Vol. 10 No. 03 Februari 2024
Mengoptimalkan Perkembangan Otak Anak Melalui Momen Koneksi
Oleh:
Fransisca Febriana Sidjaja
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Anak adalah titipan Tuhan yang tak ternilai harganya. Selain kebutuhan fisik, seorang anak juga memiliki kebutuhan psikologis yang wajib dipenuhi untuk memaksimalkan perkembangannya. Salah satu cara orang tua memenuhi kebutuhan psikologis anak adalah dengan membangun momen koneksi.
Momen koneksi adalah saat dimana orang tua dan anak merasakan perasaan aman, nyaman, dan terhubung satu sama lain. Momen ini membuat anak merasa berharga, dikasihi, dan diterima oleh orang tua. Para terapis bermain sering menyebut momen ini dengan istilah attunement, yaitu situasi dimana orang tua atau terapis mampu menyelaraskan gerakan, pikiran, dan emosinya untuk kemudian mampu terhubung dengan anak (Meersand & Gilmore, 2018).
Berbagai riset bidang Neuroscience semakin mengkonfirmasi pentingnya orang tua membangun momen koneksi dengan anak (Schore, 2015). Menurut Daniel Siegel, seorang profesor bidang psikiatri yang mengembangkan Pendekatan Interpersonal Neurobiology, momen koneksi ini berperan sangat penting dalam membentuk arsitektur otak anak. Siegel menyebutkan bahwa hubungan yang positif antara orang tua dengan anak akan mengaktivasi bagian otak anak pada area Middle Prefrontal Cortex (MPC) dan apabila terjadi secara terus menerus, koneksi antar neuron pada area MPC tersebut akan semakin kaya (Siegel, 2020).
MPC adalah bagian otak yang menghubungkan banyak wilayah otak anak. MPC berperan penting dalam mengembangkan sembilan kemampuan penting pada diri anak, yaitu kemampuan meregulasi diri, menyelaraskan komunikasi, mengatur emosi, berespon secara fleksibel, berempati, menghasilkan insight atau berefleksi, meredakan ketakutan, berintuisi, dan mengembangkan moralitas. Momen koneksi antara orang tua dan anak yang terus menerus akan mengoptimalkan perkembangan sembilan kemampuan tersebut (Siegel, 2020).
Untuk dapat terkoneksi, orang tua atau pengasuh dapat menjalankan beberapa strategi praktis. Pertama, orang tua perlu menyesuaikan tempo dan cara berkomunikasi dengan anak. Berbicaralah dengan kecepatan yang dapat diikuti anak, tidak terburu-buru. Gunakan kalimat dan istilah yang dipahami anak, serta berikan waktu untuk anak memahami dan meresponi ucapan anda.
Kedua, anda perlu merasa nyaman terlebih dahulu saat berinteraksi dengan anak. Singkirkan segala hal yang dapat mengganggu momen koneksi. Jangan mengecek handphone atau melakukan kegiatan lain saat anda sedang bersama anak anda. Jadikan anak fokus utama anda dan nikmatilah momen bahagia saat berinteraksi dengannya. Saat anda merasa enjoy, cepat atau lambat anak akan ikut merasa nyaman dan menikmati momen bersama anda.
Ketiga, untuk membangun jembatan hubungan, anda dapat mengajak anak melakukan kegiatan yang disukainya. Lakukan berbagai kegiatan sederhana seperti
jalan bersama menikmati pemandangan, bercakap-cakap, atau membaca buku bersama. Pada anak yang lebih besar, anda dapat melakukan kegiatan yang lebih kompleks seperti memasak atau membersihkan rumah bersama. Jangan berfokus untuk menyelesaikan kegiatan. Kegiatan hanyalah alat untuk membuat anak merasa nyaman saat bersama anda. Berfokuslah untuk membangun relasi dengan anak anda.
Keempat, hindari interaksi yang bersifat satu arah (anda mendominasi percakapan), menggurui, memberi perintah, atau ‘menguji‘ anak dengan berbagai pertanyaan seolah sedang ulangan. Perbanyak kalimat atau ucapan yang membuat anak merasa dimengerti dan divalidasi perasaannya. Contohnya adalah dengan lebih banyak memberikan komentar positif, memancing ketertarikan anak,dan bertanya untuk lebih memahami maksud anak. Lakukan semua ini dalam suasana interaksi yang menyenangkan bagi anak.
Pada orang tua yang memiliki anak dengan kondisi perkembangan khusus (misalnya: Autism Spectrum Disorder atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder) seringkali anak masih sulit mengenali maksud orang tua dan kurang mampu meresponi interaksi dengan baik. Sekalipun demikian, orang tua tetap perlu untuk menciptakan momen koneksi dengan anak, karena hal ini berperan mengoptimalkan area MPC anak, tidak terkecuali pada anak dengan kondisi perkembangan khusus.
Referensi:
Meersand, P., & Gilmore, K. J. (2017). Play therapy: A psychodynamic primer for the treatment of young children. American Psychiatric Publishing.
Schore, A. N. (2015). Affect regulation and the origin of the self: The neurobiology of emotional development. Routledge.
Siegel, D. J. (2020). The developing mind: How relationships and the brain interact to shape who we are. Guilford Publications.