ISSN 2477-1686

 

Vol. 10 No. 06  Maret 2024

 

Membumikan Slogan Grotberg untuk Menguatkan Ketahanan Anak Pasca Kehilangan Ibu dalam Kecelakaan

Oleh:

Syafira Rizka Ulya

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta


Kehilangan seorang ibu dalam kecelakaan adalah pengalaman tragis yang mengguncang anak secara emosional. Anak-anak menghadapi kesedihan mendalam, kebingungan, dan kesulitan dalam mengatasi duka. Kehilangan itu merobek ikatan emosional yang erat antara ibu dan anak, sering menyebabkan trauma, kecemasan, dan kesedihan berkepanjangan. Mereka merasa kehilangan dukungan dan cinta yang diberikan oleh ibu. Penting untuk memahami dampak psikologis, emosional, dan sosialnya pada anak serta mengembangkan ketahanan untuk membantu mereka melewati masa sulit ini.

Resiliensi

Connor dan Davidson (2003) mengatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu dalam mengatasi stress dan tekanan, serta mengatasi kecemasan dan depresi. Sedangkan, Block (1980), resiliensi adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dengan baik dan tetap social saat menghadapi hambatan, kesulitan, tekanan, atau tantangan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Resiliensi merujuk pada kemampuan individu untuk menghadapi, mengatasi, menguatkan diri dan bahkan mengubah diri melalui pengalaman hidup yang sulit (Grothberg, 1999). Disimpulkan bahwa resiliensi melibatkan kemampuan individu dalam menghadapi, mengatasi, dan memperkuat diri melalui tantangan dan kesulitan kehidupan. Hal ini melibatkan aspek psikologis, emosional, dan sosial individu dalam menghadapi dan mengatasi stress, tekanan, kecemasan, dan depresi. Resiliensi adalah kemampuan individu menghadapi stres, tekanan, dan kesulitan hidup. Grotberg (1999) membagi resiliensi menjadi "I have!" (Aku memiliki!), "I am" (Aku adalah!), dan "I can!" (Aku mampu!). Ini mencakup pengakuan terhadap sumber daya, penghargaan terhadap identitas diri, dan pengembangan kemampuan mengatasi hambatan. Resnick et al. (2011) menyebut faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi: (1) Self-Esteem: Rasa bangga dan harga diri membantu mengatasi kesulitan, (2) Dukungan Sosial, Dukungan dari orang-orang di sekitar membantu menyelesaikan masalah, (3) Peran Spiritualitas: Keberagamaan dan keyakinan pada Tuhan memberi kekuatan dalam menghadapi kesengsaraan, (4) Emosi Positif: Emosi positif membantu mengurangi tingkat stres dan mengatasi masalah. Dalam konteks resiliensi, penting untuk membantu anak-anak mengembangkan kepercayaan pada kemampuan mereka untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan. Melalui dukungan, bimbingan, dan kesempatan untuk belajar dari pengalaman, anak-anak dapat memperkuat keterampilan mereka dalam menghadapi tantangan, mengelola emosi, dan mencari solusi yang efektif.

Pendekatan Humanistik

Pendekatan Humanistik berakar dari kata latin "humanus," yang mengacu pada manusia. Ini muncul sebagai respons terhadap teori behavioristik dan psikodinamik pada pertengahan abad ke-20. Pendekatan ini menekankan kualitas unik manusia, seperti kebebasan berpikir (free will) dan potensi pengembangan diri. Dalam konteks pembelajaran, teori ini fokus pada pengembangan aspek kemanusiaan siswa untuk mengaktualisasikan potensi mereka (Maksudin, 2018; Solichin, 2018; Wahyuningsih dkk, 2021). Carl R. Rogers adalah seorang pakar psikologi humanistik yang memiliki kontribusi signifikan dalam pemikiran dan praktik psikologi di berbagai bidang, termasuk bidang klinis, pendidikan, dan lainnya. Dalam konteks pendidikan, Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar yang bersifat humanistic (dalam Wahyuningsih dkk, 2021). Prinsip-prinsip tersebut mencakup (a) Hasrat Terus Belajar: Manusia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pendidikan humanistik mendorong eksplorasi minat individu untuk menemukan hal-hal yang penting bagi mereka, (b) Belajar yang Bermakna, Materi yang relevan dengan kebutuhan dan minat individu akan lebih bermakna. Anak belajar lebih baik ketika materi memiliki relevansi dengan kehidupan mereka, (c) Belajar Tanpa Tekanan: Peserta didik bebas menjelajahi pengalaman baru tanpa takut dihakimi. Proses belajar berlangsung dalam lingkungan positif yang memberi kesempatan bagi pengembangan kemampuan, (d) Belajar sesuai Kemauan Pribadi: Proses belajar melibatkan perasaan dan pikiran individu. Peserta didik diberi kebebasan untuk memilih arah belajar mereka sendiri, (e) Belajar untuk Perubahan: Pendidikan ditujukan untuk adaptasi terhadap perubahan masa depan. Rogers menekankan pentingnya belajar secara berkelanjutan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

 

Kupas Tuntas dalam Kasus

Pendekatan humanistik menganggap manusia sebagai individu yang unik, penuh potensi, dan mampu mengarahkan hidup mereka menuju pertumbuhan dan pemulihan. Dalam konteks ini, resiliensi dilihat sebagai kemampuan anak untuk menghadapi dan mengatasi kesedihan, ketidakpastian, dan perubahan setelah kehilangan ibunya. Pendekatan humanistik berfokus pada pengembangan individu secara holistik. Pendekatan ini didasarkan pada gagasan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang, meskipun dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Salah satu slogan yang terkenal dalam pendekatan ini adalah "I have!", "I am", dan "I can!" yang dikemukakan oleh Dr. Ruth Grotberg.

”I have!" - Mengakui Sumber Daya yang Dimiliki

Pendekatan humanistik menekankan pada pentingnya mengenali sumber daya yang dimiliki oleh individu. Dalam kasus ini, anak yang ditinggal meninggal oleh ibunya mungkin merasa kehilangan dan tidak memiliki dukungan yang cukup. Namun, melalui pendekatan ini, kita dapat membantu anak menyadari sumber daya yang masih ada di sekitarnya. Hal ini bisa melibatkan anggota keluarga, teman-teman, guru, atau bahkan sumber daya internal seperti kemampuan untuk beradaptasi, empati, dan daya juang yang kuat. 

"I am" - Menerima dan Menghargai Identitas Diri

Pada tahap ini, penting bagi anak untuk menerima dan menghargai identitas diri mereka sendiri. Kehilangan seorang ibu dapat memicu perasaan rendah diri dan ketidakpercayaan pada diri sendiri. Dalam pendekatan humanistik, kita dapat membantu anak mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang siapa mereka sebenarnya dan apa yang membuat mereka istimewa. Mendorong rasa penghargaan diri dan peningkatan keterampilan sosial dapat membantu mereka menghadapi rasa kehilangan dan memperkuat identitas positif mereka.

 "I can!" - Membangun Kemampuan Mengatasi Hambatan

Bagian terakhir dari slogan Grotberg ini menggarisbawahi pentingnya membangun kemampuan untuk mengatasi hambatan dan tantangan. Dalam kasus ini, anak perlu merasa percaya diri dan mampu mengatasi kesedihan dan trauma yang diakibatkan oleh kehilangan ibunya. Melalui pendekatan humanistik, kita dapat membantu anak mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan yang dimiliki, dan kemudian mengembangkan strategi coping yang efektif. Bimbingan dan dukungan dari orang dewasa yang dapat dipercaya juga merupakan faktor kunci dalam memperkuat kemampuan anak untuk menghadapi rintangan.

Kesimpulan

Dalam menghadapi kehilangan ibu karena kecelakaan, anak-anak membutuhkan dukungan dan bimbingan yang tepat untuk membangun ketahanan atau resiliensi. Pendekatan humanistik dengan slogan Grotberg "I have!", "I am", dan "I can!" menyediakan kerangka kerja yang kuat untuk membantu anak-anak menghadapi situasi sulit ini. Dengan mengakui sumber daya yang dimiliki, menerima dan menghargai identitas diri, serta membangun kemampuan mengatasi hambatan, anak-anak dapat tumbuh dan berkembang melalui pengalaman yang penuh tantangan ini. Dalam prosesnya, penting bagi kita sebagai masyarakat untuk menyediakan dukungan yang memadai dan menciptakan lingkungan yang memperkuat keberanian dan ketahanan anak-anak yang mengalami kehilangan seperti ini.

 

Referensi:

Block, J. H., & Block, J. (1980). The Role of Ego Control and Ego-Resiliency in TheOrganization ofBehavior. In W. A. Collins (Ed.), Development of Cognition, affect, and Social Relations: InnesotaSymposia on Child Psychology, Hillsdale, NJ: Erlbaum.13, 39–101.

Connor, K. M., & Davidson, J. R. T. (2003). Development of a new resilience scale: The Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Depression and Anxiety. 18. 76-82. https://doi.org/10.1002/da.10113

Grotberg, E. H. (1999). Tapping your inner strength: How to find the resilience to deal with anything. Oakland, CA: New Harbinger Publications..

Maksudin. 2018. Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab. Yogyakarta: FITK UIN Sunan Kalijaga.

Resnick, B, Geyther, L. P,  & Roberto, K. A.  (2011). Resilience In Aging; Concept, Research, and Outcames. London: Springer Science + Business Media,Inc.

Solichin, M. 2018. “Teori Belajar Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan Agama Islam: Telaah Materi dan Metode Pembelajaran.” Islamuna: Jurnal Studi Islam, 5 no. 1. http://repository.iainmadura.ac.id/id/eprint/222

Wahyuningsih, E., Tolinggi, S. O., & Baroroh, R. U. (2021). Pendekatan Humanistik Melalui Permainan Edukatif Bahasa dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Sekolah Islam Terpadu. Maharaat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, 4(1), 17–43. https://doi.org/10.18196/mht.v4i1.12437