ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 06  Maret 2024

 

Aku Merdeka! Pengantar untuk Aktualisasi Diri

 

Oleh:

Sri Fatmawati Mashoedi, Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

 

Pengantar

Dalam kehidupan, manusia dapat bebas menentukan dan melakukan hal yang disukai, atau menciptakan karya, menekuni suatu bidang dengan passionate, atau berkelana dan membuat pengalamannya sendiri. Dalam ilmu psikologi, penghayatan akan kemampuan manusia untuk mengeluarkan potensinya dan mencapai pemenuhan diri menjadi suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari konsep self-actualization (aktualisasi diri) yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow. Lalu, apa sebenarnya aktualisasi diri itu dan bagaimana karakteristiknya?

 

Apa itu Aktualisasi Diri?

Maslow mencetuskan teori Hierarchy of Needs atau teori hierarki kebutuhan yang menjelaskan bahwa tiap manusia memiliki kebutuhan atau needs yang bersifat hierarki, alias berjenjang, dengan kebutuhan yang paling mendasar perlu untuk dipenuhi agar dapat memenuhi kebutuhan di jenjang berikutnya. Terdapat lima kebutuhan dasar manusia yang digagas Maslow, dengan physiological needs sebagai kebutuhan paling mendasar, dilanjutkan dengan kebutuhan rasa aman, love and belongingness needs, esteem needs, lalu kebutuhan aktualisasi diri sebagai kebutuhan yang berada pada puncak hierarki (Feist et al., 2018).

Aktualisasi diri menurut Maslow adalah ketika individu telah memenuhi semua kebutuhan dasarnya yang lain (physiological needs, safety needs, love and belongingness needs, dan esteem needs) dan termotivasi untuk mengembangkan diri, self-fulfillment, dan merealisasikan potensinya (Maslow, 1970, dalam Feist et al., 2018; Navy, 2020). Individu yang termotivasi untuk aktualisasi diri mencirikan pribadi dengan kesehatan psikologis yang sangat baik (Gopinath, 2020).

 

Karakteristik Individu yang Aktualisasi Diri

Maslow (1970, dalam Feist et al., 2018) menyebut terdapat 15 karakteristik yang mencirikan individu yang aktualisasi diri.

Lebih efisien dalam mempersepsi realita

Individu yang aktualisasi diri mampu membedakan mana hal yang tulus dan nyata, dan mana hal yang penuh kepalsuan. Mereka dapat mempersepsi realita dengan baik dan tidak takut dengan ambiguitas. Mereka dapat melihat sisi positif dan negatif dari sesuatu.

Menerima dirinya

Individu yang aktualisasi diri menerima dirinya apa adanya dan tidak defensif atau bersikap palsu. Mereka juga tidak mengkritik dirinya berlebihan serta dapat menerima orang lain, menoleransi kekurangan orang lain sekaligus tidak merasa terancam dengan kelebihan yang dimiliki orang lain.

Spontan, sederhana, dan natural

Individu yang aktualisasi diri kerap spontan, sederhana, dan natural. Mereka bersahaja, tidak mempersulit keadaan dan menjunjung tinggi menghormati orang lain, apa adanya, dan tidak malu dalam mengekspresikan emosi.

Problem-centering

Individu yang aktualisasi diri fokus pada permasalahan yang dihadapi dan fokus untuk menyelesaikannya dengan etis. Mereka tahu bahwa mereka perlu fokus pada hal yang penting dan mengabaikan hal yang tidak penting.

Memiliki kebutuhan akan privasi

Individu yang aktualisasi diri membiarkan dirinya memiliki ruang sendiri tanpa merasakan kesendirian. Baik bersama orang lain atau sendiri, mereka merasa nyaman, tidak frustrasi untuk terus-menerus bersama orang. Mereka menikmati dan menemukan kesenangan dalam kehidupan yang privasi.

Otonomi

Individu yang aktualisasi diri memiliki otonomi dan bergantung dengan orang lain untuk hal terkait perkembangan diri. Mereka memiliki rasa percaya diri yang membuat mereka dapat mandiri tanpa perlu takut akan kritik atau hidup dengan kebutuhan validasi terus-menerus dari orang lain.

Apresiasi yang berkelanjutan

Individu yang aktualisasi diri selalu memiliki kapasitas untuk mengapresiasi hidup dengan positif. Mereka melihat fenomena dan hal-hal baik yang mereka dapatkan tidak boleh disia-siakan. Mereka mengapresiasinya dan tidak pernah komplain. Mereka selalu bersyukur akan nasib baik yang didapat.

Peak experience

Individu yang aktualisasi diri pernah mengalami peak experience atau pengalaman puncak, yakni pengalaman yang sangat intens, membahagiakan, dan memuaskan yang bisa dicapai olehnya. Pengalaman ini membuatnya merasa rendah hati sekaligus powerful.

Gemeinschaftsgefühl

Individu yang aktualisasi diri memiliki gemeinschaftsgefühl, atau ketertarikan dengan sosial, rasa komunitas, serta kemanusiaan dengan orang lain. Mereka mungkin dapat merasa kesal atau marah dengan orang lain, tetapi hanya sebatas perasaan manusiawi.

Hubungan interpersonal yang mendalam

Individu yang aktualisasi diri juga menciptakan hubungan interpersonal yang mendalam dengan orang tertentu (misal teman dekat) yang intens dan sehat.

Memiliki nilai demokrasi

Individu yang aktualisasi diri demokratis, berteman dengan siapa saja tanpa memandang SARA, dan memiliki kemampuan untuk mempelajari perbedaan untuk menghormati sesama.

Discrimination between means and ends

Individu yang aktualisasi diri mengetahui dan dapat membedakan dengan jelas mana hal yang baik atau buruk dan memaknai proses atau hasil.

Humor

Individu yang aktualisasi diri memiliki sense of humor yang tidak menyakiti atau bertujuan buruk merendahkan diri atau orang lain. Humor yang tercipta adalah bentuk yang menyenangkan.

Kreatif

Individu yang aktualisasi diri pada dasarnya adalah individu yang kreatif dengan caranya masing-masing. Mereka memiliki persepsi yang tajam akan kebenaran, keindahan, dan realita.

Resisten terhadap tekanan sosial

 

Terakhir, individu yang aktualisasi diri bukan berarti antisosial atau non-konformitas, tetapi mereka memiliki otonomi, cara sendiri untuk mengikuti standar mereka dan tidak bergantung pada aturan atau standar dari orang lain. Mereka punya keunikan mereka dalam merealisasikan potensi dan tujuan mereka masing-masing.

 

Aktualisasi Diri: Tidak Berhenti Hanya pada Diri Pribadi

Dari pemaparan sebelumnya, dapat dilihat bahwa individu yang aktualisasi diri memiliki karakteristik yang sehat secara psikologis terkandung dalam diri pribadi. Namun nyatanya, aktualisasi diri “hanya” untuk diri sendiri tidaklah cukup. Maslow (1991) menyebut aktualisasi diri bukan sekadar hal yang baik untuk diri individu itu sendiri saja, tetapi perhatikan juga aspek psikologi sosial individu tersebut yang juga dibutuhkan (Hidayat, 2006). Individu tidak serta-merta baik untuk dirinya sendiri, tetapi harus mampu mendemonstrasikan sinergi yang baik dan realisasi secara peka terhadap kondisi sosial. Dukungan sosial mampu membantu individu untuk merealisasikan potensi (Schoofs et al., 2022). Di sisi lain, aktualisasi diri yang optimal ditandai oleh indikator kecerdasan emosional interpersonal yang jelas, mampu memahami emosi orang lain, dan mengelola interaksi yang positif (Mylashenko & Lavrinenko, 2019).

 

Penutup

Aktualisasi diri menjadi tanda keadaan psikologis yang sehat dan mencirikan pribadi yang merealisasikan potensinya. Namun, penting bagi kita untuk menanamkan bahwa aktualisasi diri bukan hanya tentang aspek psikologis yang positif dari diri sendiri, tetapi juga bagaimana hakikat kita sebagai manusia yang interdependen dengan kehidupan sosial tidak terpisahkan. Lingkungan dan dukungan sosial mendukung aktualisasi diri, dan aktualisasi diri mencirikan pribadi yang bersinergi dalam berhubungan dengan orang lain. Aku telah Merdeka!

 

Referensi:

Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. (2018). Theories of Personality (9th Ed.). New York: McGraw-Hill.

Gopinath, R. (2020). Assessment of demographic characteristics and self-actualization dimensions of academic leaders in Tamil Nadu Universities: An Empirical Study. Asian Journal of Engineering and Applied Technology, 9(2), 1–7.

Hidayat, B. (2006). Pluralisme dan Aktualisasi Diri. Jurnal Psikologi Sosial, 12(2), 141-152.

Maslow, A. (1991). Critique of self-actualization theory. Journal of Humanistic Education and Development, 29, 103–108.

Mylashenko, K., & Lavrinenko, V. (2019). The role of emotional intelligence in self-actualization of personality. Psychological Counseling and Psychotherapy, (11), 59–66. DOI: https://doi.org/10.26565/2410-1249-2019-11-07.

Navy, S.L. (2020). Theory of human motivation—Abraham Maslow. In: Akpan, B., Kennedy, T.J. (eds) Science Education in Theory and Practice. Springer Texts in Education. Springer, Cham. DOI: https://doi.org/10.1007/978-3-030-43620-9_2.

Schoofs, L., Hornung, S., & Glaser, J. (2022). Prospective effects of social support on self-actualization at work – The mediating role of basic psychological need fulfillment. Acta Psychologica, 28. DOI: https://doi.org/10.1016/j.actpsy.2022.103649.