ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 01 Januari 2024

 

Mengenal Distorsi Realitas Singkat: Schizophreniform Disorder

 

Oleh:

Amallia Hanna Bahagianti Sajidah, Irnawati Jayanti, & Ellyana Dwi Farisandy

Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya

 

Kompleksitas pikiran manusia menjadi hal yang menarik untuk digali. Temuan tentang bagaimana beberapa manusia bisa ‘mendengar’ tanpa adanya suara, berucap tanpa pola, hingga mempercayai keyakinan fana menjadi salah satunya. Dalam dunia klinis, beberapa ciri tersebut dapat menjadi indikasi terjadinya kondisi psikosis atau terpisahnya seseorang dari realitas. WHO (2022) melaporkan bahwa sekitar 24 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan ini. Tak mudah dan berisiko. Hal itu menjadi frasa yang cukup mendeskripsikan dampak yang mungkin terjadi bagi individu dengan psikosis yang salah satu bentuknya adalah skizofrenia. Tendensi untuk melakukan tindak bunuh diri menjadi salah satunya. Kasus memilukan yang pernah terjadi di Indonesia dialami oleh seorang model yang mengakhiri hidupnya pada tahun 2022. Setelah ditelusuri lebih lanjut, diketahui wanita tersebut memiliki riwayat gangguan skizofrenia dan kerap mendengar suara-suara aneh yang menghantui harinya (CNN Indonesia, 2022). Contoh kasus tadi sebenarnya tak luput dari keterbatasan saat ini dalam memfasilitasi individu dengan gangguan tersebut terhadap penyediaan layanan kesehatan mental dengan tenaga profesional spesialis. Berdasarkan data pada tahun 2022, dari 50% pasien di rumah sakit jiwa didiagnosa skizofrenia, namun hanya 31,1% di antaranya menerima layanan kesehatan mental spesialis (WHO, 2022). Tak hanya itu, kemunculan awal gangguan ini sering kali tak terdeteksi mengingat terbatasnya literatur yang mengulas hal tersebut. Tahukah Anda bahwa ada gangguan psikologis yang disebut sebagai schizophreniform disorder?

 

Schizophreniform Disorder: Short Cycle Of Schizophrenia

Serupa namun tak sama, perbedaan mendasar skizofrenia dan schizophreniform terletak pada durasi gangguan berlangsung. Hooley et al. (2021) mengatakan bahwa schizophreniform disorder merupakan kategori skizofrenia yang berlangsung selama 1 hingga 6 bulan. Hal ini dikuatkan oleh American Psychiatric Association (APA) dalam DSM V-TR bahwa diagnosa schizophreniform disorder dapat ditegakkan jika setidaknya terdapat dua gejala (atau lebih), yakni:

 

1.    Delusi, yakni keyakinan yang keliru namun tetap dipegang teguh oleh individu

2.    Halusinasi, yakni pengalaman sensorik yang tampak nyata bagi individu yang mengalaminya namun terjadi tanpa adanya stimulus eksternal

3.    Ucapan atau pemikiran yang tidak teratur

4.    Perilaku yang tidak teratur atau adanya perilaku katatononik

5.    Adanya gejala negatif, seperti ekspresi emosional yang menurun atau kurangnya niat seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari (American Psychiatric Association, 2022; Washington, 2022).

 

Gangguan ini memengaruhi  bagaimana individu berpikir, berperilaku, berhubungan dengan orang lain, hingga mempersepsikan realita. Namun, perlu dipahami bahwa kriteria yang sama tak menjadikan individu dengan schizophreniform terjamin mengalami skizofrenia.

 

What’s The Root Risk?

Akar penyebab schizophreniform dipercaya terjadi bukan hanya karena satu faktor yang berdiri sendiri. Jika dilansir dari WebMD (2022) dan ditelaah berdasarkan faktor skizofrenia, gangguan ini terjadi karena interaksi dari beberapa hal seperti:

 

1.             Genetik

Pernahkah Anda mendengar bahwa semakin dekat seseorang dengan orang lain maka akan semakin mirip? Mungkin ungkapan ringan tersebut adalah hal sederhana yang dapat memberi gambaran bagaimana hal ini dapat menjadi akar dari gangguan yang sedang kita bahas. Nevid et al. (2018) mengatakan bahwa pada kasus skizofrenia dari seorang anak yang diadopsi, faktor risiko terbesar ada pada orang tua kandungnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua kasus gangguan ini terjadi karena warisan genetika dari orang tua.

 

2.             Fungsi dan Struktur Otak

Kegagalan otak dalam mengembangkan kemampuannya untuk berpikir dan hidup dalam realitasnya dapat terjadi karena keabnormalan otak. Salah satu bentuknya adalah menipis atau bahkan menghilangnya jaringan otak pada prefrontal cortex yang berpengaruh pada kemampuan individu untuk merencanakan, berpikir, hingga mengatur otak bagian pusat (Nevid et al., 2018).

 

3.             Lingkungan

Tempat dan proses interaksi individu dengan hal-hal di sekitarnya dapat memperbesar risiko berkembangnya gangguan ini. WebMD (2022) mengatakan bahwa buruknya hubungan sosial, pengalaman yang buruk dan menekan dapat memicu kondisi seseorang mengalami schizophreniform. Ketika individu yang rentan menghadapi trauma berat dan berinteraksi dengan faktor lainnya, tak menutup kemungkinan schizophreniform dapat terjadi.

 

Any Ideas For An Intervention?

Pengobatan terhadap schizophreniform dapat dilakukan untuk menekan prognosis skizofrenia. Bentuk pengobatan juga dapat dilakukan baik melalui medikasi hingga psikoterapi. Antipsikotik digunakan untuk menekan gejala yang muncul dari gangguan ini seperti halusinasi, delusi, hingga pemikiran yang terdisorganisasi (WebMD, 2022). Selain itu, psikoterapi dapat diberikan baik bagi individu yang bersangkutan maupun keluarganya. WebMD (2022) menyampaikan bahwa psikoterapi pada pasien schizophreniform ditujukan untuk membuat individu memahami kondisinya terlebih dahulu. Berangkat dari hal tersebut, individu dapat bersama-sama terapi membangun rencana, tujuan terapi, serta berusaha mengolah masalah dan kondisi yang menekannya. Sedangkan, psikoterapi pada keluarga dapat dilakukan dengan memberi pemahaman terkait kondisi yang terjadi pada individu yang bersangkutan, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang suportif bagi pasien. Selain melakukan terapi individu dengan schizophreniform juga bisa secara bersamaan diatasi dengan menggunakan obat antipsikotik yang akan membantu individu untuk meredam gejala psikotik yang dialaminya, selain itu efek dari pengobatan ini yaitu individu dapat merasa tenang dan tidak kebingungan yang ditunjukkan dalam hitungan jam maupun hari, namun efek penuh yang dirasakan tidak langsung muncul melainkan membutuhkan waktu yang cukup lama hingga berminggu-minggu.

 

Mengingat perhatian yang masih minim terhadap schizophreniform membuat literatur yang membahas mengenai gangguan ini masih terbatas. Walaupun memang, jika dilihat kriteria schizophreniform identik dengan skizofrenia dan hanya  berbeda pada durasi, namun pengembangan informasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk membuat informasi mengenai gangguan ini menjadi lebih komprehensif.

 

Referensi:

 

American Psychiatric Association. (2022). Diagnostic and statistical manual of mental disorders fifth edition text revision. American Psychiatric Association.

CNN Indonesia. (2022). Mengenal skizofrenia yang diduga diidap Novi Amelia. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220218133211-255-760970/mengenal-skizofrenia-yang-diduga-diidap-novi-amelia#:~:text=Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat,bisa berdampak pada kematian dini

Hooley, J. M., Nock, M. K., & Butcher, J. N. (2021). Abnormal psychology (18th ed.). Pearson Education Limited.

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2018). Abnormal psychology in a changing world (10th ed.). Pearson Education, Inc.

Washington, N. (2022). What is schizophreniform?. Healthline. https://www.healthline.com/health/schizophrenia/schizophreniform

WebMD. (2022). What is schizophreniform disorder? WebMD. https://www.webmd.com/schizophrenia/mental-health-schizophreniform-disorder

WHO. (2022). Schizophrenia. WHO. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/schizophrenia

Zayed, A. (n.d.). Schizophreniform disorder: Definition, causes, symptoms, and treatments. 2023.