ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 08 April 2024
Lost and Found: A Guide to Self-Exploration
Oleh:
Keisha Kanaiela Jansen
Program Studi Psikologi, Universitas Bina Nusantara
Pernahkah Anda merasa “lost”? Merasa kehilangan arah dan tujuan, sehingga tidak tahu harus apa dalam hidup? Jangan khawatir, Anda tidak sendiri! Sebuah studi yang dilakukan di Universitas San Francisco de Quito pada tahun 2022 menemukan bahwa sekitar 66% dari mahasiswa mereka pernah merasa lost selama menjalani kehidupan perkuliahan. Dalam studi tersebut, rasa lost didefinisikan sebagai perasaan tidak yakin akan siapa diri mereka, masa depan mereka, dan bagaimana cara mereka mengatasi rasa tidak yakin tersebut. Perasaan ini juga disertai dengan rasa kewalahan, kecemasan, dan putus asa yang membuat beberapa mahasiswa mengalami depresi, ingin drop out, dan bahkan ingin bunuh diri. Menurut Kwok (2018), alasan mengapa banyak mahasiswa merasakan ketidakyakinan ini adalah karena mereka sedang berada dalam masa transisi menuju dewasa. Jika dilihat dari teori perkembangan psikososial Erikson, masa ini termasuk dalam tahapan Identity vs. Identity Confusion, yakni tahap penemuan identitas (Feist dkk., 2021). Dalam prosesnya, wajar apabila kebingungan maupun krisis identitas terjadi. Akan tetapi, ketika kesulitan ini berlarut hingga membuat seseorang putus asa dan kehilangan harapan, dibutuhkan adanya uluran tangan. Oleh karena itu, esai ini bertujuan untuk menjadi panduan yang membantu mahasiswa menemukan arah dan jalan keluar dari masa ketidakpastian yang sedang mereka hadapi.
Mahasiswa yang merasa lost cenderung mempersepsikan pengalamannya sebagai hal yang negatif (Finch, 2022). Namun sebenarnya, pengalaman ini bisa ditransformasi menjadi peluang yang positif untuk berkembang. Dalam proses pembentukan identitas, krisis diperlukan karena dapat berperan sebagai “titik balik” (Erikson, 1968, dalam Feist dkk., 2021). Maka, rasa lost sebagai krisis dapat menjadi pendorong yang membawa mahasiswa menemukan alat yang akan terus berguna sepanjang perjalanan mereka menghadapi dunia yang terus berubah, yakni self-exploration. Karena rasa lost muncul akibat kurangnya pengetahuan tentang diri sendiri (Ja dan Jose, 2017), untuk mengatasinya, mahasiswa perlu mengeksplorasi diri dengan menggali hal-hal apa saja yang terpendam dalam diri mereka. Eksplorasi diri melibatkan proses mempertimbangkan kembali, menyortir, serta mencoba berbagai macam peran (Kroger dan Marcia, 2011). Dengan ini, mahasiswa dapat memahami diri lebih baik serta belajar membuka pikiran untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif baru, yang akan membantu mereka dalam menemukan a sense of purpose (Sumner, 2015). Semakin mahasiswa mengenal diri dan mengetahui arah tujuan mereka, semakin meningkat well-being mereka secara keseluruhan (Sutin dkk., 2021), dimana artinya pelaksanaan eksplorasi diri dapat menjadi salah satu cara mencapai Sustainable Development Goals (SDG) ke-3 yakni good health and well-being.
Sekarang, bagaimana cara memulai eksplorasi diri? Eksplorasi diri dapat dimulai melalui self-reflection, atau memikirkan dan mengevaluasi pikiran, perasaan, dan perilaku diri sendiri (American Psychological Association, 2018) karena secara teori, self-reflection bisa membuat kita lebih mengenal diri sendiri (MacIsaac dkk., 2022). Self-reflection dapat dilakukan dengan mengikuti tes kepribadian, seperti tes The Big Five dan Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), karena tes-tes tersebut memberikan pertanyaan maupun pernyataan yang dapat membantu mahasiswa melakukan refleksi. Tes-tes ini juga tersedia secara online sehingga mudah diakses. Agar proses refleksi membuahkan hasil yang akurat, mahasiswa hendaknya jujur pada diri sendiri dan memikirkan dengan sungguh jawaban atau deskripsi apa yang paling cocok dengan mereka. Hal ini kemungkinan akan cukup sulit untuk dilakukan jadi, take your time! Hasilnya kelak bisa dijadikan kerangka acuan untuk lebih memahami sifat dan kecenderungan diri. Selain lewat tes kepribadian, self-reflection juga bisa dilakukan lewat journaling. Gunakan writing prompts yang berkaitan dengan aspek-aspek diri yang ingin dieksplorasi, misalnya apa yang membuat Anda bahagia, nilai-nilai apa yang Anda pegang, di bidang apa Anda merasa paling percaya diri dan di bidang apa Anda merasa paling kurang, dan lain sebagainya (MacIsaac dkk., 2022). Dengan begitu, mahasiswa meluangkan waktu dan ruang untuk memproses pengalaman-pengalaman mereka, sehingga mereka memperoleh kejelasan yang membantu mereka memahami diri lebih dalam. Lewat journaling, mereka seolah-olah mengupas satu per satu lapisan yang menumpuk dalam diri mereka sehingga terkadang, mereka akan mengungkap bagian-bagian rentan seperti ketakutan, trauma, ataupun kemarahan, yang tentu akan terasa tidak nyaman untuk dieksplorasi (Moses, 2019). Namun, proses ini perlu dijalani agar hambatan-hambatan yang menghalangi diri berkembang dapat diatasi. Oleh karena itu, eksplorasi diri harus dilakukan dengan self-compassion dan mengarah pada unconditional self-acceptance (Faustino dkk., 2020). Self-compassion melibatkan pengembangan sikap empatik dan suportif terhadap diri sendiri (Dryden, 2013). Yang ingin ditonjolkan disini adalah niatnya. Dengan self-compassion, niat mahasiswa ialah menerima dan belajar dari kekurangan mereka, alih-alih menyalahkan atau membenci diri karena kekurangan tersebut. Maka, mereka tidak menghakimi diri ketika menghadapi kesalahan atau keterbatasan, dan mengakui bahwa ketidaksempurnaan adalah bagian normal dalam menjadi manusia. Kekurangan tidak dipandang sebagai kegagalan, melainkan sebagai kesempatan untuk berkembang. Hanya dengan menerima segala sisi baik-buruk kita di masa kinilah baru kita bisa bergerak maju untuk memikirkan diri kita di masa depan (Moses, 2019).
Berbicara tentang masa depan membawa kita ke bagian kedua dari eksplorasi diri, yakni menemukan a sense of purpose. A sense of purpose adalah keinginan untuk mencapai sesuatu yang dapat memberi makna dalam hidup dan berkontribusi pada hal-hal di luar diri (Damon dkk., 2003). A sense of purpose penting dimiliki oleh mahasiswa, terutama mereka yang merasa lost (Machell dkk., 2015), karena hal inilah yang akan mengarahkan mereka ke jalan hidup yang bermakna, sehingga meningkatkan kepuasan hidup mereka (Sumner, 2015). Salah satu cara menemukan a sense of purpose adalah lewat eksplorasi proaktif, atau secara aktif mencari berbagai macam pengalaman (Hill dkk., 2014). Di lingkup universitas, ini bisa dilakukan dengan mengikuti macam-macam organisasi, komunitas, dan kegiatan lainnya. Namun sebelum itu, hal penting yang harus diperhatikan adalah motivasi. Self-Determination Theory (SDT) menjelaskan bahwa motivasi dalam mencari tujuan haruslah motivasi intrinsik, atau motivasi yang didorong oleh keinginan akan inherent satisfaction (Oudeyer dan Kaplan, 2009), karena motivasi intrinsik lebih mungkin membawa seseorang kepada pengalaman yang memenuhi kebutuhan akan otonomi, kompetensi, dan keterkaitan (Soenens & Vansteenkiste, 2011). Maka dalam mengeksplorasi tujuan, mahasiswa perlu mengidentifikasi apa yang menjadi nilai dan aspirasi mereka, dimana hal ini dapat kembali dilakukan melalui self-reflection, misalnya lewat journaling, maupun konseling.
Dalam kehidupan perkuliahan, banyak mahasiswa yang merasa lost. Hal ini berdampak negatif pada well-being mereka. Namun di lain sisi, perasaan inilah yang mendorong mereka untuk mengeksplorasi diri. Lewat eksplorasi diri, mahasiswa mengenal, memahami, menerima diri, serta menemukan tujuan mereka. Meskipun prosesnya sulit dan memakan waktu, menemukan diri sendiri adalah tahap yang diperlukan agar mahasiswa bisa bertumbuh, memaksimalkan potensi mereka, dan menjalani kehidupan yang bermakna
Referensi:
American Psychological Association. (2018). Self-reflection. In APA Dictionary of Psychology. Retrieved March 13, 2024, from https://dictionary.apa.org/self-reflection
Damon, W., Menon, J., & Cotton Bronk, K. (2003). The development of purpose during adolescence. Applied Developmental Science, 7(3), 119–128. https://doi.org/10.1207/s1532480xads0703_2
Dryden, W. (2013). Unconditional self-acceptance and self-compassion. The Strength of Self-Acceptance, 107–120. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-6806-6_7
Faustino, B., Vasco, A. B., Silva, A. N., & Marques, T. (2020). Relationships between emotional schemas, mindfulness, self-compassion and unconditional self-acceptance on the regulation of psychological needs. Research in Psychotherapy: Psychopathology, Process and Outcome, 23(2). https://doi.org/10.4081/ripppo.2020.442
Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. A. (2021). Theories of Personality. McGraw-Hill Education.
Finch, G. (2022, June 14). Why university students feel lost - Part 2. Medium. https://medium.com/age-of-awareness/why-university-students-feel-lost-part-2-abcd56416bf3
Finch, G. (2023, June 10). Why university students feel lost - Part 3. Medium. https://medium.com/age-of-awareness/why-university-students-feel-lost-part-3-a9908320811c
Hill, P. L., Sumner, R., & Burrow, A. L. (2014). Understanding the pathways to purpose: Examining personality and well-being correlates across adulthood. The Journal of Positive Psychology, 9(3), 227–234. https://doi.org/10.1080/17439760.2014.888584
Ja, N. M., & Jose, P. E. (2017). “I can’t take hold of some kind of a life”: The role of social connectedness and confidence in engaging “lost” adolescents with their lives. Journal of Youth and Adolescence, 46(9), 2028–2046. https://doi.org/10.1007/s10964-017-0656-x
Kroger, J., & Marcia, J. E. (2011). The identity statuses: Origins, meanings, and interpretations. Handbook of Identity Theory and Research, 31–53. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-7988-9_2
Kwok, C. Y. (2018). Managing uncertainty in the career development of emerging adults: Implications for undergraduate students. Australian Journal of Career Development, 27(3), 137–149. https://doi.org/10.1177/1038416217744216.
Machell, K. A., Disabato, D. J., & Kashdan, T. B. (2015). Buffering the negative impact of poverty on youth: The power of purpose in life. Social Indicators Research, 126(2), 845–861. https://doi.org/10.1007/s11205-015-0917-6
MacIsaac, A., Mushquash, A. R., & Wekerle, C. (2022). Writing yourself well: Dispositional self-reflection moderates the effect of a smartphone app-based journaling intervention on psychological wellbeing across time. Behaviour Change, 40(4), 297–313. https://doi.org/10.1017/bec.2022.24
Moses, C. (2019). Self-reflective journaling: A Practice for achieving self-understanding and acceptance, overcoming creative resistance, and moving toward ideal self. [Synthesis, University of Massachusetts Boston]. ScholarWorks at UMass Boston. https://scholarworks.umb.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1374&context=cct_capstone
Oudeyer, P.-Y., & Kaplan, F. (2009). What is intrinsic motivation? A typology of computational approaches. Frontiers in Neurorobotics, 1. https://doi.org/10.3389/neuro.12.006.2007
Soenens, B., & Vansteenkiste, M. (2011). When is identity congruent with the self? A self-determination theory perspective. Handbook of Identity Theory and Research, 381–402. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-7988-9_17
Sumner, R. (2015). Expanding our understanding of purpose in life: Contexts and characteristics that affect purpose exploration and content. [Dissertation, Cornell University]. eCommons Cornell’s Digital Repository. https://ecommons.cornell.edu/server/api/core/bitstreams/ee30d22f-45de-475d-800e-e9e9df280a7e/content
Sutin, A. R., Luchetti, M., Stephan, Y., & Terracciano, A. (2021). Sense of purpose in life and motivation, barriers, and engagement in physical activity and sedentary behavior: Test of a mediational model. Journal of Health Psychology, 27(9), 2068–2078. https://doi.org/10.1177/13591053211021661.