berikut ini hal-hal yang dapat membantu orang tua anak berkebutuhan khusus dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada.
Dukungan Sosial bagi Orang tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus
Adanya dukungan sosial dari keluarga, teman, ataupun orang lain untuk pergumulan sehari-hari orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam merawat anak berkebutuhan khusus, karena dukungan sosial tersebut dapat mengurangi dampak-dampak negatif baik secara psikologis maupun fisiologis yang dirasakan. Selain itu, dukungan sosial dari berbagai pihak (termasuk professional) juga dapat sangat berdampak bagi orang tua. Orang tua yang tidak memiliki dukungan professional dan dukungan sosial dapat mengembangkan pola pengasuhan anak yang buruk.
Pengetahuan terkait kebutuhan khusus anak
Metode penyelesaian masalah yang negatif dapat disebabkan kurangnya pengetahuan yang dibutuhkan dan kurangnya kompetensi untuk menangani situasi yang membuat stress. Pemahaman yang lebih baik mengenai perkembangan pada anak dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk mengatur perilaku pada anak berkebutuhan khusus juga dapat menjadi faktor protektif. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa orang tua yang sudah mengetahui diagnosis anak sejak lahir mampu menyesuaikan ekspektasi mereka (Cheng, 2023).
Merawat dan memperhatikan diri sendiri
Berikan diri sendiri waktu untuk dapat menerima perasaan-perasaan negatif yang dirasa, kemudian ingatkan diri sendiri bahwa sudah mencoba melakukan yang terbaik. Jagalah diri sendiri baik secara fisik maupun mental (kesehatan fisik dan mental).
Kesimpulan
Orang tua dengan anak berkebutuhan khusus menghadapi berbagai tantangan terkait pengasuhan anak. Akan tetapi dengan adanya dukungan dari berbagai pihak (keluarga dan professional), pengetahuan terkait kebutuhan khusus pada anak, dan tetap memperhatikan kebutuhan-kebutuhan diri sendiri akan membantu menurunkan tekanan yang mereka rasakan dalam pengasuhan anak.
Referensi:
Ainbinder, J., Blanchard, L., Singer, G., Sullivan, M., Powers, L., Marquis, J., & Santelli, B., & Parent. (1998). A Qualitative Study of Parent-to-Parent Support for Parents of Children with Special Needs. Journal of Pediatric Psychology. 23. 10.1093/jpepsy/23.2.99.
Cheng, A., W., Y. (2023). Parental stress in families of children with special educational needs: a systematic review. Frontiers in Psychiatry. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2023.1198302
Heiman, T. (2021). Parents’ Voice: Parents Emotional and Practical Coping with A Child with Special Needs. Scientific Research Publishing, 12 (675-691).