Vol. 10 No. 01 Januari 2024
Apa itu memori kolektif?
Oleh:
Eunike Mutiara
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Studi-studi dalam psikologi, terutama mengenai dinamika antar kelompok, jarang membahas tentang memori kolektif individu. Padahal, memori kolektif erat kaitannya dengan bagaimana individu mengidentifikasi dirinya dengan kelompok, bagaimana individu mempersepsikan diri, orang atau kelompok lain, dan hal tersebut menentukan kualitas relasi individu dengan orang lain.
Apa itu memori kolektif? Memori kolektif adalah bagaimana suatu kelompok mengingat masa lalunya, melalui ingatan, nilai-nilai, narasi, dan kepercayaan bersama (Halbwachs, 1953/2000). Memori kolektif secara unik terbentuk dari cerita yang dibuat oleh budaya, sosial, dan peristiwa sejarah (Brockmeier, 2002). Jadi, memori kolektif erat kaitannya dengan identitas dan budaya dari kelompok tertentu (Wertsch & Roediger III, 2008), dan memori tersebut dapat berkaitan dengan lingkup yang luas, seperti ranah nasional sampai kepada lingkup kecil yaitu keluarga.
Jadi, sebagai manusia yang hidup berkelompok dan memiliki beragam identitas sosial, setiap individu pasti memiliki beragam memori kolektif terhadap berbagai peristiwa yang terjadi. Memori kolektif dapat berupa fakta yang terjadi, namun juga dapat berupa pemberian makna interpretasi yang berbeda-beda terhadap suatu peristiwa.
Apakah memori kolektif yang dimiliki individu dapat berubah sepanjang waktu? Bisa saja. Interpretasi kita terhadap suatu peristiwa dapat berubah seiring berjalannya waktu, dan interpretasi yang berubah juga turut mengubah makna yang kita buat mengenai suatu peristiwa, baik sebagai hal yang positif atau negatif. Perubahan memori kolektif juga bergantung pada bagaimana pengalaman kita kemudian terbentuk seiring berjalannya waktu dengan orang-orang atau kelompok-kelompok yang bersinggungan dengan peristiwa di masa lalu.
Sebagai contoh, dalam lingkup keluarga, memori kolektif dapat berupa cerita mengenai peristiwa mengerikan yang dialami nenek moyang tersiksa dan kemudian yang bersangkutan harus meninggalkan kediamannya. Cerita ini kemudian diturunkan dari generasi ke generasi, dan menjadi suatu narasi serta kepercayaan bersama dalam sebuah keluarga, yang dapat menentukan sikap-sikap tertentu dalam keluarga tersebut.
Dalam lingkup negara, contoh memori kolektif ialah bagaimana orang-orang Amerika mengingat peristiwa 9/11 dan peristiwa-peristiwa selanjutnya, dan juga bagaimana orang-orang dari berbagai negara mengingat peristiwa perang dunia kedua. Di Indonesia, kita dapat mengambil contoh peristiwa bersejarah yang kelam seperti kerusuhan Mei 1998, yang membentuk memori kolektif tertentu pada orang-orang yang berimbas di zamannya.
Menurut Bubandt (2008), memori kolektif terhadap kerusuhan Mei 1998 telah dikaburkan oleh tujuan politik yang disengaja, di mana tidak ada kepastian fakta tentang apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang beredar banyak merupakan rumor, sehingga sulit lagi membedakan mana yang fakta dan mana yang bukan. Akibatnya, masyarakat banyak yang memilih untuk diam dan tidak lagi membicarakan mengenai peristiwa kelam tersebut (lihat Himawan, Pohlman, & Louis, 2022). Berbagai interpretasi terhadap peristiwa kerusuhan tersebut dimiliki oleh seluruh masyarakat, dan lebih banyak dampak buruk yang kemudian terjadi sebagai suatu negara, terutama negara yang terdiri dari berbagai suku dan budaya.
Memori kolektif sebenarnya merupakan topik penelitian yang menarik yang dapat digunakan dalam memahami perspektif individu terhadap kelompok atau orang lain, baik itu sebagai bangsa maupun kelompok sosial lainnya. Secara lebih spesifik, kita juga kemudian bisa menelusuri bagaimana sebagai individu dalam kelompok dapat mengingat atau melupakan suatu ingatan atau peristiwa tertentu. Bagaimana proses psikologis yang terjadi ketika seseorang mengingat atau melupakan suatu peristiwa di masa lalu? Proses kognitif apa yang terjadi pada diri individu dalam menciptakan memori kolektif tersebut?
Eksplorasi lebih lanjut mengenai dinamika psikologis terkait memori kolektif secara khusus di Indonesia, dapat menjadi masukan bagi para peneliti di bidang psikologi di Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara multikultural yang kaya akan kelompok-kelompok budaya. Hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas relasi antar kelompok sebagai masyarakat Indonesia yang kaya akan perbedaan. Dengan kualitas relasi yang baik antar kelompok, maka kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia juga dapat meningkat.
References:
Brockmeier, J. (2002). Remembering and forgetting: Narrative as cultural memory. Culture & Psychology, 8(1), 15-43.
Bubandt, N. (2008). Rumors, pamphlets, and the politics of paranoia in Indonesia. The Journal of Asian Studies, 67(3), 789-817.
Halbwachs, M. (1953/2020). On collective memory. University of Chicago Press.
Himawan, E. M., Pohlman, A., & Louis, W. (2022). Revisiting the May 1998 riots in Indonesia: Civilians and their untold memories. Journal of Current Southeast Asian Affairs, 41(2), 240-257.
Wertsch J. V and Roediger III, H. L. (2008). Collective memory: Conceptual foundations and theoretical approaches. Memory, 16(3), 318-326.