ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 07 April 2024

 

Strategi Persuasif dalam Pemilu Masa Kini

 Oleh:

Meliyanti, Samuel A. Isaputra

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

  

Pada tahun 2024, Indonesia melaksanakan pesta demokrasi dalam rangka pemilihan umum (pemilu) pemimpin negara Indonesia. Para calon pemimpin negara akan melaksanakan kampanye sebagai bentuk komunikasi politik (Fatimah, 2018). Bedasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 23 Tahun 2018, kampanye merupakan kegiatan penyampaian visi misi dan program kerja dari peserta pemilihan umum, yaitu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Adanya kegiatan kampanye ini membantu masyarakat untuk mengenali arah kebijakan dan strategi para calon pemimpin mereka selama lima tahun masa kepemimpinan. Dalam kampanye, diperlukan strategi persuasi yang dapat menjangkau segenap lapisan masyarakat di Indonesia. Persuasi adalah proses penyampaian pesan yang akan membawa perubahan baik dalam aspek kepercayaan, sikap, dan perilaku (Myers, 2013). Persuasi yang dilakukan para capres dan cawapres dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan atau keputusan masyarakat selama kegiatan pemilu. Bahkan, persuasi dapat mengubah keputusan masyarakat dalam memilih kandidat capres dan cawapres.

Berdasarkan teori psikologi sosial, strategi persuasi dapat dilakukan dengan dua jalur, yaitu jalur sentral (central route) dan jalur peripheral (peripheral route). Jalur sentral melibatkan proses kognitif individu dalam analisis argumen yang disampaikan, sedangkan jalur periferal hanya mengandalkan ketertarikan pada individu yang mempersuasi. Konten pesan dan audiens dari masing-masing jalur persuasi ini pun berbeda. Misalnya, pesan persuasif yang disampaikan melalui jalur sentral umumnya melibatkan informasi-informasi kritis dan kalangan audiens yang lebih tertarik pada jenis informasi tersebut. Sementara pesan persuasif melalui jalur periferal umumnya lebih bersifat hiburan yang menyenangkan sehingga dapat diakses oleh banyak kalangan.

Seiring dengan perkembangan zaman, strategi dalam kampanye juga perlu mengalami perkembangan agar dapat menjangkau masyarakat luas. Seperti yang terjadi pada pemilu 2024 ini, jumlah pemilih yang berasal dari kalangan Gen Z mencapai 22.85% dan pemilih generasi milenial sebanyak 33.6% dari total populasi pemilih (Haudy, 2023). Artinya, hasil pemilu 2024 kali ini berpotensi besar dipengaruhi oleh keputusan generasi milenial dan Gen Z. Strategi persuasi perlu disesuaikan dengan karakteristik kalangan generasi milenial dan Gen Z agar semakin efektif. Visi, misi, dan program kerja masing-masing pasangan capres-cawapres dapat disampaikan melalui platform-platform digital maupun media sosial. Selain itu, kalangan Gen Z lebih tertarik kepada penyampaian edukasi secara singkat dan visual, sementara generasi Milenial cenderung suka untuk memperhatikan diskusi mendalam (Haudy, 2023). Dengan demikian, konten pesan persuasif melalui jalur sentral pun perlu dibuat singkat, edukatif, dan melibatkan banyak visual jika diarahkan pada Gen Z. Sedangkan, konten pesan persuasi di media sosial yang memantik diskusi mendalam akan lebih menarik bagi generasi milenial.

Para kandidat capres dan cawapres juga dapat menggunakan persuasi jalur periferal dengan media sosial. Misalnya, konten pesan-pesan persuasi ringan yang bersifat entertain dapat digunakan untuk menarik minat berbagai kalangan agar mau menontonnya. Selama penayangan pesan persuasi ringan ini, para kandidat capres dan cawapres dapat mengaitkan karakteristik mereka dengan pesan atau informasi yang dianggap menyenangkan oleh masyarakat sehingga menimbulkan gambaran atau kesan yang positif. Pada akhirnya, masyarakat mau memberikan dukungannya karena adanya gambaran atau kesan yang positif ini. Meskipun demikian, implementasi strategi persuasi perlu dilakukan secara bertanggung jawab. Pemilihan umum ada sebagai budaya demokrasi di negara Indonesia dalam merefleksikan nilai kebersamaan dan rasa menghargai untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (Gischa, 2023). Para kandidat capres dan cawapres memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan strategi persuasi yang edukatif kepada masyarakat sehingga menghasilkan perilaku masyarakat yang kolaboratif dan saling menghargai demi mencapai kemajuan bersama. Masyarakat juga perlu diajak berpikir kritis akan setiap pesan persuasi dan mulai mempertimbangkan untuk memilih pemimpin yang menegakkan nilai-nilai kebenaran dan moralitas di setiap aspek kehidupannya.

 

Referensi:

Fatimah, S. (2018b). Kampanye sebagai Komunikasi Politik: Esensi dan Strategi dalam Pemilu. Resolusi (Wonosobo), 1(1). https://doi.org/10.32699/resolusi.v1i1.154.

Gischa, S. (2023). Budaya Demokrasi: Pengertian, Jenis, Prinsip, dan Contohnya: Kompas.com. https://www.kompas.com/skola/read/2023/01/18/200000669/budaya-demokrasi-pengertian-jenis-prinsip-dan-contohnya?page=all

Haudy, Y. (2023, November 8). Seperti Apa Kampanye yang Menarik bagi Milenial dan Gen Z?: Kompas.com. https://katanetizen.kompas.com/read/2023/11/08/162520985/seperti-apa-kampanye-yang-menarik-bagi-milenial-dan-gen-z?page=all

Myers, D. G. (2013). Social Psycholohy (11th ed). The McGraw-Hill Companies.