ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 23 Desember 2023

 

Curhat Perselingkuhan di Podcast, Emang Boleh?

 

Oleh:

Edi Iskandar & Muhamad Akmal Rizal Athariq

Fakultas Psikologi, Universitas Mercubuana Jakarta,

Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercubuana Jakarta

 

Fenomena podcast di Indonesia sangat tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Banyak sekali public figure yang secara khusus membuat channel Youtube, seolah-olah wartawan walau tanpa legalitas jurnalis. Tema yang diangkat beraneka ragam, dari yang viral, politik, dan tentunya yang diidam-idamkan masyarakat sebagai bahan gibah atau bahasa akademis Forum Group Discussion (FGD) pada pagi hari, yaitu permasalahan rumah tangga. Contoh seorang Public Figure menjadi bintang tamu acara podcast dan membicarakan perselingkuhan suaminya berinisial RK dengan adik RA pada Chanel Youtube dr. Ricardlee berjudul “Selingkuh pake APK Goj3k, padahal Sz temen saya!” mencapai 4, 9 juta kali penonton (data diakses pada tanggal 01/11/2023, dalam Podcast dr. Ricard Lee, Mars).  Esok harinya dia akan modar mandir menjadi bintang tamu dengan topik yang sama di berbagai podcast. Namun apakah mereka pernah berfikir dampak psikologis bagi anak yang mana kejelekan orang tuanya diketahui oleh masyarakat termasuk teman mereka belajar dan bermain?

 

Hal tersebut menjadikan salah satu latar belakang bagi penulis untuk mengangkat Dampak Negatif Curhat Rumah Tangga di Podcast terhadap anak yang dikaji dalam ilmu teori Komunikasi dan Psikologi Perkembangan. Podcast merupakan singkatan dari kata Pod berasal dari kata Ipod, merupakan alat yang yang pertama kali memiliki aplikasi khusus platform distribusi informasi podcast dan kata Cast berasal dari Broadcasting yang memiliki makna penyiaran (Silaban et al., 2020). Secara harfiah kata podcast memiliki makna jenis penyiaran yang menggunakan perangkat digital (platform) untuk mendistibusikan informasi berbasis konten bersifat on-demand (permintaan) secara profesional (Silaban et al., 2020). Adapun dengan berkembangnya media berbasis digital maka pergeseran platform podcast tidak hanya pada perangkat ipod namun lebih meluas melalui perangkat sosial media Youtube. Podcast memiliki segmen tersendiri dan sangat tinggi dalam mencapai viewers. Tak ayal banyak selebritis yang latah membuat channel Youtube dengan jenis podcast menghadirkan bintang tamu sesuai keinginan mereka atau berbasis viral.

 

Dalam Teori Perkembangan Psikososial yang dikemukakan oleh Erikson (Feist & Gregory, 2008), terdapat 8 tahapan perkembangan pada manusia yaitu: trust versus mistrust (0-18 bulan), autonomy versus shame and doubt (18 bulan - 3 tahun), initiative versus guilt (3 tahun - 5 tahun), industry versus Inferiority (5 - 12 tahun), identity versus role confusion (12 tahun s.d 18 tahun), generativity versus stagnation (40 tahun  - 65 tahun), ego integrity versus despair (> 65 tahun ke atas).

 

Saat ini belum ada peraturan yang mengatur secara khusus bentuk penyiaran flatform berbasis digital khususnya podcast. Undang-undang penyiaran masih fokus pada media konvensional Tv dan Radio (Silaban et al., 2020). Sehingga semua orang dapat membuat podcast tanpa kualifikasi khusus dalam menggali informasi. Anehnya tema yang saat ini paling sering terjadi pada penyiaran podcast adalah terkait dengan perselingkuhan para artis. Hal ini menjadi fenomena tersendiri, dimana saat ini banyak public figure yang lebih memilih datang ke podcast untuk membahas masalah peribadi, seperti terkait perselingkuhan. Hal ini perlu menjadi perhatian, dikarenakan ada dampak negatif yang secara tidak langsung akan berakibat pada perkembangan psikologis anak.

 

Apabila dikaitkan dengan teori Perkembangan Psikososial, umumnya anak di Indonesia mulai masuk pada jenjang sekolah dasar pada tahapan perkembangan Industry versus Inferiority (Putri, 2018).  Pada fase ini anak akan mulai melebarkan interaksi sosial dengan teman sebaya mereka. Selain daripada itu tahapan tersebut erat kaitannya dengan prilaku sosial bersifat mezzositem. Anak mulai menerima informasi dari siapapun sebagai akibat dari interaksi sosial, baik dari teman sebaya, atau media sosial. Bisa dibayangkan bila anak tersebut mendapatkan informasi tentang perilaku negatif orang tua mereka yang menjadi konsumsi publik, kemudian diketahui oleh temannya. Tentu hal tersebut akan menjadi verbal bullying yang akan merusak psikogis anak. Dampaknya anak tersebut akan menarik diri dari lingkungan sosial mereka.

 

Memasuki tahapan berikutnya Identity versus Role Confusion yang mana masuk pada level SMP, tahapan ini seorang anak akan mencari identitas diri (Ratnawulan, 2018). Adapun faktor dalam pencarian identitas diri terletak pada kepercyaan, nilai identitas dan tujuan mereka. Identitas diri yang pertama kali dicari seorang anak adalah ingin seperti identitas orang tuanya. Apabila seorang anak sudah mendapatkan informasi negatif sepihak akan salah satu orang tuanya, maka anak tersebut akan mengalami kebingungan (role confusion) pada ranah keluarga, dikarenakan adanya sumber informasi dari media sosial terkait pemberitaan negatif salah satu orang tuanya, dan pada tahapan ini kerentanan anak untuk menerima bully dari teman mereka berpeluang lebih besar. Akan ada kemungkinan bahwa temannya akan menanyakan apakah orang tua mu benar selingkuh?

 

Puncaknya terjadi pada tahapan  intimacy versus isolation, seorang anak akan membangun kelekatan secara intim. Keintiman yang pertama terjalin adalah kepercayaan pada orang tua, kemudian dilanjutkan pada pasangannya. Apabila pada tahapan sebelumnya mengalami kegagalan maka, ada besar kemungkinan anak akan mengalami kesepian (loneliness) yang biasanya mengakibatkan depresi bahkan trauma (Tarigan & Apsari, 2022). Terlebih jejak digital yang orang tua mereka ungkapkan di media sosial akan sulit sekali terhapus dalam beberapa tahun.

 

permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam permasalahan keluarga dampak yang terbesar dirasakan adalah pada anak. Egosentris orang tua yang mengedepankan irasionalitas di sosial media khususnya curhat di podcast tentang pasangan kadang berakibat pada bully dan juga isolasi diri pada anak. Belum adanya regulasi khusus dari pemerintah menyebabkan banyak sekali pelanggaran yang terjadi pada jenis broadcasting podcast. Hal ini wajar, dikarenakan para pembuat channel bukanlah dari kalangan jurnalis namun kalangan selebritis yang hanya memanfaatkan popularitas demi mendapatkan keuntungan materi dan ketenaran.

 

Munculnya fenomena curhat di podcast, harus menjadi perhatian semua khalayak dan perlu dikaji lebih dalam oleh pemerintah terkait etika dan kualifikasi penyiaran berbasis digital. hal ini dikarenakan banyaknya podcast yang tidak mengedepankan norma baik dari tema, isi dan bahasa dalam penyiaran. Sebenarnya ada media khusus untuk melakukan pembicaraan akan hal sensitif terkait masalah keluarga, yiatu kepada profesional seperti Psikolog, Psikiater dan Konselor Keluarga. Karena profesi tersebut memiliki kode etik dan juga dalam segi disiplin ilmu merupakan ekspert dalam bidangnya. Sehingga orang tua mendapatkan solusi yang masih dapat dijaga kerahasiaannya tanpa harus ada pihak lain yang mengetahuinya dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan Psikologis anak.

 

Referensi:

 

Feist, J., & Gregory, F. (2008). A theory of personality 7th Edition. In the McGraw Hill Companies (Vol. 7).

Lee, Richard. (2023). Selingkuh Pake Apk Goj3k!! Padahal Shan4z Temen Saya!!. Youtube Channel. Diakses tanggal 1 November 2023, link: https://www.youtube.com/watch?v=MzdIHzmaklU&t=155s

Putri, A. F. (2018). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perkembangannya. SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling, 3(2), 35. https://doi.org/10.23916/08430011

Ratnawulan, T. (2018). Perkembangan dan Tahapan Penting dalam Perkembangan. Journal of Special Education, IV.

Silaban, A. D., Amirulloh, M., & Rafianti, L. (2020). Podcast : Penyiaran Atau Layanan Konten Audio Melalui Internet (Over the Top) Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia. Jurnal Legalitas, 13(02), 129–143. https://doi.org/10.33756/jelta.v13i02.8325

Tarigan, T., & Apsari, N. C. (2022). Perilaku Self-Harm Atau Melukai Diri Sendiri Yang Dilakukan Oleh Remaja (Self-Harm or Self-Injuring Behavior By Adolescents). Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(2), 213. https://doi.org/10.24198/focus.v4i2.31405