ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 07 April 2024

 

 

Apakah Perubahan Internal Efektif Mengatasi Keengganan Berubah?

 

Oleh:

Nicholas Simarmata, Dian Jayantari Putri K. Hedo

Program Studi Psikologi, Universitas Udayana

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

 

Berbisnis merupakan suatu hal yang cukup menantang untuk dilakukan dan diprediksi mengingat terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi kegagalan atau keberhasilan bisnis tersebut. Terdapat beberapa contoh perusahaan besar yang mengalami kegagalan. (1) Nokia enggan untuk berinovasi yang menyebabkan produk yang mereka jual mulai terasa ketinggalan zaman; (2) Yahoo akibat merasa nyaman dan tidak mengambil peluang maka Yahoo pada akhirnya kalah bersaing dengan Google, perusahaan penyedia jasa dan produk internet yang lain; (3) Blackberry Fitur BBM (Blackberry Messenger) tidak dapat beradaptasi dengan perkembangan dunia teknologi yang mulai memilih desain layar sentuh untuk produk yang dikeluarkan; (4) MySpace mengalami kerugian yang cukup besar, karena sebagian besar pengguna MySpace untuk beralih menggunakan Facebook; (5) Motorola lebih cenderung fokus meningkatkan perangkat keras daripada fokus memperbarui perangkat lunak yang sudah mulai tumbuh pesat di tahun 2000-an (Rasihan, 2022).

Pemaparan di atas merupakan gambaran tentang tantangan dalam pengelolaan sumber daya manusia yaitu fleksibilitas budaya organisasi. Fleksibilitas yang dimaksud adalah fleksibilitas untuk melakukan adaptasi dan penyesuaian terhadap lingkungan yang berubah secara cepat, dinamis, dan turbulen. Hal ini diistilahkan dengan volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity yang disingkat dengan VUCA. Namun terdapat dilema yang dihadapi perusahaan yaitu sering menunjukkan keengganan untuk berubah sehingga membuat organisasi tidak fleksibel dan adaptif (Pearson & Hui, 2001).  Keenggaan untuk berubah dapat terjadi pada beberapa level perusahaan yaitu (Oreg, 2003): (1) Level individu, seperti kepribadian yang kaku, otoriter, kurang percaya diri, kompetensi diri yang rendah dan selalu merasa tidak aman akan ancaman perubahan cenderung enggan untuk berubah; (2) Level kelompok, seperti ketakutan untuk menyesuaikan diri pada kelompok baru; (3) Level sistem, seperti nilai, visi, misi, dan atau strategi yang kurang mampu menjawab tantangan pasar dan jaman. Keenganan perusahaan berubah dapat diketahui melalui identitas organisasi, komitmen kolektif, stabilitas sistem sosial, dan cara pembinaannya.  Agar perubahan yang akan dilakukan dapat diterima dan direalisasikan secara efektif yaitu dengan cara membentuk dan mengelola tim kerja. Hal itu dilakukan untuk membangun kelompok agar mampu meningkatkan performa atau kinerjanya. Perusahaan juga dapat menciptakan adanya perubahan melalui adanya perubahan internal yaitu dengan menerapkan team building. Team building dapat membantu dalam beberapa hal, sebagai berikut: (1) meningkatkan tim kerja dalam menyelesaikan tugas dan masalah kelompok secara maksimal dengan menggunakan sumber dan sumbangan yang ada pada anggota kelompok; (2) meningkatkan motivasi dalam mengimplementasikan keputusan kelompok serta membantu kelompok dalam menanggulangi permasalahan khusus seperti apatis, kehilangan produksivitas, meningkatnya keluhan, ketidakjelasan penugasan, rendahnya partisipasi saat rapat, kurangnya inovasi dan inisiatif, masalah kualitas, ketepatan waktu, efektivitas pelayanan dan produk, serta permusuhan antar kelompok; (3) memaksimalkan keterlibatan kerja, desain kerja, menyusun dan merestrukturisasi strategi; (4) membantu memprogram perubahan kelompok dengan kualitas yang lebih baik dan menjamin program perubahan tersebut diterima dan dilaksanakan oleh anggota organisasi; (5) membantu dalam mengembangkan tujuan dan norma kelompok yang mendukung tingginya produktivitas dan kualitas kerja, misalnya dengan pemahaman budaya pembangunan kepercayaan; (6) proses konsultasi team building membantu kelompok untuk mendiagnosa dan mengerti proses internal. Oleh sebab itu team building dapat menjadi salah satu opsi solusi secara internal yang ditawarkan untuk mengurangi keengganan untuk berubah jika ada atau terjadi perubahan dalam perusahaan (Cummings & Worley, 2005; Fuqua & Kurpus, 1993).

Referensi:

Cummings, T. & Worley, C. (2005) Organization Development and Change. San Fransisco: Pre-Prees Co., Inc.

Fuqua, D. R., & Kurpus, D. J. (1993). Conceptual models in organizational consultation. Journal of Counseling & Development, 71(6), 607–618. https://doi.org/10.1002/j.1556-6676.1993.tb02250.x

Oreg, S. (2003). Resistance to change: Developing an individual differences measure. Journal of Applied Psychology, 88(4), 680–693. https://doi.org/10.1037/0021-9010.88.4.680.

Pearson, C.A.L. & Hui, L.T.Y. (2001), A cross-cultural test of vroom’s expectancy motivation framework: an australian and a malaysian company in the beauty care industry. International Journal of Organization Theory & Behavior, Vol. 4 No. 3/4, pp. 307-327. https://doi.org/10.1108/IJOTB-04-03-04-2001-B006

Rasihan, F. F. (2022) 5 Contoh Perusahaan yang Bisnisnya Gagal dan Penyebabnya, Kompas. Available at: https://buku.kompas.com/read/1044/5-contoh-perusahaan-yang-bisnisnya-gagal-dan-penyebabnya (Accessed: 17 February 2024).