ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 02 Januari 2024

 

Menyelesaikan Perbedaan Pendapat Keluarga Melalui Aliran Kolektivisme

 

Oleh :

Ricky Armansyah

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

 

Dalam hubungan keluarga pasti akan menemukan perbedaan pendapat. Menurut Harahap (2019) perbedaan pendapat adalah kebiasaan atau karakteristik dari manusia, sebab manusia memiliki kecenderungan dan kemampuan menggunakan akal dan pikiran yang berbeda. Dengan adanya akal dan pikiran manusia dapat mengkemukakan suatu pendapat, perbedaan pendapat juga semestinya bisa diatasi. apabila perbedaan tersebut teratasi maka tercapainya kesepakatan yang lebih baik. Sehingga menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis.

 

Bagaimana cara dalam menyelesaikan perbedaan pendapat dalam keluarga ?

Dalam berkeluarga juga ada beragam cara yang ditempuh dalam menyelesaikan suatu perbedaan pendapat, perbedaan pendapat merupakan sesuatu hal yang lumrah. Mari kita ketahui perbedaan pendapat dalam keluarga kita, sebelum mencarikan solusi yang tepat dapat menyelesaikannya. Penyelesaian dari perbedaan pendapat bisa kita ambil dari sudut aliran kolektivisme. Menurut Widodo & Qurniawati (2015) Kolektivisme dicirikan sebagai teori dan praktek yang mendahulukan akan kepentingan kelompok dibandingkan dengan individu sebagai unit yang mendasarkan terhadap kepedulian sosial, politik, dan ekonomi. Oleh sebabnya pada seseorang yang kolektivis memiliki perilaku koperatif, selalu bersedia untuk membantu orang lain serta menekankan tujuan kelompok lebih dari yang bersifat pribadi. Ini menunjukkan seseorang memilki hubungan semakin erat pada kekerabatannya semakin tinggi pula koletivitasnya.

 

Alasan pada seseorang untuk memecahkan permasalahan dan perbedaan pendapat, itu diterapkan oleh masyarakat yang tingal didaerah khatulistiwa. Pada daerah inilah masyakat tersebut tidak harus berjuang untuk bertahan hidup (Susana, 2006). Didukung oleh sumber daya alam melimpah, hal ini mendorong masyarakat bagaimana untuk menciptakan aturan masyarakat supaya tidak terjadi perebutan surplus bahan pangan. Agar terciptanya sebuah aturan diselesaikan bersama-sama supaya menyatukan pendapat yang berbeda-beda, maka kepatuhan terhadap peraturan yang biasa disebut oleh masyarakat lokal indonesia dengan norma merupakan sub-sistem yang penting untuk ditegakkan. Ini menampilkan karakteristik masyarakat tropis, umumnya besifat kolektivis.

 

Dalam hal kolektivisme, perilaku seseorang berfokus pada ciri-ciri yang ditunjukkan pada orang-orang dengan sikap kolektivis, yang meliputi :

 

Mobilitas Relasional Rendah: Menggambarkan perasaan kesatuan kelompok, orang-orang dengan sikap kolektivis mungkin merasa lebih sukar untuk membentuk banyak hubungan pribadi yang mereka pilih. karena sebaliknya, mereka terikat dan setia akan hubungan berdasarkan faktor-faktor yang sudah ada sebelumnya seperti keluarga atau wilayah geografis.

 

Kesesuaian: Bersadar dari keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok kolektif, sikap kolektivis menyebabkan seseorang berperilaku serupa dengan rekan-rekannya berusaha menjauhi bersifat menonjol.

 

Privasi: Karena individu dengan sikap kolektivis tidak suka membesar-besarkan mengenai dirinya, tetapi mereka lebih enggan untuk berbagi masalah pribadi dengan kawan-kawannya.

 

Kerjasama: Pada dasarnya kolektivisme menghargai apa yang terbaik untuk kelompok, orang senantiasa akan membantu orang lain untuk mencapai hal disepakati.

 

Dalam hal ini kolektivisme dibuktikan dengan negara Indonesia, Vietnam, Kolumbia, Venezuela, Panama, Meksiko, Korsel, Ghana, Ekuador, dan Guatemala. Sebab negara tersebut kental dengan kolektivisme, karena masyarakat pada negara ini tidak tunduk akan aturan dan berfungsi selayak tim karena kebutuhan ekonomi dan fisik.

 

Dengan mendalami aliran kolektivisme, kita akan menemukan sikap yang dijadikan rujukan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dalam keluarga. Berikut ini caranya:

 

Demokrasi: Budaya kolektivis berdampak positif terhadap keluarga dalam mengambil keputusan, demokrasi dilakukan dengan pemungutan suara. Hal ini berguna untuk mengambil keputusan dari salah satu pendapat yang kuat dari beragam pendapat lainnya, semestinya memuncukan adanya keadilan. Hal ini memungkinkan anggota keluarga untuk mengekspresikan pendapat mereka mengenai suatu hal.

 

Loyalitas: Menganut budaya kolektivis dapat membangun rasa loyalitas diantara anggota keluarga, Loyalitas di sini mencakup kepedulian terhadap keberhasilan satu sama lain dan saling percaya untuk meningkatkan kepercayaan. Dengan terbentuk kepercayaan pada loyalitas dalam mendapatkan hasil yang terbaik, dalam proses membutuhkan perhatian dan kerja sama erat sehingga membangun koneksi.

 

Mendorong dari Sikap Tidak Egoisme: Mendorong untuk tidak mementingkan sikap besifat pribadi yang bersifat egois, oleh karena itu seseorang dituntut bagimana berpikiran menjadi manusia. Lingkungan  seperti ini cenderung menarik orang-orang dengan minat dan keyakinan yang sama berusaha sesuai standar dan ekpetasi yang  sama.

 

Jika terjadi perbedaan pendapat dalam keluarga, sehingga tidak dapat teratasi oleh beragam cara untuk mengakhirinya. Maka perbedaan pendapat yang semula kecil hingga membesar dan berkepanjangan, sehingga berakhir dengan hubungan yang ada dalam keluarga tersebut mencapai tingkat yang tidak diinginkan dalam hubungan keluarga adalah penceraian. Pasti keluarga tersebut mengalami penyesalan akibat tidak menyelesaikan perbedaan tersebut. Solusinya menyelesaikan perbedaan pendapat mendiskusikan secara bersama-sama melalui musyawarah dengan demokrasi yang sesuai dengan asas aliran kolektivitisme.

 

Referensi:

 

Harahap, I. (2019). Memahami Urgensi Perbedaan Mazhab Dalam Konstruksi Hukum Islam Di Era Millenial. al-Maqasid Jurnal Ilmu Kesyariahan dan Keperdataan, 5(1), 1–13. https://doi.org/10.24952/almaqasid.v5i1.1713

Susana, T. (2006). Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis Individualisme dan Kolektivisme: Sebuah Studi Meta Analisis. Jurnal Psikologi, 33(1), 33–49. https://doi.org/10.22146/jpsi.7084

Widodo, T., & Qurniawati, R. S. (2016). Pengaruh Kolektivisme, Perceived Consumer Effectiveness, Dan Kepedulian Lingkungan Terhadap Perilaku Pembelian Ramah Lingkungan. Jurnal Among Makarti, 8(2), 65–82. https://doi.org/10.52353/ama.v8i2.122