ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 07 April 2024
Suami Siaga: Pendampingan Suami kepada Ibu dengan Baby Blues Syndrome
Oleh:
Dewi Setianna Br Tarigan
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Lestari dan Bebasari (2022) mengatakan baby blues syndrome adalah gangguan kecemasan dan perubahan emosi seorang wanita hamil dan setelah melahirkan yang biasanya terjadi pada masa kehamilan dan tiga hari pasca salin sampai satu tahun pasca salin (setelah bersalin). Gangguan psikologis ini berupa perasaan sedih yang berlebihan, perasaan khawatir, cemas, gelisah bahkan mempengaruhi fisik seperti rasa lelah meski tidak bekerja, rasa panas dingin dan kaki dingin, jantung berdebar-debar, keringat dingin, perasaan lemas dan mengalami gangguan tidur (insomnia) serta ibu cenderung berhalusinasi (berkhayal). Gejala-gejala ini harus dikelola dengan baik. Salah satu peran yang sangat dibutuhkan pada saat seorang ibu mengalami baby blues syndrome adalah pendampingan dari keluarga sebagai orang terdekat, khususnya suami.
Mengapa Baby blues syndrome bisa terjadi?
Baby blues syndrome merupakan masa transisi bagi ibu pasca melahirkan. Setelah melahirkan terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang diikuti perubahan mood serta gejala baby blues syndrome lainnya (Amaliah & Restawati, 2023). Perubahan hormon disertai beratnya proses kehamilan dan persalinan membuat seorang ibu mengalami perasaan yang tidak menentu. Di satu sisi seorang ibu pasti merasa bahagia karena momen yang istimewa menjadi seorang ibu. Namun di sisi yang lain, ada kelelahan yang tidak mudah dilewati yang menyebabkan perasaan jadi lebih sensitif dan emosional. Selain itu, faktor lain yang memicu terjadinya baby blues syndrome adalah kesulitan beradaptasi dengan keadaan karena peran yang baru menjadi seorang ibu. Pasca persalinan tentu ibu punya tanggungjawab yang baru untuk merawat bayinya. Peran ini akan terasa lebih berat jika ini adalah sebuah pengalaman baru dan dilakukan tanpa bantuan orang lain. Inilah mengapa pendampingan dari orang-orang terdekat, khususnya suami sangat diperlukan.
Peran Penting Suami Siaga
Penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Sulistiyanti (2017) tentang “Analisis faktor-faktor penyebab terjadinya baby blues syndrome” didapatkan sebuah kesimpulan bahwa kurangnya dukungan suami terhadap Ibu yang baru melahirkan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi munculnya potensi dan intensitas baby blues syndrome pada Ibu yang baru melahirkan. Dari 72 responden yang diteliti, sebanyak 45 orang mengatakan kurang mendapatkan dukungan dari suami, dan ke-45 orang itu seluruhnya mengalami baby blues syndrome. Gejala baby blues syndrome pada umumnya hanya sementara dan akan hilang 2-3 minggu. Namun jika tidak dikelola dengan baik, gejala akan semakin berat dan bisa menyebabkan ibu depresi hingga dapat melakukan hal-hal yang tidak wajar.
Pendampingan suami untuk selalu siaga sangatlah diperlukan pada masa-masa ini. Suami sebaiknya memahami gejala baby blues syndrome serta penanganannya, dan sedapatnya direspon sesegera mungkin. Jika ada gejala-gejala baby blues syndrom suami siaga memberi dukungan emosional dengan setia mendampingi dan memberi perhatian yang tulus. Amaliah dan Restawati (2023) mengatakan bahwa suami perlu menunjukkan empati yang tinggi dalam mendampingi istri dengan baby blues syndrome. Suami yang memiliki empati yang tinggi dapat secara lebih efektif memahami perubahan mood, stres, dan kelelahan yang dialami oleh istri mereka. Mereka dapat menyadari bahwa perasaan sedih dan kecemasan yang dirasakan oleh istri bukanlah sesuatu yang dapat diabaikan atau dianggap sepele. Ketika suami menunjukkan empati kepada istri, hal ini dapat menciptakan lingkungan komunikasi yang lebih terbuka dan saling mendukung. Istri merasa didengar, dimengerti, dan diakui perasaannya (Amaliah & Restawati, 2023).Beberapa hal yang dapat dilakukan suami misalnya memberikan waktu untuk mendengarkan keluh kesah istri. Suami perlu memberikan perhatian khusus saat istri berbicara tentang apa yang dia rasakan. Rasa empati ini dapat pula ditunjukkan dengan membantu merawat bayi dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Suami sebaiknya terlibat aktif dalam merawat bayi seperti menggendong, memandikan, mengganti pakaian, dan memberi botol susu, juga pekerjaan lainnya. Pada malam hari suami juga mengambil giliran untuk merawat bayi yang pola tidurnya belum teratur. Dengan demikian, suami telah memberikan waktu khusus kepada istri untuk beristirahat dengan nyaman tanpa merasa bersalah.
Selain itu, dorongan semangat juga sangat diperlukan saat mengalami baby blues syndrome. Suami dapat meyakinkan istri bahwa semua akan terlewati dengan baik. Memberikan pujian kepada istri atas perjuangan dan perannya sebagai seorang ibu juga akan sangat membantu dan membuat istri merasa dihargai. Jika gejala baby blues syndrome tidak kunjung hilang, suami dapat mencari bantuan kerabat terdekat, atau jika perlu bantuan konselor dan psikolog. Demikianlah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh suami ketika istri mengalami baby blues syndrome. Meskipun nampaknya sederhana, namun dampingan suami secara siaga sangat besar manfaatnya bagi istri ketika mengalami baby blues syndrome.
Referensi:
Amaliah, A., & Restawati, R. (2023). Komunikasi Antarpribadi Suami dan Istri yang Mengalami Baby Blues Syndrome Pasca Melahirkan. Al Qalam; Jurnal Ilmiah keagamaan dan kemasyarakatan (2418-2432), doi: https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam.
Lestari, L., & Bebasari, E. (2022). Yuk Kenali Sindrom Baby Blues dan Upaya Pencegahannya. Indramayu: Penerbit Adab.
Susanti L.W, & Sulistiyanti A. (2017). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Baby Blues Syndrom Pada Ibu Nifas. Jurnal Ilmu Rekam Medis dan Informatika Kesehatan, vol 7(2):23-8.