Vol. 9 No. 22 November 2023
Kecanduan Hingga Over Dopamin
Oleh:
Hendy Widodo
Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Kecanduan menurut Thakkar (2006) kecanduan merupakan suatu kondisi medis dan psikiatris yang ditandai oleh penggunaan berlebihan (kompulsif) terhadap suatu zat yang apabila digunakan terus menerus dapat memberikan dampak negatif dalam kehidupanya, seperti hilangnya hubungan yang baik dengan keluarga maupun teman atau hilangnya pekerjaan. Sedangkan menurut Davis (dalam Soetjipto, 2005) mendefinisikan kecanduan (addiction) sebagai bentuk ketergantungan secara psikologis antara seseorang dengan suatu stimulus, yang biasanya tidak selalu berupa benda atau zat. Kecanduan adalah keadaan dimana seseorang selalu melakukan kegiatan secara terus-menerus atau berulang-ulang tanpa henti. Setiap orang punya kecanduan yang berbeda-beda. Menurut Lutfiwati (2018) kecanduan itu bisa kemana-mana bukan hanya soal kecanduan seks, kecanduan alkohol, kecanduan rokok, pornografi, kecanduan dengan sosmed, Mobile Legends, PUBG, Free Fire, Youtube, TikTok, Instagram kecanduan dengan gadgetnya mungkin bisa saja kecanduan dengan pacarnya dan lebih parah lagi kecanduan terhadap obat-obatan ilegal.
Perilaku kecanduan alkohol, rokok, seks, gadget dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya yaitu kemampuan individu dalam mengontrol dirinya (Muna & Astuti, 2014). Kontrol diri adalah unsur yang penting untuk dapat terlepas dari kecanduan tersebut. Papalia, Olds dan Feldman (2004) menyebutkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara sosial oleh masyarakat. Bagaimana kecanduan itu dimulai dan apa yang terjadi pada otak kita?
Menurut teori The Triune Brain Model yang diper- kenalkan oleh Dr Paul MacLean dinyatakan bahwa lapisan otak manusia sebenarnya merupakan per- kembangan evolusi tiga tingkat kehidupan yaitu reptilian brain, limbic brain dan neokorteks (the thinking brain). Neokorteks merupakan lapisan paling muda dan berada paling luar dari kedua lapisan tersebut. Bagian reptilian brain bertanggung jawab terhadap fungsi sensorik dan pengontrol fungsi organ vital. Limbic brain bertanggung jawab terhadap hal yang bersifat kognitif dan emosional, dan tempat untuk menyimpan perasaan kita, pengalaman manusia yang menyenangkan, memori manusia, kemampuan belajar manusia, dan juga mengatur bioritme manusia. Sistem limbik terdiri dari amigdala, septum, hipotalamus, thalamus dan hipokampus. Hipotalamus yang berfungsi untuk memproduksi hormon-hormon, hormon bahagia, senang, sedih, stres, syok, dan hormon sakit hati.
Hormon hingga membuat kita merasakan kenikmatan, bahagia dan senang ada di hormon dopamin, serotonin, oksitosin dan endorfin. Untuk kecanduan ada efek yang sangat bagi seseorang yang kelebihan hormon dopamin. Apabila kita tidak bisa mengontrol dopamin maka hidupnya akan hancur. Dopamin dalam kecanduan berperan sangat besar. Dopamin adalah hormon atau neurotransmitter untuk membuat kita bisa merasakan kenikmatan dan bukan hanya kenikmatan hormon dopamin juga membuat kita bisa merasakan bahagia atau bersemangat untuk mendapatkan sesuatu yang belum di miliki. Apabila seseorang tidak bisa mengontrol dopamin atau tidak bisa mengganti dari hormon dopamin ke hormon oksitosin maka hidupnya akan selalu bermasalah. Karena hormon dopaminlah yang memberi perintah kedalam diri kita untuk melakukan lagi, lebih lagi dan lagi. Seperti halnya scrolling Tiktok, Instagram maupun bermain game, hipotalamus yang ada didalam otak memproduksi hormon dopamin membuat seseorang menjadi suka atau ketagihan, sama juga dengan seks atau orgasme. Ketika seseorang melakukan orgasme hormon dopamin yang dikeluarkan sangat banyak, karena itulah seseorang bisa merasakan rasa nikmat ketika sedang orgasme.
Kecanduan nikotin dan alkohol bisa juga memunculkan rasa kenikmatan untuk melakukan lagi dan lagi. Dan yang lebih berat lagi adalah kecanduan untuk mengkonsumsi obat-obatan seperti narkoba, sabu-sabu dan heroin (CNN Indonesia, 2019). Kenikmatan seseorang yang mengkonsumsi sabu-sabu dan heroin memproduksi yang sangat sangat banyak hormon dopamin, bukan hanya dopamin tapi oksitosin juga. Zat metamfetamin yang ada di sabu atau heroin yang ada di opioid memproduksi jumlah hormon dopamin dan oksitosin yang sangat besar, sehingga otak tidak bisa merasakan kenikmatan yang lain. Apabila hormon dopamin bisa dikontrol oleh diri maka hormon tersebut bisa diarahkan ke sisi positif seperti dalam pekerjaan untuk mendapatkan lebih atau membantu agar termotivasi mendapatkan sesuatu yang diinginkan, tapi apabila tidak bisa mengontrol dopamin maka dopamin sendiri yang akan mengontrol hidupmu.
Referensi:
Heroin hingga Alkohol jadi Zat Paling Adiktif di Dunia. (2019). CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190106140035-255-358785/heroin-hingga-alkohol-jadi-zat-paling-adiktif-di-dunia
Lutfiwati, S. (2018). Memahami Kecanduan Game Online Melalui Pendekatan Neurobiologi. Journal of Sychology, 1(1), 1–16. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/anfusina/article/view/3643/2416
Muna, R. F., & Astuti, T. P. (2014). Hubungan antara Kontrol Diri dengan Kecenderungan Kecanduan Media Sosial pada Remaja Akhir. Empati: Jurnal Karya Ilmiah S1 Undip, 3(4), 481–491. https://www.academia.edu/37749638/Hubungan_Antara_Kontrol_Diri_Dengan_Kecenderungan_Kecanduan_Media_Sosial_Pada_Remaja_Akhir
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development Ninth edition. New York : McGraw-Hill.
Soetjipto, H. P. (2005). Pengujian Validitas Konstruk Kriteria Kecanduan Internet. Jurnal Psikologi, 32(2), 74–91.
Thakkar, V. (2006). Psychological disorder:addiction. New York: Chealsea House Publisher.