ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 09 Mei 2024

 

Mengapa Merasa Cemas Menjelang Ujian?

Oleh:

Aurelia Clarissa Tanata Harleeputri, Penny Handayani

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Bagi pejuang SNBT, masih ingatkan perasaan yang dirasakan beberapa hari lalu? Ketika menjelang pekan ujian, pernahkah merasa jantung berdebar-debar? Atau merasa sulit tidur? Atau bahkan merasa sakit perut? Hal-hal yang disebutkan barusan merupakan beberapa hal yang bisa dialami ketika cemas dalam menghadapi ujian loh. Tapi, kenapa sih seseorang bisa merasakan hal tersebut menjelang ujian? Yuk, simak penjelasan di bawah ini.

Sebelum membahas kecemasan dalam ujian, perlu dipahami dulu bahwa kecemasan dan stres merupakan hal yang berbeda. Menurut Putwain (2007, dalam Howard, 2020), stres merupakan respon yang terjadi ketika individu merasa apa yang dapat dicapai kurang dari hal yang diharapkan atau diinginkan, sementara kecemasan akan muncul ketika stres dianggap sebagai ancaman. Jadi, ketika membahas perasaan cemas menjelang ujian, ini lebih kepada bagaimana cara memandang stres sebagai ancaman daripada sekadar merasa tertekan karena ekspektasi yang tidak terpenuhi.

Sebenarnya pengertian dari kecemasan dalam ujian sendiri telah didefinisikan selama bertahun-tahun. Kecemasan dalam ujian adalah kecemasan yang muncul ketika individu merasa kinerjanya akan dinilai dan dievaluasi sehingga ia merasa terancam. Rasa cemas ini bisa muncul sebelum, selama dan setelah ujian, dan bisa dirasakan dalam bentuk gejala fisiologis maupun kognitif (Chamberlain et al., 2011, dalam Howard, 2020). Gejala fisiologis yang muncul dapat berupa jantung berdebar, keringat dingin, pernafasan dan nadi meningkat, sakit kepala, sering berkemih, gangguan lambung, serta suara dan bibir bergetar (Agatha & Siregar, 2023). Sementara, menurut Herlambang (2022) gejala psikologis yang muncul berupa tegang, bingung dan mudah marah terhadap apa yang akan terjadi, merasa tidak berdaya, merasa tidak berguna. Mudah kehilangan perhatian dan mudah tertekan, mudah kehilangan perhatian dan gairah, tidak percaya diri, ingin lari dari kenyataan, merasa tidak tentram atau tidak aman dan merasa tidak mampu menyesuaikan diri.

Selain menjadi tantangan bagi individu secara pribadi, kecemasan ujian juga memiliki implikasi yang signifikan dalam konteks pendidikan. Kecemasan yang dirasakan oleh siswa tidak hanya memengaruhi kesejahteraan mental mereka, tetapi juga dapat berdampak pada hasil belajar mereka secara keseluruhan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Okigbo & Onoshakpkaiye (2023). Mereka menemukan bahwa kecemasan ujian berkaitan erat dengan kinerja akademik di kalangan siswa sekolah menengah. Penelitian ini juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kinerja akademik, siswa dengan tingkat kecemasan ujian lebih rendah menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam mengerjakan ujian matematika, dibandingkan siswa yang memiliki kecemasan ujian yang lebih tinggi (Okigbo & Onoshakpkaiye 2023).

Selain itu, terdapat penelitian lain yang juga menyatakan bahwa kecemasan ujian berdampak pada hasil belajar, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Esuong dan Udo (2022). Siswa dengan tingkat kecemasan ujian yang tinggi atau sedang cenderung mengalami penurunan prestasi akademik. Sebaliknya, siswa dengan tingkat kecemasan ujian yang rendah secara konsisten mencapai nilai yang lebih baik dalam ujian matematika (Esuong & Udo, 2022).

Selanjutnya, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang merasa cemas menjelang ujian:

  1. Ketidakmampuan menyesuaikan diri: pada faktor ketidakmampuan menyesuaikan diri, kecemasan terhadap ujian dapat muncul karena ketika individu merasa bahwa kemampuannya tidak cukup untuk menghadapi tantangan yang dihadapi, hal itu dapat memicu kecemasan. Perasaan tidak siap atau kurangnya keyakinan dalam kemampuan sendiri dapat memperkuat rasa khawatir akan hasil ujian. Pernyataan ini didukung oleh Ramaiah, (2013 dalam Istiantoro, 2018) yang menyatakan bahwa ada kemungkinan bahwa kecemasan disebabkan oleh pengalaman yang tidak menyenangkan yang dialami seseorang di lingkungannya, seperti dengan teman atau teman sekolah, yang menimbulkan kekhawatiran dan membuat seseorang merasa tidak aman berada di lingkungannya.
  2. Kebiasaan belajar yang buruk: Faktor ini menyebabkan kecemasan dapat meningkat secara signifikan. Hal ini dikarenakan ketika individu menyadari bahwa mereka tidak mempersiapkan diri secara memadai karena kebiasaan belajar yang buruk, seperti menunda-nunda tugas atau tidak memperhatikan materi dengan seksama, hal itu bisa memicu kecemasan dan ketegangan menjelang ujian. Pernyataan ini didukung oleh Prawitasari (2012, dalam Istiantoro, 2018) yang menyatakan bahwa masalah utama siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi adalah bahwa siswa tidak menguasai secara matang tentang pokok pelajaran di bagian awal, dan akibatnya siswa juga mengalami kesulitan ketika mempelajari pokok pelajaran yang selanjutnya, dan akibat yang lebih jauh adalah siswa mengalami peningkatan kecemasan pada saat mereka mengerjakan ujian.
  3. Dukungan sosial: dukungan sosial yang kuat biasanya memberikan rasa percaya diri dan kepastian kepada seseorang. Ketika seseorang merasa didukung, mereka cenderung memiliki lebih banyak sumber daya emosional dan psikologis untuk menghadapi stres dan tekanan, termasuk kecemasan menghadapi ujian. Sebaliknya, kurangnya dukungan sosial dapat menyebabkan individu merasa terlalu terbebani oleh beban ujian, karena mereka merasa tidak memiliki orang yang dapat mereka andalkan untuk mengurangi beban tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Kristanto & Setyorini (2014), yang menyatakan bahwa dukungan sosial dapat memberikan kesenangan dan membuat individu merasa diperhatikan dan bernilai sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan.
  4. Kompetisi antar siswa yang ketat: dalam situasi kompetitif yang ketat, siswa mungkin merasa bahwa mereka harus mencapai standar tinggi untuk dilihat sukses atau diakui oleh teman-teman dan guru mereka. Hal ini tentu akan menimbulkan ketegangan dan ketakutan akan kegagalan. Menjelang ujian, siswa dapat merasa tertekan untuk berprestasi lebih baik daripada yang lain, yang dapat meningkatkan kecemasan mereka. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Kholil, (2010 dalam Istiantoro, 2018) bahwa rasa cemas bisa timbul karena akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas di dalam pikirannya yaitu persaingan prestasi yang sangat ketat.

Setelah mengetahui berbagai faktor penyebab kecemasan dalam menghadapi ujian, sebaiknya juga perlu mengetahui bagaimana menanggulangi atau mengurangi kecemasan itu.

1. Melakukan Cognitive Behavioral Therapy (CBT), 

CBT atau terapi perilaku kognitif adalah suatu bentuk perawatan psikologis yang berfokus pada pikiran dan perilaku seseorang. CBT ini telah terbukti efektif untuk berbagai masalah termasuk depresi, gangguan kecemasan, masalah penggunaan alkohol dan obat-obatan, masalah perkawinan, gangguan makan, dan penyakit mental yang parah (Gillihan, 2020). Menurut Nolen-Hoeksema (2020), CBT dapat dilakukan dengan pemaparan individu kepada situasi yang membuat ia cemas, dimulai dari situasi yang paling tidak menimbulkan kecemasan hingga berlanjut pada situasi yang menimbulkan kecemasan. Menurut Knaus (2014), terdapat empat cara CBT untuk menanggulangi masalah kecemasan itu

  1. Menghilangkan pikiran-pikiran yang membuat cemas. Pada cara ini, anda sudah terbiasa untuk menghilangkan pikiran yang membuat cemas dan menghadapi masalahnya.
  2. Membangun toleransi emosional. Caranya adalah menerima realita yang ada, kemudian mencontoh cara orang lain menangani kecemasannya.
  3. Menghadapi dan berdamai dengan masalah yang ada.
  4. Menguasai diri sendiri. 

2. Melakukan teknik relaksasi pernafasan.

Relaksasi pernafasan adalah sebuah teknik terapi yang melibatkan pengaturan irama pernafasan yang teratur, dinamis, dan harmonis untuk mengalihkan perhatian dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dapat mempercepat proses penyembuhan atau menghilangkan stres dan kecemasan.

  1. Proses relaksasi ini dilakukan dalam posisi duduk bersila dengan badan tegak, mata terpejam, dan kedua tangan diletakkan di kedua lutut kaki. Biarkan tubuh dan otak kosong dari segala pikiran, perasaan, dan angan-angan atau jangan memikirkan apa pun.
  2.          Lakukan pemusatan pikiran dan konsentrasi dengan pernafasan yang teratur (Ekawaldi, 2014).
  3. Membangun pola belajar yang baik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu faktor yang menyebabkan individu merasa cemas menghadapi ujian karena memiliki kebiasaan belajar yang buruk. Oleh karena itu, salah satu cara yang efektif untuk menghindari rasa cemas adalah membangun pola belajar yang baik sesuai dengan gaya belajar. Misalnya, membuat jadwal yang konsisten untuk mempelajari ulang materi yang telah diajarkan oleh guru di sekolah (Edra, 2022).
  4.         Tidur yang cukup. Menurut studi dari University of California, Berkeley (dalam Edra, 2022), seseorang yang kurang tidur pada malam hari akan meningkatkan rasa cemas. Oleh karena itu, jaga pola tidur seminggu sebelum pekan ujian agar tetap bugar dan mengurangi kecemasan selama pekan ujian (Edra, 2022).

Jadi "Jangan stres. Lakukan yang terbaik. Lupakan sisanya." adalah kunci menaklukan stress dan kecemasan menjelang ujian.

Referensi:

Agatha, S., & Siregar, T. (2023). Atasi Kecemasan Perawat dengan Terapi self-healing: Mindfulness therapy meditation.

Ekawaldi, I. Z. (2014). Efektivitas teknik relaksasi pernafasan untuk mengurangi kecemasan atlet futsal yang hendak bertanding. Universitas Negeri Semarang.

Esuong, U. U., & Udo, O. F. (2022). Gender, test anxiety and academic performance in mathematics among SS3 students in Calabar Education Zone, Cross River State, Nigeria. Abacus (Mathematics Education Series), 47. https://man-nigeria.org.ng/issues/AJOAE-2022-6.pdf

Gillihan, S. J. (2020). Cognitive behavioural therapy made simple. John Murray Press.

Herlambang, D. W. (2022). Tingkat kecemasan dan stres akademik mahasiswa penjaskesrek angkatan 17 universitas islam riau dalam penyusunan skripsi di masa pandemi COVID 19. Jurnal Universitas Islam Riau.

Howard, E. (2020). A review of the literature concerning anxiety for educational assessments. Ofqual.

Istiantoro, D. (2018). Identifikasi faktor penyebab kecemasan akademik pada siswa kelas XI di SMA Negeri 3 Bantul. Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling, 4(10).

Knaus, W. J. (2014). The cognitive behavioral workbook for anxiety. New Harbinger Publications.

Kristanto, P. H., & Setyorini, S. (2014). Hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan dalam menyusun skripsi. Skripsi Satya Widya, 30(1), 43-48.

Nolen-Hoeksema, S. (2020). Abnormal psychology (8th ed.). Boston: McGraw-Hill 7 Companies, Inc.

Okigbo, E. C., & Onoshakpokaiye, O. E. (2023). Relationship between test anxiety and academic performance of secondary school students in mathematics. Mathematics Education Journals, 7. https://ejournal.umm.ac.id/index.php/MEJ/article/view/28070/12868

Pradina Pustaka. Edra, R. (2022, November 28). 6 tips atasi kegelisahan jelang ujian, wajib coba! ruang guru.com. Retrieved Maret 13, 2024, from https://www.ruangguru.com/blog/tips-menghadapi-kegelisahan-jelang-ujian

Widyartini, N. W. E., & Diniari, N. K. S. (2016). Tingkat ansietas siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional tahun 2016 di SMA Negeri 3 Denpasar. E-Jurnal Medika, 5(6), 1.